ENAM BELAS - MEET UP
AKU mengambil tempat duduk yang langsung berhadapan dengan Kelvin, sedangkan Chris duduk di sebelahku sambil sesekali melirikku untuk memastikan apakah aku baik-baik saja. Kami semua terdiam selama beberapa saat setelah memesan minuman. Sejujurnya aku juga tidak tahu dari mana harus memulai percakapan. Jadi, kutunggu saja sampai ada yang membuka obrolan. Tapi kalau bisu begini, rasanya canggung sekali.
Karena suasananya sepi bak kuburan, Kelvin pun akhirnya berdeham. Aku mengangkat kepala menatapnya dan dia juga menatap lurus mataku. "So, yeah. Hi, Rika. Apa kabar?"
Wow.
Apa kabar?
Mantap djiwa.
Aku tertawa penuh sandiwara, benar-benar ingin terlihat baik-baik saja di depannya. Sepertinya setelah liburan dari Pekanbaru ini, aku bisa langsung terbang ke Jakarta untuk casting sinetron. "Baik lah! Gue kan selalu aman-aman aja. Lo sendiri gimana kabarnya? Sama pacar lo aman, 'kan?"
Gotcha!
Kelvin membulatkan matanya, tampak terkejut dengan pertanyaanku. Jangankan Kelvin, Chris yang mendengar saja hampir tersedak air mineral.
Memang sengaja aku menyinggung soal pacarnya. Syaiton juga laki-laki zaman sekarang ini. Edan semua. Doyan banget ngaku-ngaku nggak punya pacar, nge-baperin anak orang, terus ditinggal gitu aja. Yang tipe begini enaknya diapain? You decide.
"Oh. Baik-baik aja, kok. Ngapain nih mendadak ke Pekanbaru?" tanya Kelvin mengalihkan topik pembicaraan. Mungkin takut kalau aku membahas soal pacarnya lagi.
"Jalan-jalan aja. Liburan sekolah," jawabku singkat, tanganku meraih sebotol air mineral dan membukanya.
"Ho. Bagus, deh. Have fun," balas Kelvin tersenyum simpul. "Semoga betah di sini."
Aku balas tersenyum. "Yep. Thanks."
Sunyi sesaat.
Tuh 'kan. Canggung lagi.
"Rika... lo kapan mau nginap ke rumah?" tanya Feri, sepupuku yang mencoba untuk mencairkan suasana atau bisa jadi menolongku supaya Kelvin tak perlu lagi ngobrol denganku. Baguslah! Aku juga bingung harus mengobrol soal apa, karena sepertinya tak ada lagi yang harus dibicarakan. Semuanya 'kan sudah selesai secara baik-baik.
"Nanti deh. Kalau udah semingguan di rumah Om Santo, gue migrasi ke rumah Om Rudi," jawabku santai. Nah, kalau berbincang dengan Feri, aku bisa menjadi diri sendiri. Tidak canggung atau dibuat-buat, berjalan sebagaimana mestinya saja.
"Ho... jangan kelamaan ya, Papa sama Mama gue nanya mulu dari kemarin. Kapan lo datang, kapan lo datang? Kenapa udah datang nggak nginap ke rumah?" Feri tertawa, disusul dengan Chris. Marimar dan Kelvin senyum-senyum saja.
Kemudian obrolan terus berlanjut dan suasana menjadi lebih cair dari yang sebelumnya. Mungkin karena para lelaki—Feri, Chris, Kelvin, dan Marimar—memiliki topik pembicaraan yang sama-sama nyambung. Terus aku bagaimana? Ya, sewaktu itu, aku hanya sesekali ikut tertawa saja kalau memang ada yang benar-benar lucu. Aku lebih disibukkan dengan ponsel dan teman chatting-ku. Steve.
***
Steve : Sorry banget aku nggak bisa ikutan meet up.
Steve : Chris udah ngajakin sih.
Steve : Cuma kamu tahu lah alasan kenapa aku nggak ikut.