22

491 26 1
                                    

CKLEKKK




Cewek cantik nan feminim yang baru saja dari toilet, membuka pintu kaca buram sebuah ruangan yang ada di kantor FBI, dengan tangan membawa seragam dan kardigan hitamnya yang basah.

Cewek itu menyerngit dikala mendapati ruangan yang kosong. "Permisi" ucap cewek itu lalu masuk. Tubuhnya masih terasa lelah juga dadanya yang masih sedikit memberat.

Bulan, cewek itu, mendudukkan diri di sofa marun yang ada di dekat pintu. Menyenderkan punggung di sandaran sofa lalu meletakkan kepalanya pasrah di kepala sofa. Sebenarnya Bulan ingin pulang, beristirahat di kasur empuknya, tapi dia masih penasaran dengan penjelasan Darren yang sempat tertunda karena kedatangan tim penyelamat.

Bulan mendesah pelan. Meraba baju dan rok selutut yang tadi di beri oleh seorang wanita berseragam rapi, untuk mengganti seragamnya yang basah.

Samapai sekarang, Bulan masih merasa seperti mimpi saat dirinya dan Darren di serang orang tak di kenal. Adegan terjun ke sungai masih saja terngiang yang membuat bulu kuduk Bulan meremang. "Hebat banget tadi, gue" cicit Bulan miris. Apalagi ingat cerita Darren selama di mobil ambulance. Bahwa dia hampir kehilangan nyawa.

Kepala Bulan tertoleh ke satu set meja kursi kerja dengan tumpukan berkas rapi. Ada kayu nama di sana "Bintang Simbolon" baca Bulan melihat nama di kayu ujung meja.

"Bulan, Bintang" cicit Bulan jadi terkekeh sendiri.

Mata Bulan mulai memberat saat pintu dengan sebuah suara terdengar. "Ntang, temen seko-- eh" kaget cewek berpakaian rapi itu. "Udah ganti bajunya ?" Katanya mengalihkan pembicaraan.

Bulan yang tadinya menyerngit karena sebuah kata 'Ntang temen seko' yang artinya Bintang. Teman sekolah, kan ?, sebisa mungkin menormalkan ekspresi. "Sudah, Mbak--"

"Iga" kata cewek itu memperkenalkan diri. Iga melihat Bulan dari ujung kaki sampai rambut "gimana keadaan kamu ?. Mau ke rumah sakit aja"

Bulan menggeleng sambil tersenyum "enggak usah, Mbak. Aku udah baikan." Tolak Bulan halus. Iga mangut, berjalan mendekat lalu duduk di samping Bulan. Bulan menoleh "oh iya, mbak. Darren mana, ya ?"

Iga nampak berfikir sebentar "aku kira di sini. Biasanya kalau di kantor, dia selalu angkrem di ruangannya"

"Hn ?"




Iga merapatkan bibir. Diam-diam meremas jemarinya. 'Bintang belom cerita ?' Batin Iga.

Iga menormalkan ekspresi, menatap Bulan mantap "maksud aku--"

"Iga" sebuah suara berbarengan dengan kemunculan sosok tak asing membuat Iga dan Bulan menoleh. Darren, sosok itu, mendekat. "Gimana keadaan Bulan ?. Udah lo periksa lagi belum ?" Tanya Darren memastikan.

Iga menepuk kening "aa... iya gue lupa. Bentar, gue ambil alat dulu" kata Iga lalu berdiri. "Sebentar ya, Bulan" kata Iga pamit

Bulan mangut sambil tersenyum.







Darren duduk di samping Bulan menggantikan Iga. Cowok itu duduk dengan kaki kiri terlipat di sofa dengan tubuh menghadap Bulan penuh.

Tanpa aba-aba, lengan Darren terangkat. Punggung tangannya menyentuh dahi dan leher Bulan untuk mengecek suhu. Gerakan sederhana tapi efeknya luar biasa.

Bulan menggigit bibir bawah. Jantunya kambuh lagi. Sebisa mungkin Bulan menahan diri agar tidak nangis. Di tatap Darren sedekat ini membuat Bulan ingin menjerit histeris.

"Untung enggak demam" kata Darren menyudahi aksinya.

Bulan mendesah pelan. Kecewa karena Darren menurunkan tangannya. Cewek itu membalingkan wajah, menyembunyikan malu. Sedangkan Darren merunduk saat ponsel karena menyala.


ANGKASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang