Entah bagaimana alurnya sehingga aku selalu merasa sendiri. Padahal, miliaran orang berada.
Entah bagaimana jelasnya, aku sendiri tidak paham.Duduk melamun menatap kaligrafi Allah membuatku bertanya-tanya. Kenapa suasana di rumah ini berbeda dengan rumah Ayah, kenapa wanita itu rela suaminya menikah lagi dengan jalang sepertiku, kenapa Syauqi tidak pernah memperlakukanku secara kasar padahal pernikahan kami sebatas menyelamatkan bayi dalam kandungaku ini, dan satu hal yang membuatku bertanya-tanya.
Wanita itu, yang aku tau beberapa menit lalu bernama Aisya. Mengapa wanita itu tidak membenciku? Padahal sudah jelas aku penghalang antara mereka.Aku memeluk kedua lututku, melamun dengan suasana hangat setelah Shalat yang ku tinggalkan beberapa tahun lamanya.
Merasa cukup, aku pergi. Ketika melewati sebuah ruangan, aku mendengar tangis wanita. Tangis yang tidak terjeda.
Bisa aku bayangkan ia menangis menyentuh dadanya berusaha menguatkan, sesekali menutup kedua bibirnya menahan isakan, dan menundukkan wajahnya tak kuasa menahan beban.Aku hanya berdiri kaku di hadapan ruangan berpintu coklat itu, meskipun aku adalah jalang dan wanita yang begitu hina. Aku tau jiwa wanita itu terluka. Tak terasa aku ikut menangis namun langsung aku seka dengan tanganku.
Berniat berlalu pergi, sebuah tangan menahanku.
"Masuklah, istirahat. Jaga calon anakku." katanya.
Anak? Dia mengatakan bayi yang tidak aku inginkan ini adalah anaknya yang jelas-jelas bukan dari darah daginya. Aku hanya mengangguk menuruti. Ku lihat Syauqi menyentuh knop pintu dan melangkah masuk.
Baru saja satu langkah aku ayunkan, suara pekikan seorang wanita dan riuh obrolan membuatku menegang. Aku? Apa aku kembali menjadi manusia tak di harapkan? Seperti dulu.
Author Pov.
"Jangan dekati aku. Aku tidak ridho!"
Teriakan wanita yang menolak tubuhnya di gapai lelaki yang tidak haram untuknya terdengar jelas, pilu karna terbata tangisan.
"Aisya! Jangan seperti ini,"
Dia menggeleng, bahasa tubuhnya mengatakan tidak tau. Wanita itu bingung harus seperti apa. Lelaki di hadapannya benar-benar membuatnya menjadi wanita dengan raga separuh jiwa.
"Aku bilang jangan sentuh aku!!"
Keadaan jiwanya yang sendu dan panas membuat saraf otaknya tidak bekerja. Ia hanya tidak ingin disentuh se incipun oleh lelaki di depannya. Ia tidak sanggup, tapi tetap saja lelaki itu mendekat berusaha meraih lebih cepat.
"Kamu!" kata Syadza penuh penekanan. Ia bergerak mundur dengan wajah penuh air mata hingga punggungnya menyentuh tembok.
"Kamu mengkhianatku Mas, kamu mengingkari nazar kita sebelum pernikahan. Kamu juga mengkhianati kepercayaan Ayah..."
"Aisya! Dengarkan dulu penjelasanku. Aku tidak pernah berniat mengkhianati kepercayaanmu. Aku mencintaimu... sangat!" Kata Syauqi membawa Syadza dalam pelukannya.
Ia meronta, mendorong Syauqi hingga menjauh.
"Lalu apa semua ini?! Siapa aku sebenarnya?"
"Semua ini ketetapan Allah sayang. Percayalah..."
"Lagi-lagi kalian selalu mengatakan jika semuanya adalah ketetapan Allah jika semua itu berkaitan dengan menyakiti hatiku. Seolah-olah Allah menuliskan jalan hidup penuh duka untukku? Apakah seperti itu Mas?"
"Jangan mendzolimi dirimu sendiri Aisya!" bentak Syauqi.
Mendengar lelakinya membentak, ia menggeleng tak percaya.
Kakinya lemah, ia tertunduk. Mengusap wajahnya sejenak. Lalu menghadap lelaki yang memandangnya sendu tengah duduk sejajar dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syauqillah Syadzahra 2
SpiritualSyadza menunduk, tak kuasa menatap mata kekasihnya yang sendu. Jari putih pucatnya tergerak mengusap rahang kokoh milik kekasih. "Dengarkan aku kali ini, aku yang akan bicara." kata Syadza sembari mengecup pipi Syauqi syahdu. Ia bergerak mundur, me...