Anak laki-laki itu bertubuh mungil, penghuni baru di panti asuhan, yang artinya dia mendapat ranjang paling jelek di asrama, paling kendur, paling miring, paling tidak enak baunya; hanya sedikit lebih besar dari ranjang bayi.
Dan ketika jeritan itu terdengar-tidak seperti yang pernah anak lelaki itu dengar di mana pun, rasanya sampai mencengkeram dada dan meremukkan jantungnya-dialah anak terakhir yang lari ketakutan sambil memekik-mekik melalui pintu.
Di dasar tangga, gerombolan anak-anak menjumpai kabut tebal dan berbelok ke kanan, berlarian di lorong.
Anak lelaki itu sudah hendak mengikuti mereka ketika dua sosok muncul dari dalam kabut. Mereka mengenakan pakaian hitam yang menjuntai hingga ke lantai.
Anak lelaki itu menunggu sampai mereka berlalu, kemudian kabur ke arah sebaliknya.
Dia lari tunggang-langgang, kengerian mengancam keluar melalui kerongkongan, yang terpikir hanya dia harus kabur, harus sembunyi.
Pintu ruang kantor panti terbuka mendadak; cahaya menyambar.
Sepasang sepatu cokelat kumal bergerak mundur dari dalam ruangan, dan anak itu mendengar ketua panti, lelaki paruh baya menyebalkan yang sok galak, merengek.
"Kumohon-kumohon, jangan sakiti aku-"
Lelaki kedua dengan tudung yang menutupi sebagian wajahnya bicara, suaranya dingin dan berirama aneh, "Nah, untuk apa aku melakukan itu? Aku datang untuk anak-anak."
"Ambil saja mereka! Ambil tiga! Ambil sepuluh! Tapi jangan sakiti aku!"
Lelaki kedua melangkah lebih dekat, lantai mengerang di bawah beban tubuhnya.
"Wah, kau baik sekali. Tapi aku hanya mencari seorang anak istimewa. Anak laki-laki, keturunan keluarga Dirgantara. Kamu tentu tahu siapa dia."
"Tapi dia tidak... dia sudah tidak di sini lagi. Dia sudah pergi! Lebih dari setahun yang lalu-"
Terdengar suara menggelegak aneh, dan si anak lelaki menyaksikan ketika kedua sepatu cokelat kumal itu terangkat ke udara sambil menggelepar-gelepar.
Suara lelaki satu lagi kedengaran tenang tanpa ketegangan sedikit pun. "Dan ke mana kalian mengirim anak itu? Dimana aku bisa menemukannya?"
Si anak lelaki menutup telinga kuat-kuat dengan tangan, tapi dia masih bisa mendengar si ketua panti tercekik, masih mendengar suara si lelaki berirama dan mengancam.
"Di mana Tuan Dirgantara...?"
***
Disarankan untuk membaca cerita ini dalam mode gelap 🌚
SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVATE, FOLLOW PENULIS DULU UNTUK BISA MEMBACA LENGKAP
06 Agustus 2019,
PARANA OH NANA
KAMU SEDANG MEMBACA
BATU BULAN [Logan Dirgantara] (SELESAI ✔️)
Fantasy|| BOOK ONE OF XALAZAR'S ACADEMY SERIES || *** Halo siswa baru tahun pertama, selamat datang di Akademi Xalazar! - Hygiea Sigrid Grimblehawk Alpha, Kepala Akademi ©️®️ Parana oh Nana 2020 CERITA MASIH LENGKAP! Sebagian diprivate, follow dulu untuk m...