5. LJN

9.4K 1.1K 144
                                    

Donghyuck masuk ke apartemennya tepat pukul sebelas malam, diantar Jeno pastinya. Awalnya Donghyuck menolak dengan beberapa alasan.

Salah satunya dia takut Jisung tahu, entahlah. Menghadapi kemarahan Jisung yang cemburu itu melelahkan. Untuk beberapa hal, Jisung tak pernah membiarkan Donghyuck berteman dengan banyak orang.

Jisung itu posesif tapi tidak ingin dikekang.

Lucu.

"Baru pulang? Habis menjual diri di mana?"

Donghyuck mengabaikan sapaan kurang ajar itu. Ayah tirinya menonton TV sambil menenggak sekaleng bir. Donghyuck menoleh sebentar ketika ayahnya menunjuk sebuah amplop coklat di atas meja.

"Kau punya kekasih baru?" tanya sang ayah.

"Tidak. Aku hanya bersama Jisung,"

Donghyuck melepas hoodie-nya dan duduk di sofa sambil membuka tasnya. Tangannya mengeluarkan beberapa bungkus makanan ke atas meja. Jeno ngotot membelikan itu semua sebab Donghyuck menolak makan malam tadi.

"Kemarin malam pria muda bermata sipit datang ke casino tempat ayah biasa bermain judi. Dia membayar semua hutang ayah, bahkan menambah lagi dengan memberi amplop ini. Hanya saja-"

Ayah Donghyuck menghela napasnya, meletakkan birnya lalu menatap Donghyuck dalam.

"-dia minta ayah untuk berhenti berjudi. Mulia sekali,"

Kemudian ayahnya terkekeh.

Donghyuck mengerutkan dahi, mencerna semuanya hingga sadar jika pria yang ayahnya katakan itu adalah Lee Jeno.

Tapi masalahnya mengapa Jeno menemui ayahnya?

Dari mana dia tahu ayahnya ada di tempat itu?

Mengapa dia membayar hutang ayahnya?

Padahal di dalam tas Donghyuck ada uang tiga juta won. Diberikan Jeno tadi, sebagai bayaran kencan mereka yang aneh hari ini. Memasak bersama, main game, jalan-jalan, bahkan bersepeda berdua di tepi jembatan.

Apa mau Jeno? Donghyuck tidak bisa. Dia tidak mau berhutang lebih banyak. Dia tidak mau berurusan dengan sahabat pacarnya. Apapun itu.

"Jangan sentuh amplop itu ayah! Besok aku kembalikan pada orangnya!"

•••

Jeno melajukan mobilnya menuju rumah Mark, usai mengantar Donghyuck, Mark mengiriminya pesan untuk datang.

Sepi.

Hanya Mark dan Lucas di sana. Keduanya sedang merokok sambil ngobrol, melihat Jeno datang gestur keduanya sedikit tegang.

"Ada apa?" tanya Jeno santai sembari menyisir rambut blonde-nya ke belakang.

"Kau menikung Jisung?" tanya Lucas sambil menaikkan alis.

Jeno tertawa keras. "Menikung? Sejak kapan istilah itu ada di antara kita berenam?"

"Jangan main-main, Jeno! Donghyuck berbeda, kita semua tahu betapa Jisung posesif terhadapnya," Mark menimpali.

"Jisung terlalu serakah. Harusnya kalian seperti aku. Aku hanya sedang mengajari dia untuk bersyukur dan tidak mengulangi kesalahan yang sama,"

Jeno meneguk segelas wine yang tersaji di atas meja lalu lanjut bicara, "Aku berbagi semua dengan Jisung lebih lama dari kalian. Terlalu banyak, sampai dia pun memiliki apa yang harusnya kumiliki. Aku sahabat baiknya bukan?"

•••

Nissan skyline GT-R biru itu menunggu di parkiran, tak lama seorang pemuda manis masuk. Jisung menjemput Donghyuck pagi ini, keduanya ada kelas yang sama. Pagutan bibir jadi salam pembuka, dilanjut sebuah remasan kecil di paha Donghyuck.

Jisung mengemudikan mobilnya pelan, jam masuk masih lama. Lamat ditatap sang kekasih, Donghyuck begitu mempesona hari ini dengan apapun yang dia kenakan.

"Kangen," Jisung meremas telapak tangan Donghyuck dan menciumnya penuh rasa.

"Alah gombal! Bukannya kemarin berdua Jaemin?" jawab Donghyuck.

"Tapi aku memikirkanmu saat bersamanya,"

"Kalau begitu kenapa tidak berpisah?" tanya Donghyuck sambil tersenyum sinis.

Dan Jisung tidak suka saat Donghyuck membahasnya.

"Kita sudah sepakat soal ini bukan? Aku tidak bisa menolak untuk dijodohkan dengannya atau ayahku tak akan menulis namaku di daftar warisannya. Aku butuh uang, kita butuh uang. Untuk hyung dan kehidupan kita,"

Donghyuck terdiam.

Ya, dia butuh uang. Jisung memberikannya. Tapi itu dulu.

Sekarang berbeda, Donghyuck bahkan tidak ingin lagi rasanya meminta dari Jisung. Semakin banyak dia menerima, semakin dia takut kehilangan. Donghyuck benar-benar mencintai Jisung, bukan uangnya.

Dia ingin memiliki Jisung sendiri, tanpa berbagi. Dia tidak peduli jika Jisung bukanlah orang yang memiliki semuanya. Tapi Jisung tidak, dia butuh uang. Karena uang bisa memiliki segalanya.

"Ayah dan ibu baru pulang dari Australia. Mereka membawakanmu oleh-oleh. Nanti main ke rumah ya, menginap."

Jisung bicara sambil mengusak surai Donghyuck. Lalu memainkan cuping telinga pacarnya itu yang sibuk membaca buku tebal mengenai bisnis. Ada kuis di kelas pagi ini.

"Tumben pakai turtle neck, hyung?" tanya Jisung seraya mengusap nakal leher belakang Donghyuck dengan jari-jarinya.

Donghyuck tetap membaca, tak menoleh dan hanya menjawab datar, "Kurang enak badan,"

"Ohh." jawab Jisung singkat sambil tersenyum dan menoleh ke depan. Kembali menyetir sambil memutar lagu di playlist ponselnya, Ignite.

Mencoba mengabaikan bagaimana hickey itu bisa berada di tengkuk Donghyuck. Begitu merah dan baru.

"Kemarin ke mana hyung? Ponselnya mengapa tidak aktif?" Jisung bertanya.

"Aku bikin tugas, 'kan sudah dibilang,"

"Tugas? Di mana?"

"Rumah teman,"

"Siapa?"

Donghyuck jengah, "Kau cerewet!"

Jisung tertawa, "Aku 'kan cuma bertanya, mengapa kau sensitif sekali hyung?"

"Sesukamulah!" acuh tak acuh Donghyuck menyahut.

Jisung tak perlu Donghyuck menjawab apapun lagi, dia sudah tahu. Karena buku yang dipegang pacarnya itu sudah menjelaskan semuanya.

Sebuah buku literatur bisnis, dengan inisial di ujung sampul belakangnya.

LJN.

to be continued
.
.
gais, ada yang bisa rekomendasiin lagu inggris yang bagus?

Toxic || JihyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang