2. Pain is

11.7K 1.2K 226
                                    

Tahu bodoh itu siapa?

Sebut saja dia manusia bernama Donghyuck, yang dengan sengaja berdiri di balkon atas. Tujuannya satu, memperhatikan bagaimana panasnya Jisung mencumbu pria yang tadi datang itu di sebuah pondok kecil pada pekarangan samping rumah Mark. Temaram lampu taman tak menyulitkan sepasang hazel itu untuk tahu jika Jisung sudah melanggar batas suci. Dia sudah meraup haus kedua benda di dada si pria manis.

Maka bunyi gigi gemeretak dengan tangan terkepal jadi pertanda jika dia marah. Donghyuck marah sekali.

"Bodoh!"

Seruan menghina itu membuat Donghyuck menoleh, mendapati seorang pria tampan berjalan mendekatinya. Bahkan sengaja berdiri di sampingnya, ikut menyaksikan apa yang diperbuat Jisung di bawah sana.

"Mau bertaruh Hyuck? Kupastikan dalam hitungan detik, mereka akan melakukannya di sana. You know what i mean, yeah?"

Jeno menaikkan alis, kemudian mengedipkan mata seolah mengejek. Donghyuck membalik tubuh, enggan lagi melihat ke bawah. Karena dia tahu Jisung selanjutnya melakukan apa.

Sakit sekali rasanya.

Dia di sini tapi kekasihnya tidur bersama orang lain.

"Kau tahu dia itu siapa bukan?" Jeno kembali bersuara. Kali ini lebih bersahabat dan diangguki oleh Donghyuck.

"Tahu. Na Jaemin, calon suaminya Jisung."

Donghyuck menjawab datar. Berbanding terbalik dengan hatinya yang mulai berantakan.

"Manis ya, aku suka." sahut Jeno lagi.

Donghyuck mengernyit bingung. "Jeno? Ah, wajar saja kau 'kan gay?"

"Oh ayolah, jangan bodoh! Tidak ada yang benar-benar gay di antara kita semua. Kita bercinta satu sama lain karena kedekatan dan terbiasa. Bukan karena benar-benar gay. Kau tahu Renjun? Kami putus karena dia tidur dengan teman wanitaku. Mungkin dia ingin merasakan posisi di atas."

Donghyuck tak menjawab. Otaknya kacau. Telinganya pengang, sebab mendengar deru desah pria yang sedang dipermainkan Jisung di bawah sana.

"Keparat itu, kenapa tak sumpal mulut pria-nya sih! Telingaku sakit!" keluh Donghyuck sambil mengumpat.

"Telingamu atau hatimu yang sakit?" tanya Jeno.

Donghyuck tak menjawab. Dia memilih berlalu, meninggalkan balkon kembali ke ruang tengah. Jeno mengikutinya. Donghyuck semakin kesal saat sepi lengang menyambut. Dia tahu, Lucas dan Chenle pasti sedang menikmati satu sama lain di kamar. Renjun ntah ke mana. Mark tadi pamit keluar.

Maka Donghyuck merebahkan diri ke sofa dengan helaan nafas yang berat. Satu pesan masuk pada ponselnya, membuat getaran dan Donghyuck segera membuka.

Ayah butuh uangnya segera, nak!

"Bedebah!" umpat Donghyuck begitu membaca pesan dari ayah tirinya.

"Hei, santai! Apa masalahmu? Bukankah kau sudah biasa melihat Jisung bercinta dengan dia? Lalu kenapa kesal?" Jeno bertanya.

Donghyuck membuka hoodienya, menyisakan kaos putih tipis yang basah berkeringat. Entah mengapa cuaca begitu panas. Mungkin emosinya yang membakar tubuh.

"Ayahku minta uang, Jeno."

Donghyuck bicara gamblang. Selalu begitu. Semuanya memang tahu bagaimana kehidupan Donghyuck, tak ada yang dia tutupi.

"Berapa?"

"Entah. Tadi pagi dia bilang, dia judi dan berhutang lima juta won. Ahh tua bangka itu!"

"Lalu?" tanya Jeno kemudian, diselingi tawa kecil yang sebenarnya menyimpan makna.

"Entahlah. Mungkin aku akan minta Jisung. Tapi bulan ini, dia sudah membayar biaya kuliahku. Jadi tak enak hati rasanya."

Jeno tersenyum manis tepat ketika Donghyuck menatapnya. Lalu dengan santai Jeno mengusak rambut Donghyuck. Jemarinya turun membelai pipi hingga bibir dengan sangat seduktif.

"Aku kesepian sejak Renjun pergi. Di kampus tidak ada yang menarik hatiku. Tapi, setiap kali melihat Jisung mencumbumu, aku panas."

Donghyuck menautkan alis, kemudian memundurkan tubuh sambil menepis tangan Jeno.

"Jangan main-main! Jisung akan marah jika tahu kau menyentuhku seperti itu."

"Oh ayolah! Jangan bodoh! Kau diperbudak cinta selama dua tahun ini dengan menjadi kekasihnya diam-diam. Menutupi hubungan kalian di depan umum sebagai sahabat dekat layaknya satu geng Dream. Kau bercinta dengannya, dia bercinta dengan calon suaminya. Siklus kalian parah sekali, kenapa tidak rusak sekalian?"

Donghyuck masih diam. Mencoba mengerti maksud Jeno kali ini.

"Apartemenku besok siang. Kau tidak ada kelas 'kan? Ingin kujemput atau datang sendiri?"

"Maksudmu apa?"

"Aku ingin mengajarimu untuk tidak lagi menjadi bodoh Hyuck. Dengan kau meratapi diri sambil menahan emosi yang bahkan Jisung tak peduli. Kau kira aku tak tahu? Aku tahu. Semuanya tahu. Kau bodoh. Diperbudak cinta itu bodoh!"

"Aku bukan diperbudak cinta!" lantang Donghyuck menjawab.

"Lalu kenapa bertahan?"

"Uang. Jisung memberiku uang."

Maka Jeno tertawa keras seraya mengambil dompetnya dari saku celana. Dia membukanya di hadapan Donghyuck, tidak ada uang cash. Tapi, jajaran kartu kredit itu, mulai dari yang gold hingga blackcard cukup membuat Donghyuck meneguk salivanya.

"Aku bisa memberikanmu dua kali dari apa yang kau dapat dari Jisung."

Kali ini, logika bicara dan perasaan mati.

Donghyuck suka uang, kesampingkan dulu perasaannya pada Jisung yang bahkan tak peduli padanya.

"Apa yang kau mau dariku?"

"Jika Jisung punya Jaemin dan kau sebagai kekasihnya, kenapa kau tidak bisa punya Jisung dan aku sebagai kekasihmu?"

to be continued
.
.
gais, harap baca ulang yang part satu ya, biar nggak bingung.

Toxic || JihyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang