3. Friend(shit)

10.8K 1.2K 263
                                    

Donghyuck melamun.

Sebuah kebiasaan yang sangat bukan dirinya, mengingat betapa atraktif dia saat mengisi waktu luang. Tapi sekarang otaknya sedang kacau.

Harusnya Jeno tidak mempengaruhinya. Tapi ini berbeda. Semua salah, tapi Jeno benar.

Dia bodoh.

Memang bodoh.

Donghyuck selalu bilang dia suka uang dari tubuh Jisung, tapi nyatanya dia pun menghamba cinta dari si pemilik mata brown itu. Hingga rela-rela saja menjalani backstreet selama dua tahun ini.

Semua orang-siapa pun mereka, hanya tahu jika Donghyuck sahabat Jisung yang teramat dekat. Bahkan orang tua Jisung, seringkali menganggap Donghyuck seperti anak sendiri karena Donghyuck sahabat anaknya.

Nyatanya?

"Ada kelas hari ini, hyung?" Jisung bertanya sambil menciumi tengkuknya.

Mereka masih berselimut di atas ranjang. Tidak ada seks hari ini, tentu saja karena Donghyuck sudah menetapkan aturan.

Dia jijik jika Jisung bercinta dengan pria-nya, jadi jangan dekati dia.

Jisung hanya menurut, apapun itu asalkan Donghyuck tetap berada di sisinya. Bahkan tak peduli jika Donghyuck hanya menginginkan uangnya, berapapun akan dia berikan. Donghyuck selalu menjadi candunya, siapa pun yang menjadi teman tidurnya-dia akan selalu kembali untuk memeluk Donghyuck. Terasa hangat bagai rumah. Donghyuck membuatnya merasa nyaman.

Tapi Jisung tak bisa menahan diri untuk tidak bermain-main.

Brengsek memang.

"Aku libur," jawab Donghyuck pelan. Sambil menekan tombol remote mencari saluran TV yang menyenangkan.

Keduanya di kamar Jisung, menginap berdua sudah hal biasa. Bahkan ketika orang tua Jisung berada di rumah pun, seringkali terjadi. Tentu saja bersyukur pada kamar kedap suara Jisung yang meredam tiap jeritan kenikmatan Donghyuck saat mereka bercinta.

Tak ada yang tahu.

"Hari ini aku libur-" Jisung membuka suara kembali. Membuat Donghyuck tersenyum, Jisung libur? Bukankah bagus... dia bisa mengajak Jisung jalan seharian.

"-jadi aku akan pergi menemani Jaemin hyung ke Gimpo untuk tugas penelitiannya."

Donghyuck menelan pahit, kesal. Harusnya tahu, dia nomor satu tapi Jaemin lebih dari urutan pertama. Tentu saja, pria itu calon istrinya.

"Aku juga agak sibuk hari ini," Donghyuck menyahut cepat.

"Sibuk apa?"

"Tugas."

Jisung memperhatikan bagaimana rahang dari pipi gempil itu perlahan mengeras. Ya, Donghyuck-nya sedang marah. Mungkin cemburu, apapun itu.

"Jangan berwajah suram, sayang."

"Aku menahan marah sejak dari rumah Mark hyung semalam. Begitu tahu Jaemin datang dan kalian melakukan... aish! Aku bahkan jijik membayangkannya!" Donghyuck bicara keras penuh emosi. Matanya yang bulat menatap tajam ke arah Jisung.

"Maaf-"

"Tak perlu minta maaf. Aku tahu jika nanti, besok dan lusa semua akan terulang lagi. Cukup simpan maafmu, Park Jisung."

Bibir Donghyuck disambar cepat dalam lumatan sayang. Begitu pelan namun liar menggigit. Jisung menelusupkan jemarinya masuk ke balik kaos guna menyentuh tulang punggung Donghyuck, titik sensitifnya.

Tubuh Donghyuck bergetar hebat, lupa akan marah maka dia membiarkan Jisung menguasai. Begitu rasa dada sesak, keduanya memutus ciuman hingga untaian saliva berceceran di tepian ranum bibir si manis. Jisung menyekanya pelan.

"Donghyuck hyung, aku mencintaimu begitu dalam,"

"Lalu kau pikir aku tidak?"

"Kumohon jangan pikirkan apapun. Cukup di sampingku dan jangan ke manapun. Aku akan mati jika kau berlari dariku."

Donghyuck tersenyum, namun hatinya meludahi setiap untaian kata dari pacarnya ini. Karena dia tahu-

-Jisung juga mengatakan gombalan itu pada Jaemin semalam saat mereka bercinta.

•••

Apartemen Lee Jeno, di sinilah sekarang dia berada. Menekan bel tiga kali dan dibukakan dengan cepat. Si tuan rumah tersenyum manis dengan apron melilit tubuh.

"Ahh-untung kau datang Donghyuck! Aku sedang memasak. Mau makan bersama?"

Sebuah ajakan yang terdengar konyol. Sumpah! Dia kira Jeno bajingan, yang akan menyerangnya kemudian menyeret ke atas ranjang begitu dia bertandang masuk ke sini.

Nyatanya?

Justru Donghyuck sekarang disuruh bantu mengiris oregano untuk toping spaghetti. Jauh sekali dari ekspetasinya.

"Kau tinggal sendiri?" tanya Donghyuck memecah kebisuan.

Dia sudah memperhatikan isi apartemen Jeno, dan yakin sekali jika pria tampan ini memang titisan chaebol. Semuanya mahal, elegan dan berkelas.

"Ya. Aku anak tunggal. Orang tuaku di Munchen, kecuali jika senggang baru mereka pulang ke Korea."

"Ooo..." Donghyuck mengangguk sambil mempoutkan bibir.

"Lucunya-" seru Jeno cepat lalu mencubit pipi Donghyuck. "Aku selalu ingin mencubit pipimu, menarik hidungmu dan ahh pokoknya kau terlalu menggemaskan!"

Donghyuck malu, itu seperti pujian rasanya. Aneh tapi serius dia blushing.

"Dan saat kau merona, kau cantik." Jeno kembali melanjutkan kata dan mendekatkan jarak tubuhnya dengan Donghyuck.

"Apa Jisung tahu kau ke sini?"

"Tidak. Dia pergi bersama Jaemin ke Gimpo, ada tugas penelitian."

Jeno menaikkan alisnya, "Tugas penelitian? Wow!"

"Kenapa?"

Donghyuck bingung. Kemudian Jeno berjalan pelan, memutari tubuh Donghyuck dan memeluknya pelan dari belakang. Donghyuck kaget, tapi tidak menolak. Dia menunggu, ingin tahu apa yang akan terjadi seandainya dia bersikap pasrah.

"Jisung dan Jaemin itu tidak ke Gimpo. Jaemin ingin nonton konser di Tokyo siang ini, dan Jisung menemaninya. Kau polos sekali Donghyuck, aku suka. Tapi aku benci melihatmu jadi bodoh."

Donghyuck menggigit bibirnya, menahan marah. Sumpah jika Jeno benar, berarti Jisung berbohong padanya. Mengapa pria itu bajingan sekali?

"Jangan ditahan-" Jeno mengusap bibir bawah Donghyuck yang digigit kuat. "-jika ingin marah, menangis, berteriak maka lampiaskan! Jika sudah lega, aku akan mengajakmu bersenang-senang."

"Ke mana?"

"Kau tahu cara paling menyenangkan membalas orang brengsek? Dengan menjadi lebih brengsek, Hyuck!"

Jeno mencium tengkuk belakang Donghyuck pelan, sambil berbisik lirih, "So wanna be ma baby tonight?"

to be continued
.
.
gais, udah ada yang pernah nemu ff aslinya?

Toxic || JihyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang