15

682 26 2
                                    

Angkasa mendengus. Mengacak rambutnya frustasi. Cowok itu memasukan ponsel ke saku abu-abunya dengan kasar. Mencengkeram pembatas balkon yang terbuat dari besi itu.

"Ck... aghhh... sialan !!"

Angkasa membuang muka. Menatap area bawah yang sedang ramai. Cowok itu menendang pembatas balkon frustasi.

"Kenapa sih lo ?"

Angkasa terpelonjak. Seorang cewek tomboy baru saja datang, langsung nyender di pembatas balkon sambil nyesep coklat dingin di gelas berembun.

Angkasa melengos kasar. "Enggak papa" jawab Angkasa singkat. Ikut nyender di pembatas balkon.

Angkasa melirik. Sewaktu bubaran sekolah tadi, dia mengajak Mars ke kafe yang ada di dekat sekolah. Saat selesai memesan ada sebuah panggilan masuk yang membuat Angkasa harus menjauh.

Angkasa kesal dan marah karena penelvon memberi tahu bahwa uang suapnya di tolak mentah-mentah oleh pihak lapangan yang sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut di markasnya yang di sita.

Angkasa mendengus pelan. Berharap cewek tomboy yang ada di sampingnya ini tidak mendengar. Kalo toh mendengar tak berpengaruh banyak untuk Angkasa. Karena tidak ada yang bisa melawan seorang Angkasa Jaya.

"Oyy... bengong aja lo"

Angkasa mengerjab, kini menoleh ke Mars sepenuhnya. "Gue mau ngomong serius"

Mars mengerjab, sedikit terkejut dengan mulut seakan mem-pause kegiatan menyedotnya. Mars menengguk ludah. Bergelak gelisah agak salah tingkah "l-lo mau nembak gue ?"

Angkasa mendelik, mengangkat sebelah alisnya kaget. "Bukan !!. Siapa yang bilang ??"

Mars melengos, memukul kepala Angkasa dengan sedotan basah. "Sialan !" Umpat Mars kesal.

Angkasa terkekeh, mengelap wajahnya yang sedikit basah. Berbalik dengan perut menyender di pembatas balkon "gue gak punya banyak waktu. Gue mau ngomong serius !!"

"Apa ?" Sewot Mars, ikut berbalik menyenderkan perut di pembatas balkon. Merunduk melihat padatnya jalanan.

"Besok gue gak masuk--"

"Lo nyuruh gue buat ngakalin absen lo ?. Ogah"

Angkasa melengos "ck. Diem dulu !!. Gue belum selesai ngomong. Jangan di potong-potong kalo ada orang ngomong biar enggak ke geeran kayak tadi" Mars mendelik, jelas merasa teringgung, tapi tak berpengaruh banyak untuk Angkasa. "Gue ada urusan di luar kota"

Mars ingin sekali nyeletuk, tapi berusaha menahannya. "Besok lo jadi mata gue. Lo laporin semua kejadian yang ada di sekolah. Hal sekecil apapun kasih tahu gue. Paham ?!"

Mars melengos keras "what for ?. Buat apa hah ??. Apa untungnya buat gue. Lagian lo mau apa ?, pake segala ngamatin satu sekolah. Mau jadi temennya detektif canon lo ??!. Apa ??. Disekolah ada apa ?. Ada pembunuh ?."

Angkasa berdecak. "Nurut !!"

"Ogah !!. Gak penting juga buat gue. Gue gak mau !!"

Angkasa menoleh, kali ini dengan aura beda. Aura lembut, tidak dingin seperti tadi. "Bener enggak mau ?" Tanya Angkasa kalem, tapi cukup membuat bulu kuduk Mars meremang.

"Kalo lo enggak mau--"

"Iya... iya gue mau. Puas lo !!?" Sewot Mars. "Terus kalo ada kucing berak, gue harus ngelapor ke elo ??, kalo ada semut keinjek gue juga harus lapor ??. Kalo ad--"

Angkasa berdecak "pinter dikit bisa kan ?"

Mars mendelik dengan mulut mengangga, tangannya sudah mencakar-cakar di udara dengan wajah ganas "enggak bisa !!. Gue bisanya pinter banyak"

ANGKASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang