09

975 36 2
                                    

Enghhh..."

Angkasa mengeliat, cowok itu masih enggan membuka matanya. Entah jam berapa sekarang ini Angkasa tak mengetahuinya. Toh dia hanya menuamar, bukan belajar seperti kebanyakan siswa SMA lainnya.

Tangan Angkasa meraba bantal samping, tapi dia tidak menumukan apa-apa. Biasanya dia akan bangun terlebih sahulu dari pada Tyara. "Tumben" gumam Angkasa lirih. Cowok itu menarik selimut. Menutupi tubuh polosnya tanpa helaian kain yang di kenalan.

Angkasa membau. Tiba-tiba hidungnya menangkap sesuatu yang amat di kenalinya. Bau tembakau yang di bakar, dengan campuran sedikit.... Angkasa bejinggat. Cowok itu membuka matanya berberengan dengan mengubah posisinya menjadi duduk durang dari lima detik. "Selamat pagi Angkasa. Gimana tidur kamu ?. Nyenyak ?"

Angkasa menengguk ludahnya. Bukankah itu sebuah perhatian ?. Lalu kenapa Angkasa harus sepanik itu ?. "Pagi Mr.BM" jawab Angkasa berusaha untuk tenang. Dia melihat Tyara sudah duduk manis di samping Mr.BM dengan kimononya.

"Tumben pagi-pagi sudah kesini. Pasti ada suatu hal yang penting"

Pria paruh baya dengan topi koboy dan kaca mata hitam itu menyesep cerobong pipih, kemudian menghembuskannya secara perlahan, hingga keluar asap putih tipis. "Timben ?. Aku hampir setiap minggu kesini, Angkasa" kata pria paruh baya itu, kemudian merangkul pinggang Tyara.

Angkasa melirik tangan nakal Mr.BM, cowok itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Menarik selimutnya lagi, membiarkan dadanya terekspos. "Saya sedang mencari..."

"Aku tahu" potong Mr.BM. Pria itu mengambil kopi yang ada di meja depannya, lalu menyesepnya sedikit. "Aku kesini cuman mau ngambil beberapa uangku. Apa kamu bisa menyediakannya ?"

"Bisa. Berapa yang Mr. Butuh ?"

"Cuman 50 Milyar"

***

Angkasa menuruni tangga. Cowok itu sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Setelah menelvon orang kepercayaannya untuk menyiapkan 50 Miliyar, cowok itu segera bersiap-siapa untuk bersekolah. Tyara dan Mr.BM ?. Entahlah mereka kemana, Angkasa tak mengetahuinya. Yang Angkasa tahu, kamar tamu sebelah barat terkunci dengan kondisi lampu menyala. Mungkin mereka sedang bersenang-senang disana.

Baru sampai tengah tangga, hidung Angkasa membau. Kali ini hidungnya menangkap harumnya masakan. Angkasa segera mempercepat langahnya. Cowok itu sedikit berlari saat menuruni anak tangga. Kakinya membawa tubuh Angkasa ke dapur. Hal yang pertama di lihat Angkasa adalah, wanita berhijab sedang berkutat dengan alat-alat dapur dan bumbu masakan.

Angkasa menarik sedikit lengkung bibirnya. "Istri soleha" gumam Angkasa. Tidak seperti Tyara. Pagi-pagi sudah melayani orang lain. Angkasa berjanji pada dirinya sendiri tidak akan tergoda lagi dengan wanita jalang itu. Wanita itu sudah bekas orang lain. Angkasa tak sudi untuk memakainya lagi, walupin bekas bos besarnya sendiri.

Chitt...

Angkasa menarik kursi yang ada di bar, hingga menimbulkan suara decita yang mampu membuat Aisya terpelonjak kaget. "Maaf. Saya mengagetkanmu"

"Tidak apa. Masakan sebentar lagi siap"

Angkasa mangut, walupun Aisyah tak melihatnya karena wanita berhijab itu langsung membalikkan tubuhnya setelah menjawab pernyataan Angkasa. "Mm... gimana kondisi kandungan kamu ?" Tanya Angkasa hati-hati. Pasalnya dia masih merasa ambigu jika sedang menyinggung 'itu'

"Belum tahu"

Angkasa menyerngit. "Memang belum pernah di bawa ke dokter kandungan ?"

Aisyah menggeleng. Wanita berhijab itu mengambil piring, lalu meletakkannya di depan Angkasa. Menyendokkan nasi, lalu ke penggorengan untuk mengambil lauk. "Masih panas. Hati-hati" ujar Aisyah memberi tahu. "Jangan di tiup" cegah Aisyah saat Angkasa hendak meniup makananya. "Tunggu sebentar"

ANGKASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang