SS'2 BAB 8

713 52 11
                                    

Jika ingin melepaskan seseorang, maka ingatlah dulu ketika kamu akan mendapatkannya.

***
"Assalamualaikum," salam Syadza dengan lesu, tak ada tenaga padahal sehari ini ia hanya menunggu dan duduk. Tapi entah kenapa seolah tenaganya habis terkuras. Mungkin karena berpikir dan menangis sehari tadi hingga ia kembali ke rumah sore ini, bahkan ia sudah berjanji pada Clara akan menjemur pakaian.

Ia berjalan pelan sembari mencari tumpuan yang sebenarnya semu untuk digenggam, tangan kirinya membawa paperbag berisi makanan, matanya menjelajah ke seluruh ruangan tapi sepi yang ia temukan.
Syadza menuju ke dapur, ia letakan makanan beberapa di dalam lemari es lalu sisanya ia bawa pergi esok.

Satu gelas air ia tenggak habis, kerongkongannya yang tandus kini bak perkebunan subur.

"Mas," panggil Syadza lirih, padahal ia tau jika tak ada seorangpun di rumah ini dan tidak akan ada yang mendengar ia berbisik.

"Mas, kita akan punya si kecil lucu," matanya tertutup rapat, bibirnya kembali membisu setelah mengucapkan kalimat syahdu, dan saat ini hanya air mata yang berbicara betapa nelangsanya wanita malang ini.
Bersandar di depan lemari es, wajah pucat, mata sembab membuatnya semakin malang. Tapi Syadza tau, jika ia harus bertahan demi janin dalam rahimnya yang ia nantikan dua tahun ini. Allahumma Sholli'alla Muhammad.

Syadza bergegas ke kamar, ia kunci pintu dan kembali menatap hasil USG sembari duduk di tepi ranjang, wajah ayunya tersenyum dan air mata tak bosan kembali bersaksi. Setelahnya segera ia menyimpan hasil USG ke dalam lemarinya, ia buka kotak yang sebelumnya diperlukan sandi dan ia letakan disitu berserta hasil tes kesehatannya. Yang ia perlukan saat pergi jauh hanyalah vitamin, bukan hasil USG dan mungkin Syadza lupa jika yang ia butuhkan selain vitamin adalah Syauqi.

"Huh" helaan nafas wanita ini terdengar berat, ia berusaha menghilangkan semua beban dipikirannya dengan sekali tarikan nafas.

"Aku hanya perlu lebih bersabar sampai esok tiba, dan aku bisa pergi dengan bayiku tanpa Syauqi." kata Syadza di depan cermin besarnya.

"Siapa yang harus aku kabari tentang berita ini?" tanyanya lagi pada diri sendiri.

Syadza menggeleng cepat,
"Tidak, sebelum pergi aku tidak boleh memberitahu siapapun." jawabnya pada diri sendiri.

"Iya tidak perlu!" sentaknya.

Syadza lantas berbaring, mengusap rahim dari balik jubahnya dengan lembut, ia berdzikir kepada Allah memohon ampunan dan pertolongan.
Dari lantai dua letak kamar tidurnya Syadza mendengar mobil milik kekasihnya terparkir, hanya mendengar deru mobil saja membuat jantunya lebih cepat berdetak. Tak terpikirkan lagi bagaimana ketika ia bertemu Syauqi.

Tentang bagaimana ia harus bersikap di hadapan Syauqi sebelum pergi, Syadza sudah memikirkannya dari Rumah Sakit.
Wanita ini berbenah, segera membersihkan diri untuk menyambut kekasihnya hadir kembali. Ia semangat kali ini dan untuk terakhir kali.
Langkahnya cepat dan tangannya kuat dalam membuka knop pintu. Ia tersenyum bak peran utama dalam film bollywood, langkah demi langkah membawanya turun dari puluhan anak tangga, matanya mencari sosok dambaan hati tapi apalah daya jika Allah berkehendak seperti ini. Kesempatan menyambut kekasih sudah tak lagi terisi oleh wanita ini, melainkan sosok yang lebih cantik tengah membawakan tas kerja milik kekasih, melewati tubuhnya yang mungil tanpa sepatah kata penghangat diri.

Syadza tersenyum setelah Syauqi dan Clara berlalu, ingin menangisi dirinya yang malang tapi takut menjadi wanita yang tak tahu malu. Seharusnya ia bahagia dan senang melihat pujaan hati tidak lagi bingung dalam mengurusi diri dengan bidadari yang lebih baik dan cantik dari diri sendiri.

Syauqillah Syadzahra 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang