SS'2 BAB 4

955 67 11
                                    

Aku tak punya banyak kalimat untuk menceritakan bagaimana menderitanya diriku.
Maaf...
-Syauqillah Syadzahra '2"

***
"Assalamualaikum!!! Abanggg, Taniaaa. Ada tamu nih,"

Suaranya terdengar keras. Setelah menempuh perjalanan dua setengah jam menuju kampung halamannya. Ia merasa lebih baik, akhirnya bisa kembali ke kampung halaman tanpa menunggu libur mudik lebaran bersama Syauqi. Selama keduanya menikah, Syauqi tak pernah mengizinkan Ia pergi dan menempuh perjalanan lebih dari satu jam seorang diri. Bagi Syadza itu berlebihan sekali, tapi begitulah bentuk cinta Syauqi padanya.

Setelah menyerukan salam, tak kunjung ia dapat jawaban. Syadza membuang nafasnya kasar, ia sudah lelah baik fisik dan batinnya, tapi mengapa sepasang kekasih yang menghuni rumah sederhana di hadapannya tak kunjung membukannya. Dengan berat hati dan tenaga seadanya, ia kembali menyerukan salam.

"Assalamualaikum!! Abaaaang, Taniaaa. Ini Aisya, bukain bangg,"

Layaknya remaja berumur dua belas tahun, ia berkali kali menghentakan kalinya pada keramik putih berukuran besar. Memberi kesan mewah yang menyenangkan.

"Ahh, Abang ngga seru." Ia menggerutu sendiri di depan pintu. Tak kunjung di buka.

Beberapa menit kemudian suara knop pintu membuat bibirnya melengkung indah, matanya berbinar dan saat itu juga ketika Hafidz terlihat di ambang pintu, Syadza langsung berhambur memeluk saudara se persusuannya itu.

"Yeyyyy! Akhirnya dibuka," kekeh Syadza dalam dekapan Hafidz.

"Aisya, kamu berat dan Abang sesek nafasnya. Lepas gih Sya," keluh Hafidz berusaha melepas rengkuhan Syadza.

"Jawab salam dulu ngapa Bang, ngeluhnya bentaran gitu, wajib loh..."

"Waalaikummusallam Sya, Syauqi mana? Kok tumben sendirian? Emang boleh? Biasanya posesif banget si bos muda itu?"

Syadza kikuk seketika. Ia melepas pelukannya dan berjalan ke arah Tania yang sudah melambaikan tangan padanya. Dengan gembira ia berjalan lalu menjawab tanya dari Hafidz.

"Syauqi sibuk Bang, lupa kali sama istrinya yang gemesin ini hihi," ia tertawa memenuhi ruangan. Tawa yang begitu konyol baginya.

"Uhhh, kok bisa anak kamu sama bang Hafidz lucu begini, bagi dong..."

Syadza mengambil alih Fatimah yang berada di gendongan Tania.
Alhamdulillah, Allah mempercayai Hafidz dan Tania terlebih dahulu dibandingkan dirinya. Pasangan yang menikah tiga bulan setelah Syauqi dan Syadza itu langsung dititipi amanah oleh Allah dua minggu setelahnya. Subhanallah, apa yang Allah sudah tentukan maka tidak ada yang mustahil. Sebelumnya banyak yang mengatakan jika Tania tengah mengandung sebelum menikah, namun setelah usia kandungannya diketahui. Fitnah semacam itu langsung saja hilang. Memang hidup itu tak akan selurus jalan Tol.

"Jangan nyerah berdo'a Sya. Allah pasti kasih yang terbaik untuk kalian," nasehat Tania sembari membantu melepaskan masker yang menutupi wajah Syadza.

"Iya, aku ngga akan pernah berhenti berharap sama Allah. Entah tentang anak, hidupku, suamiku dan segalanya. Tapi kadang aku juga merasa jika Allah tak pernah melihat aku. Hingga aku berada dititik lemah, aku meragukan Allah. Huh, begitulah aku. Kamu tau sendiri kan Tania."

Tania terkekeh. Ia berjalan ke dapur diikuti Syadza. Sembari membuat teh hangat, obrolan masih saja berlanjut.

"Ya, itulah menusia. Ingat? Kata Ustadzah Maryam waktu kita kajian satu minggu sebelum kita pulang ke kampung. Manusia itu terkadang tidak waras. Terdengar kasar ya memang. Tapi realitanya begitu, ketika bahagia ia tak ingat Allah. Tapi ketika dilanda musibah, ia menyalahkan Allah. Anehnya kita."

Syauqillah Syadzahra 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang