Jimin menghela napas bosan karena terus menyaksikan Namjoon yang mendengus dan menggeram kesal selama rapat mereka berlangsung tadi. Sebenarnya Jimin merasa sedikit iba melihat temannya itu terlihat sulit berkonsentrasi padahal ini adalah rapat yang cukup penting. Dari awal hingga akhir, Namjoon tampak tidak begitu memahami alur pembicaraan yang dibahas sedari 2 jam yang lalu.
Mata Jimin bergerak mengikuti tubuh Namjoon yang mendudukkan diri dengan keras di sofa setelah mencuci muka. Melihat bagaimana rambut Namjoon yang basah hingga menetes membasahi kemeja pria itu, Jimin yakin jika Namjoon mengusak kuat wajahnya.
“Kau terlihat buruk” komentar Jimin begitu Namjoon mulai mengatur napas menjadi lebih tenang dari sebelumnya.
Namjoon menggeleng pelan. “Entahlah”
“Kalau kau mau bicara, aku mungkin bisa membantu” usul Jimin.
“Aku bahkan tidak tahu apa masalahnya”
Jimin menghela napas. Sejak kecil, ia selalu menganggap Namjoon itu sempurna dan menjadi sosok panutan terbesar dalam masa remajanya. Dalam dunia bisnis, Namjoon juga menjadi acuan Jimin dalam menjalankan perusahaan turunan keluarganya. Tiba-tiba saja sosok yang menjadi idolanya itu berubah seperti remaja labil.
“Kau bisa katakan, apa yang kau rasakan sekarang”
Namjoon memandang atap-atap ruang kerjanya sesaat kemudian mengerjap menatap wajah Jimin yang tampak sangat penasaran dengan kondisinya yang aneh.
“Sejak tadi malam tiba-tiba saja aku merasa aneh” ucap Namjoon kemudian. “Seperti sangat sedih, gelisah, dan entahlah aku merasa patah hati, mungkin?”
“Bagaimana kabar Seokjin sekarang?”
“Huh?”
Jimin menahan tawanya. Ia baru tahu kalau Namjoon bisa sebodoh itu. Perasaan yang dirasakan Namjoon sekarang pasti berasal dari Alpha dalam tubuhnya yang terikat dengan Omega Seokjin.
“Coba kau ingat-ingat apa yang terjadi belakangan ini antara kau dan Seokjin” ujar Jimin memberikan saran sehalus mungkin.
Jimin tahu jika Namjoon dan Seokjin merahasiakan bahwa keduanya telah mating. Tentu ini berkaitan dengan pernikahan keduanya yang hanya setelan sesaat. Sebagai teman yang baik, Jimin merasa perlu memberi Namjoon privasi dalam mengurus kehidupan pribadinya.
Namjoon diam sebentar mendengar saran Jimin. “Apa korelasinya dengan Seokjin?”
“Mana aku tahu, kau yang tahu” jawab Jimin terkekeh kemudian bangkit melangkah keluar ruang kerja Namjoon. Memberikan ruang bebas bagi temannya untuk berpikir.
Jimin melangkah menuju lantai dasar kantor Namjoon untuk segera kembali ke kantornya mengingat masih ada yang harus ia kerjakan sebagai tindak lanjut dari rapat yang baru saja dilakukan. Sembari berjalan dengan penuh wibawa seperti biasanya, ia mengetik nama seseorang dalam pencarian kontak di ponselnya.
Jimin mendekatkan ponsel mahal itu ke telinganya sambil menunggu yang di seberang memberikan jawaban.
“Yoon, kau ada waktu bertemu?”
•
•
•Dengan jeli mata Seokjin memperhatikan laptop yang ada di hadapannya. Memastikan lagu dan iringan instrumen untuk pementasan fakultasnya sudah lengkap. Sesekali memutar utuh isi file itu hingga mengabaikan Yoongi yang sudah repot-repot datang untuk mengantarkan lagu dan instrumen permintaan Seokjin beberapa waktu lalu.
“Aku membuatnya persis seperti pesananmu” ucap Yoongi memecah keheningan diantara keduanya. “Tidak perlu seragu itu”
Seokjin melepas headphone yang dikenakannya. “Aku hanya memastikan”
KAMU SEDANG MEMBACA
Burn The Soul [NamJin]
FantasíaSeokjin is a lucky person. Money, Smart Brain, and Position. He has everything that people want. • But Namjoon has more than that. He has everything that Seokjin needs. why its you? why should you? why i can't leave you? -2015, i need u Namjin Fanfi...