SS'2 BAB 5

1.2K 76 36
                                    


Aku tidak tau
Aku hanya tak ingin bicara
Semua ini terasa begitu membingungkan
Kamu dan ketetapan Allah yang mengejutkan membuatku merasa mati baik raga dan jiwa meskipun pada nyatanya aku manusia dengan denyut nadi yang masih berada

***

"Maaf, saya hanya bisa menyajikan ini. Bang Hafudz dan Tania sudah pergi beberapa jam lalu, dan saya tidak menemukan sesuatu di dalam lemari es."

Syadza berucap dingin, matanya menerawang kosong sembari meletakan satu persatu masakannya. Masih sama dengan pandangan kosong, ia siapkan nasi sesuai porsi pria dihadapannya, lauk dan alat makan pada umumnya kemudian ia berikan dengan tangan dingin. Sungguh meski beberapa jam yang lalu mereka saling memeluk di gelapnya pagi, Syadza tetap merasa tersakiti. Ia bingung harus bagaimana.

"Kamu tidak makan?" Kata Syauqi menatap Syadza bingung.

"Tidak, saya sedang puasa hari ini."

"Kenapa tidak memberitahuku? Aku suamimu!?"

"Apakah semua kegiatan yang saya lakukan masih perlu anda ketahui?" Tanya Syadza dingin.

Gemretak rahang Syauqi terdengar, matanya memerah. Rasanya gelisah sekali, Syadza menjadi orang yang dulu ia kenal dingin dan tak tersentuh. Bahkan seharusnya mereka berdua saling membangunkan untuk shalat kini tidak lagi. Syadza seolah menghindar untuk mendengar pernyataannya.

Bagi Syauqi, Syadza yang diam seperti ini bukanlah jiwanya. Mirisnya, wanita yang menjadi istrinya satu tahun ini berpenampilan berbeda. Seolah dirinya adalah orang asing.

"Cadarmu!" bentak Syauqi.

Meski berusaha tenang, sejujurnya Syadza sudah tak kuasa menahan tangis. Tapi lagi-lagi ia hanya diam tidak menatap Syauqi.

"Aku tidak akan makan sebelum kamu melepas cadarmu Aisya!"

"Maaf," jawab Syadza lirih.

"Apa yang salah denganmu!"
Tanpa Syauqi sadari, Ia menjadi pribadi yang berbeda. Sosok yang tak pernah marah kini sebaliknya. Syadza duduk menegang, tangannya mengepal kuat meremas gamis hitamnya. Cadar yaman yang ia kenakan sudah basah oleh air mata yang tersamarkan. Untunglah, ia kini menggunakan cadar yang menutup separuh matanya.

"Aisya..." panggil Syauqi lirih berusaha menyentuh tangan istrinya namun Syadza menolak. Suasana rumah Hafidz seolah mencekam. Tidak ada pembicaraan, hanya hawa dingin yang menyeruak.

"Iya.." jawabnya berusaha menahan tangis.

"Maaf..."

"Tidak apa-apa. Saya sudah ridho."

"Aku akan menjelaskan semuanya," Syauqi kekeh meyakinkan.

"Tidak, tidak perlu..."

"Aisya!"

"Kenapa? Apa yang salah denganku Mas. Apa?"
Dadanya bergemuruh, bahunya bergetar dan tuturnya terbata.

"Tidak ada." Jawab Syauqi singkat.

"Makanlah, aku pergi sebentar."

Pamit Syadza pergi. Sementara Syauqi hanya bisa diam. Sebenarnya ia juga tidak tau bagaimana menjelaskannya. Ia tau istrinya tidak sejahat itu, dan  bagaimana dengan Clara yang juga istrinya? Ah memikirkan itu membuatnya frustasi dan memutuskan pergi tanpa memberi pamit.

***

Syauqi berjalan memasuki rumahnya dan Syadza dengan lemas. Kini rumah itu tidak bisa dikatakan istana mereka berdua, namun Istana mereka bertiga.
Merasa seperti pecundang yang lari dari masalah, ia tinggalkan istrinya dan memilih berdiam tanpanya. Aneh, memang. Tapi itulah yang tengah Syauqi rasakan.

Syauqillah Syadzahra 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang