4. Sorry to lie

9.7K 1.1K 257
                                    

Jisung gelisah.

Dia sedang duduk di tepi ranjang kamar Jaemin, menunggu pria itu berganti pakaian. Pesawat ke Tokyo akan berangkat satu jam lagi.

Ponselnya senyap. Tak ada pesan pun telpon dari Donghyuck. Hatinya kacau. Penuh rasa bersalah, dan semua dimulai karena kebohongannya.

Menonton konser namun berdalih sebuah penelitian. Ini kebohongan yang dia lakukan untuk ke sekian kalinya, tapi kali ini rasanya berbeda. Dia takut.

Takut Donghyuck pergi.

Takut Donghyuck lelah.

Takut Donghyuck...

"Wajahmu kenapa?" Jaemin datang menghampirinya dan duduk di atas paha Jisung, membuyarkan semua pikiran lelaki itu tentang manisnya.

Ya, manisnya yang sedang bersama sahabatnya sendiri saat ini.

"Tidak, aku hanya sedikit pusing," jawab Jisung sambil tersenyum tipis.

"Oh, kau sakit? Apakah batal saja?" Jaemin begitu khawatir.

Pada kenyataannya, pria itu bukanlah antagonis jika ditelaah kembali. Dia tak tahu fakta. Yang dia tahu hanya dia dijodohkan dengan Jisung yang kelewat tampan untuk ditolak. Maka jika mereka bercinta, itu tidak salah bukan?

"Tidak, kau sudah pesan tiket dari sejak awal."

"Konser bukanlah hal penting-" Jaemin mencium dahi Jisung pelan lalu menangkup pipi kekasihnya. "-kita batalkan saja ke Tokyo, kau istirahat saja di sini. Aku temani,"

Jaemin beranjak menjauh, namun Jisung menariknya mendekat kembali. Mencium pipinya hingga lelaki itu bersemu.

"Katakan, kenapa kau menerima perjodohan itu?"

Jaemin tertawa pelan.

"Ji, kita sudah membahasnya bukan?"

"Aku belum percaya,"

"Kau harus percaya, sayang! Aku mencintaimu Jisung. Sangat. Apapun untukmu. Awalnya mungkin karena dijodohkan, tapi setahun bersamamu aku semakin mencintaimu. Kau juga 'kan?"

"Iya, jangan tinggalkan aku, Jaemin hyung!"

Jisung mencium rakus bibir sang submissive, sembari menjambak pelan surai pirang itu. Namun dalam rekam otaknya, bukanlah Jaemin yang dia cumbu saat ini.

Donghyuck...

Di mana Donghyuck?

Tidak biasanya dia mengabaikan Jisung saat mereka tidak bertemu.

•••

"Sakithhhhhh... aduh!"

Donghyuck memekik hebat, membuat Jeno tersenyum puas. Telak mengalahkannya, membuat Donghyuck kepayahan.

"Oh ayolah! Tubuhmu bahkan lebih berisi sekarang! Masa dicubit sudah mengeluh."

Donghyuck mendelik tajam. Mukanya masam. Dia melempar stik PS itu hingga mengenai dahi Jeno, sementara pria yang lebih tua dua bulan darinya itu hanya tertawa.

Ya.

Tidak ada yang terjadi.

Tidak ada hal kurang ajar yang dilakukan.

Jeno tidak meminta apapun, kecuali ditemani masak, makan bersama, main game berdua dan ngobrol panjang lebar. Membuat Donghyuck lagi-lagi terpana, pikiran bejatnya soal Jeno salah.

Jujur saja, sejak awal dia sudah mengira Lee Jeno brengsek.

Semua anak Dream itu brengsek bagi Donghyuck, kecuali Mark, Lucas dan Chenle.

Huang Renjun? Entahlah. Pria itu terlalu sulit dibaca. Kadang Renjun terlihat baik, kadang dia kaku.

Tapi menurut rumor, Renjun adalah playboy. Sama saja seperti Jisung dan Jeno.

Jadi, Donghyuck sempat mengira jika Jeno akan menelanjanginya dan menghimpitnya dalam lenguhan nikmat. Namun semua buyar saat Jeno mencium bibirnya tadi lalu berbisik,

"Aku tak akan menyentuh milik sahabatku lebih dari ini. Kecuali kau menginginkannya."

Dan Donghyuck masih punya nalar untuk tidak membiarkan Jeno melakukannya. Ya, biarkan saja Jisung bercinta dengan orang. Dia tidak mau seperti itu.

Jika Donghyuck seperti itu, artinya dia sama brengseknya dengan Jisung bukan?

"Hey, Hyuck! Ceritakan tentangmu!"

Jeno berseru sambil membuka lemari pendingin, mengambil dua kaleng bir dingin, satu untuk Donghyuck.

"Tak ada yang menarik," jawab Donghyuck singkat.

"Ayolah, aku tidak tanya menarik atau tidak. Aku bilang 'kan, ceritakan tentangmu. Semuanya. Aku mau tahu,"

"Mengapa kau begitu tertarik?" Donghyuck membalas sinis.

"Kau menarik dan aku suka. Sayangnya kau pacar temanku, jadi aku hanya sedang mempersiapkan diri. Mencari cara untuk mendekatimu, siapa tahu kalian putus dan aku bisa mengambil hatimu."

Donghyuck terkesiap.

Jeno terlalu gamblang, gila!

"Aku anak tunggal, ibuku sudah meninggal dan ayah tiriku masih hidup. Dia suka berjudi dan menumpuk hutang di sana-sini."

"Jadi itu alasannya kau menyukai uang?"

Donghyuck menghela napas sebentar.

"Aku bukan suka uang, sejujurnya. Aku butuh uang. Jisung memberikannya sejak awal. Kuliahku, sewa apartemenku, kehidupanku, bahkan hutang ayahku dia yang membayar."

"Jadi, kau menjual tubuh sebagai balas jasa?"

Donghyuck melotot mendengar sahutan kurang ajar dari Jeno. "Maksudmu apa? Jangan gila!"

"Oh, aku serius Donghyuck!"

"Aku tidak pernah menjual tubuh, catat baik-baik! Semua yang kulakukan bersama Jisung adalah kemauanku. Aku menginginkannya, dia menginginkanku."

"Hei, santai! Aku hanya bercanda,"

Jeno menepuk pelan kepala Donghyuck, seolah menepuk kepala bocah dengan sayang. "Aku tahu kau anak baik,"

Donghyuck menenggak birnya, kesal dan marah. Dia tersinggung dengan perkataan Jeno. Sangat.

Ingin pulang dari sana rasanya, maka kakinya hampir berayun kalau saja matanya tidak sengaja menangkap sebuah foto yang tergantung di dinding pojok ruangan.

"Kau dan Jaemin saling mengenal Jen? Kalian terlihat dekat di sana. Bahkan kalian memakai baju yang sama,"

Donghyuck menunjuk pada foto itu, membuat Jeno yang tadinya tersenyum mendadak kaku.

Dia...

to be continued
.
.

Toxic || JihyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang