24

563 23 1
                                    

Sudah berkali-kali Bulan merubah posisi duduk. Cewek itu bergerak gelisah dengan jari menyisir rambut setiap menoleh belakang.

Bulan berdeham. Mengambil gelas jusnya di meja "eh, udah habis" kaget Bulan saat mendongak tidak ada yang mengalir.

"Punya gue masih banyak. Minum aja"

Bulan menoleh, cewek itu merapatkan bibir, mendesah pelan kemudian berdehem. "Lo tadi bilang kesini mau curhat me time ya. Bukan gue ngelihatin lo main hape"

Mars nyengir sampai deretan gigi putihnya terlihat. "Bentar" katanya kemudian merunduk.

Bulan melengos. Dasar. Mentang-mentang ada yang dikabarin jadi lupa sama sahabat sendiri. Emang efek seorang pacar tuh sekuat itu. Kadang banyak yang sampai musuhan sama temennya sendiri gara-gara pacar.

Padahal pacar atau kekasih kan ada untuk menambah semangat menjalani hari-hari. Bukan pembatas hubungan dengan seseorang karena terlalu fokus ke satu orang.







Bulan mengambil bantal sofa. Cewek itu menumpu dagu dengan sikut yang bertumpu pada bantal sofa yang di pangku, bosan. Tangannya yang bebas meraih remot untuk mengganti chanel yang dari tadi isinya iklan terus.

Bulan melirik saat Mars meletakan ponselnya diatas meja. Cewek itu mencibir dalam hati. "Udah ?" Katanya agak ketus.

"Hehehe" Mars meraih gelas jusnya yang masih utuh "gue kabarin dulu biar enggak di spam" katanya lalu mendongak dengan gelas menempel pada mulut.

Bulan menyisir rambutnya kesamping dengan kepala menoleh ke belakang. Yang tak lama menoleh pada Mars yang kini menyamankan posisi menghadapnya penuh dengan kaki menyila diatas sofa.

"Lo mau denger cerita yang mana ?" Tanya Mars sambil memegang paha Bulan.

"Semuanya" Mars mengangkat alis "m-maksud gue, gimana bisa lo sampai jadian sama Angkasa gue enggak tau dan sejak kapan lo deket sama dia, perasaa--aa gue lupa. Kalian sebangku" ucap Bulan panjang lebar.

Mars mencuatkan bibir bawah, matanya bergerak keatas. Suara Bulan seperti orang gerogi, tapi kenapa harus gerogi ?. "Eung... gimana ya. Gue juga enggak tau" Mars menghadap depan. "Semuanya tuh berjalan gitu aja tanpa sekenario" katanya sambil mengucupkan jemari sambil menggerak-gerakkannya di udara.

"Aslinya, Angkasa tuh rese tau. Tapi ya gitu gemesin. Kalo lagi nulis atau mikir dia tuh jadi ganteng." Hanya mengingat Angkasa, mampu membuat pipi Mars memerah. "Gue tuh bingung sama perasaan gue. Gimana ya... gue tuh gak suka-suka banget sama dia. Tapi seneng aja kalau didekat dia. Kalo dia enggak masuk tuh rasanya kayak ada yang kurang. Tapi kalo ada wujudnya, rasanya pengen nonjok. Paham kan ?"

Bulan sedikit tersentak saat tiba-tiba Mars menghadapnya lagi dengan antusias dan pipi merah. "P-paham" kata Bulan sambil mangut. "Iya gue paham" lanjutnya penuh arti.

Mars menggosok hidung "ya kayak lo sama Darr--memmptt" Mars mendelik saat tiba-tiba Bulan menyumpal mulutnya dengan potatto.

Bulan meringis "tadi gue abis beli yang rasa baru. BBQ panggang. Enak kan ?!"

Mars mencibir, cewek itu mengunyah dengan mata memincing. "Enak tuh kalo gini..." Mars memasukan beberapa tumpuk potatto kemulutnya "lebih nendang" katanya sambil mengunyah.

Bulan terkekeh. Dalam hati mendesah lega karena menyumpal mulut Mars diwaktu yang tepat.

Bulan menyisir rambutnya kesamping dengan jari. Cewek itu berdehem. "Lo udah ngapain aja sama Angkasa ?"

"Hn ?" Kaget Mars. Ngapain aja apa nih maksudnya. Kok ambigu ya.

"A... mak-maksud gue. Udah lo kenalin ke ayah-bunda atau udah jalan-jalan kemana gitu. Atau udah ketemu orang tua Angkasa--hehehe" ringis Bulan diakhir. Rasanya pengen menabok mulut sendiri.

ANGKASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang