Pemikiran keduanya menyebar, berusaha mengetahui siapa yang membuat kacau keadaan. Jika hanya sebuah ancaman saja itu tidak masalah, tapi masalahnya di sini adalah sebuh bukti yang ada pada orang itu. Taehyung tidak masalah jika orang itu hanya menunjukannya pada Jennie, setidaknya mungkin hanya akan mendapatkan amukan wanita itu yang tak seberapa.
Tapi justru yang ditakutkan terjadi adalah ketika orang yang mengirim pesan itu justru malah menyebar luasnya, takut jika reputasinya hancur. Terlebih Irene, Taehyung takut akan ada hal buruk yang menimpa ada wanita itu.
"Aku yakin di antara mereka berempat adalah pelakunya. Tapi, menurutku yang paling mencurigakan adalah Seulgi dan Jimin. Tapi bisa saja pelakunya adalah Jennie sendiri. Ah, entahlah aku bingung!" Taehyung menyandarkan tubuhnya pada sofa yang sedang dia duduki. Helaan nafasnya terdengar berat, memikirkan hal ini membuatnya bimbang dan frustrasi secara bersamaan.
Irene yang duduk di samping Taehyung mendekat pada pria itu yang tengah memejamkan mata. Tangannya telah terulur untuk menggenggam tangan Taehyung, mengusapnya dengan satu tangan lainnya.
"Tenang dulu, Tae. Lagipula fotonya tidak sejelas itu. Aku yakin orang itu juga hanya mengancam. Jika memang pelakunya di antara mereka berempat, aku yakin dia tidak akan sampai melakukan hal yang berlebihan, karena mereka juga orang-orang terdekat kau mau pun aku. Aku percaya itu," ucap Irene berusaha meyakinkan.
Taehyung membuka matanya, melihat pada Irene yang sudah mencoba tersenyum. Tangannya lantas membalas genggaman tangan Irene.
Pintu yang tadinya tertutup tiba-tiba terbuka, membuat Taehyung dan Irene terperanjat dan segera berdiri dari duduknya. Pria yang berdiri dan berjalan cepat pada keduanya tampak sama sekali sedang tidak bermain-main. Sorot matanya tajam, tak kalah tajam dari jarum suntik yang siap menembus kulit.
"Jimin?"
Tubuh Taehyung hampir tersungkur, saat dengan tiba-tiba Jimin memukul wajahnya kuat. Tapi Taehyung sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya pada tangan Irene. Sekali pun darah nampak keluar dari sudut bibirnya yang sedikit robek akibat pukulan kuat yang Jimin layangkan. Membuat Irene berteriak mencoba menghentikan apa yang Jimin lakukan.
"Brengsek! Sejak kapan, hah?!" Jimin hendak kembali memukul Jimin, mendorong tubuh Taehyung yang berusaha memghalangi Irene. Takut jika Irene terluka karena tahu jelas jika Jimin sedang tidak dalam keadaan sadar sepenuhnya, Jimin sedang dibutakan oleh amarahnya.
"Jimin hentikan!" Irene hendak menghampiri Jimin. Namun Taehyung menahannya agar tetap di belakang Taehyung.
Sedangkan Jimin sudah menendang meja hingga meja itu terguling. Wanita yang sedari tadi terdiam pada pintu hanya bisa menonton apa yang Jimin lakukan akhirnya berjalan menghampiri Jimin. Berusaha meraih tangan Jimin walau pun berkali-kali ditepisnya.
"Jimin, kekerasan bukan solusi yang baik."
"Lihat, Seulgi! Si brengsek ini malah terdiam. Kenapa? Tidak berani mengaku? Dan kau Irene, apa kau semurah itu? Ah, apa masih ada pria lain lagi yang kau dekati? Mengambil hartanya? Kenapa tidak kau terima saja permintaanku untuk menikah, lalu kau bisa aku hancurkan setiap malam. Membuatku puas dan aku akan membayarmu. Berapa? Berapa yang kau dapatkan dari memuaskan pria lain? Akan kubay—"
Pukulan di wajah Jimin membuatnya menghentikan kata-katanya, tubuhnya tersungkur tak bisa menahan keseimbangannya sendiri. Membuat Seulgi segera membantu Jimin untuk bangkit. Sedangkan Irene menarik tubuh Taehyung yang hendak kembali memukul Jimin.
Kata-kata makian Taehyung lontarkan pada Jimin, tak terima dengan perkataan Jimin yang merendahkan Irene.
"Hentikan. Kau, Taehyung. Panggil Jennie kemari dan saat ini selesaikan semuanya dengan baik-baik. Jimin, kau bahkan tidak berhak seperti ini. Kau juga sudah memilikiku, aku istrimu. Jadi agar semuanya adil, lebih baik panggil Jennie dan jelaskan apa yang terjadi bersama!" Tegas Seulgi saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA
FanfictionTidak ada yang sempurna di dunia ini, itu adalah kalimat yang benar adanya. Jika menurut orang lain seorang Choi Taehyung sangat sempurna, justru pada faktanya tidak sesempurna itu. Apalagi jika mengingat tentang kisah cintanya, cintanya yang menjad...