bab 9

94 11 0
                                    

Saat aku membuka mata, yang pertama ku lihat adalah langit-langit kamar ku di gereja. "Air.. " ucapku dengan suara parau, rasa haus yang tak tertahankan menyerang ku. Suster yang berada di sebelahku berdiri dengan wajah kaget lalu berlari keluar. Setelah itu masuk seorang dokter serta bapa yang menatapku dengan wajah khawatir.

"Nona maria.. Bisa lihat saya?  Dengar saya? " tanya dokter itu sambil memeriksa detak jantungku dengan stetoskop. Aku mengedip tanda iya, bapa sedang menahan tangis dari matanya yang sembab. Kerutan wajahnya yang menandakan ia mulai menua ikut menegang dan bekerja sama membuat pagar pembatas agar air matanya tidak tumpah.

"Michael... " ucapku sebelum mata ku yang mulai memberat tertutup. Setetes air mata mengalir di pipiku sebagai tanda perpisahan terakhir.

***
Aku pingsan selama berhari-hari, hal itu terlihat dari tubuhku yang mulai mengurus. Syukurlah, luka-luka bekas ranting tajam dan batuan mulai mengering dan masa kritis yang kualami sudah berakhir. Bapa selalu menemaniku sambil membaca novel-novel klasik yang selalu ia beli di kota.
Tapi... Aku tak melihat michael, ia hilang setelah berlari meninggalkanku di hutan sendirian. Aku ingin bertanya, tapi dokter bilang aku harus istirahat total, berbicara juga harus di hentikan dulu sampai aku benar-benar pulih. Aku hanya bisa menatap langit-langit kamar dan tentunya bapa yang setia menunggu kesembuhan ku.

"Ba.. Ba.. Bapa.. " panggilku terbata-bata, sesakit apapun pita suaraku aku harus bertanya tentang michael. Bapa menutup buku lalu bangkit mendekat ke arahku, ia duduk di ujung kasur sambil membelai rambutku. "Iya?  Apa ada yang ingin kau katakan, maria? "

"Mi.. Mi.. Michael. " ucapku, bapa menatapku bingung, tangannya berhenti membelai rambutku. Lalu melihat kejendela dimana sinar matahari yang mulai meredup memancarkan sinarnya yang berwarna kemerahan.

"Maria, siapa Michael? " tanya bapa, ia menatapku seolah-olah michael adalah orang asing yang tidak ia kenal. Mataku membulat, apa maksud bapa? 

Pikiranku penuh dengan pertanyaan yang tak bisa aku ucapkan. Bagaimana bisa bapa tidak ingat michael?  Sayangnya tubuhku masih terasa remuk dan sakit sekali hingga aku tak bisa mencari michael dan membuktikan pada bapa bahwa ia ada.

Bapa selalu tersenyum dan berkata bahwa michael tidak pernah ada, bapa hanya punya satu anak angkat dan aku lah orangnya.  Mungkin aku akan mulai gila jika aku tidak ingat perkataan terakhir michael.  "Jangan percaya bapa itu. "

Kini aku mulai melihat bapa dari kaca mata yang berbeda. Bapa yang dulu kuanggap malaikat yang diturunkan bumi oleh tuhan untuk menjagaku berubah menjadi penyihir tua jahat yang akan datang di mimpi burukku untuk memberikan kutukannya. Aku percaya michael ada walau semua orang menolak keberadaan michael aku tahu, mungkin michael memang sengaja di lupakan oleh mereka. Tapi kenapa?

***
Saat aku tidur di bawah langit-langit kamar yang gelap terdengar suara decitan dari arah pintu yang sudah tua dimakan waktu. Tentu saja aku terbangun, tapi aku pura-pura menutup mataku setelah melihat bapa masuk. Ia tidak membawa lentera seperti biasanya, kegelapan dan aura jahat mengelilingi tubuhnya. Aku sangat takut hingga keringat dingin mulai keluar dari setiap pori-pori di tubuhku.

Bapa menarik kursi dari meja dan meletakkannya di depan tempat tidurku. Ia duduk dan menatapku tidur selama beberapa menit, hening dan hanya suara nafas kami yang terdengar. Cahaya kebiruan dari bulan purnama memenuhi dinding kamar setelah sukses menerobos gorden jendela.

Aku merasakan sensasi dingin saat tangan bapa menyentuh dahiku. Entah kenapa, aku merasa yang berada di kamarku ini bukan bapa tapi sesuatu yang merangkak dari kegelapan dengan niat jahat untuk melukaiku.

"Padahal, aku tidak ingin ada satu cela. Kau seharusnya jadi pengantin yang sempurna maria. " bisiknya, tapi aku bisa mendengar dengan jelas karena aku tidak tertidur. Kemudian ia bangkit dari kursi dan berjalan keluar setelah meninggalkan secarik kertas.

Setelah aku merasa bapa telah pergi aku membuka mataku. Seluruh tubuhku penuh dengan keringat. Aku melirik secarik kertas yang ditinggalkan bapa. Dengan tangan gemetar aku mengambilnya.

Dibawah sinar rembulan kebiruan yang memenuhi dinding kamarku aku membuka lipatannya. Mataku membulat seakan tidak percaya apa yang aku lihat saat ini. Tubuhku melemas dan rasanya nyawaku akan terlepas dari raga ini. Aku menatap pintu kamar yang mulai terbuka secara perlahan.

Aku melihat matanya, aku melihat senyum jahatnya. Ia ada disana.. BAPA ada disana. Tangannya menunjuk kertas yang aku pegang.

"Maria,aku tahu kau tidak tidur. "

BAPHOMET : "devil inside me" (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang