PADA malam hari ini, setelah hampir empat tahun kisah cinta itu berlalu, aku masih mengenang kamu, Steve. Menjadi kekasihmu membuatku sadar bahwa takkan ada lagi lelaki lain yang sanggup membahagiakan diriku sepertimu. Untuk para pembaca, sebelumnya aku hendak meminta maaf pada kalian semua.
Semula, aku berjanji akan menceritakan apa yang terjadi di antara kami sampai sedetil mungkin. Tapi, nyatanya aku gagal. Jari-jariku bahkan tak mampu mengetik sebegitu lancarnya bila membayangkan segala masa lalu yang ada. Sakit rasanya, biarlah cerita seluk-beluknya hanya menjadi rahasia di antara kami saja.
Intinya adalah....
Saat aku mengunjungi Steve di Pekanbaru selama sepuluh hari lamanya, kami menghabiskan hampir setiap hari bersama. Hanya dipisahkan oleh tidur saja. Sisanya? Pagi-pagi mobilnya sudah terparkir di luar rumah pamanku, menculikku ke mana saja asal bisa bersamanya.
Ada sebuah hal manis yang takkan pernah kulupakan.
Steve adalah cinta pertama sekaligus ciuman pertamaku.
Saat itu kejadiannya benar-benar lucu.
Aku tahu aku salah.
Aku masih terlalu muda 'kan untuk hal itu?
Tapi saat itu... aku yakin sekali Steve akan menjadi kekasih sehidup-sematiku.
Jadi tak ada lagi yang aku takutkan saat itu.
Sore itu dia tengah mengemudikan mobilnya, menyusuri jalan sekitaran kediamanku, kami sengaja berkeliling sambil bercerita tentang apa saja. Aku terus memandangi wajahnya, memainkan rambutnya yang lembut, dan menggenggam erat tangannya.
Kukecup kilat pipinya, gemas sekali melihat ekspresi wajahnya.
Matanya membulat lebar, menatapku dengan wajahnya yang bersemu merah.
Aku terbahak. Sebuah pemandangan sore yang menawan.
Steve mendadak saja menginjak pedal rem dan menarik wajahku, mengecup cepat bibirku!
Kali ini aku yang membelalak. Apa yang baru saja kami lakukan?
Oh... awkward sekali rasanya.
Aku berusaha mencairkan suasana dengan tertawa DAN menganggap hal itu biasa saja. Padahal, jantungku berdegup tiada terkira.
"Ini ciuman pertamaku, Steve," kataku, masih meraba bibirku tak percaya. "Tapi... tidak apa 'lah. Selagi itu kamu, aku nggak masalah. Haha."
Steve pura-pura fokus mengemudi. "Ini juga ciuman pertamaku."
Aku bersandar di lengannya. "Kalau begini... kita harus selamanya bersama 'kan?"
"He-eh. Sampai tua nanti, sama aku terus ya, Rika?"
"Iya, Steve. Aku sayang kamu."
"I love you, Rika. Cinta banget sama kamu."
"Aku juga, Steve."
Aku juga cinta banget sama kamu, Steve.
Bahkan sampai hari ini, aku masih cinta.
Maafkan aku, ya?
Kubilang aku akan melupakanmu.
Nyatanya aku nggak bisa, Steve.
Kamu terlalu indah untuk dilupakan.
Kamu itu... cahaya dalam hidupku, Steve.
Kamu sumber peneranganku.
Nggak ada kamu.
Hampa seluruh hidupku.
Maaf ya?
Maaf saat itu sudah meninggalkanmu.
Tapi aku punya alasan untuk itu, Steve-ku.
Mau 'kah untuk terakhir kalinya,
kau memahami seluruh maksudku?
Izinkan aku... bercerita untuk,
terakhir kalinya, Steve.
Setelah itu, aku berjanji, semuanya akan berakhir.
Aku cinta kamu.
Selamanya.