Matahari sudah mulai nampak dan memancarkan sinarnya memasuki kamar Seokjin lewat celah jendela yang tidak tertutup korden. Mau tidak mau, Seokjin harus membuka matanya. Ia mengerjap pelan berusaha mengumpulkan kesadaran dirinya. Seokjin membuang napas kasar dan berbaring miring menghadap ke arah kanan, tempat Namjoon biasanya tidur.
Sudah beberapa hari sebelah kanan ranjangnya kosong. Namjoon tidak bohong tentang ucapannya yang akan meninggalkan Seokjin. Sudah beberapa hari juga Seokjin merasa seperti Omega dalam tubuhnya mati rasa. Omeganya seperti terlalu sakit hati sehingga tidak bisa berbuat apa-apa. Seokjin rasa ia sudah membunuh Omeganya sendiri.
Setelah Namjoon yang memutuskan pergi, hidup Seokjin terasa begitu hampa. Bangun tidur yang terasa melelahkan, sarapan pagi yang terasa hambar, dan hidupnya menjadi kurang bersemangat. Ditambah Omeganya sama sekali tidak mengajak Seokjin berinteraksi. Ia merasa benar-benar sendirian saat ini.
Seokjin tidak tahu sudah berapa lama Namjoon pergi. Batinnya terasa pedih saat mengingatnya. Bagi Seokjin hari berlalu dengan tanpa rasa.
Kaki Seokjin melangkah perlahan menuju ruang makan di mana Bibi Hwang tengah menyiapkan sarapan untuknya.
Hanya untuk Seokjin.
Kini Bibi Hwang hanya menyiapkan sepiring nasi, mangkuk sayur, dan mangkuk lauk serta beberapa tambahan lainnya untuk satu orang.
"Ah Seokjin! Kau bisa sarapan sekarang" ucapnya dengan senyum merekah menyambut kedatangan Seokjin.
"Terimakasih" jawab Seokjin kemudian bergegas memakan sarapannya.
Hanya terdengar dentingan dari alat makan Seokjin dan sesekali suara Bibi Hwang yang membersihkan dapur. Tidak ada lagi suara dering ponsel yang terus berbunyi entah itu panggilan masuk atau pesan masuk dari ponsel Namjoon.
Seokjin menghentikan makannya dan menatap Bibi Hwang. "Apa yang Namjoon katakan pada Bibi sebelum dia pergi?"
"Dia bilang ada urusan penting dan Namjoon memintaku untuk mengurusmu dengan baik" jawabnya sembari sesekali melirik pada Seokjin.
"Namjoon tidak bilang dia akan kemana?"
Bibi hwang terdiam tidak menjawab apapun.
"Bi?" panggil Seokjin.
"Apa kalian bertengkar?" tanya Bibi Hwang menghentikan aktivitas mencuci alat masaknya dan menatap lekat wajah Seokjin.
Yang ditanya justru tertunduk sedih penuh sesal.
Segera Bibi Hwang membersihkan tangannya dan menghampiri Seokjin yang berwajah muram itu. Ia merangkul pundak Seokjin dan sedikit menariknya untuk merapat pada tubuhnya. Satu tangannya digunakan untuk meraih sisi lain tubuh Seokjin. Berusaha memberikan kehangatan pada tubuh pasangan majikannya itu.
"Kalian sudah menjadi pasangan, Namjoon pasti akan segera kembali" ucapnya menenangkan Seokjin.
Seokjin menggeleng lemah. "Namjoon akan menceraikanku"
"Tidak!" bantah Bibi Hwang tegas. "Namjoon tidak akan melakukan itu, aku mengenalnya dengan sangat baik. Dia sangat mencintaimu"
Tangan Seokjin meremas sweater yang dikenakannya sendiri. Dengan takut-takut ia menatap mata Bibi Hwang. "Namjoon mencintaiku?"
"Kau berani meragukan Alphamu sendiri?"
Seokjin menunduk bersalah. "Apa ada sesuatu yang kalian ketahui tapi aku tidak?"
Bibi Hwang tersenyum hangat dan mengusap kepala Seokjin dengan sayang. "Dia sangat senang sampai tidak bisa tidur di malam kalian akan menikah. Namjoon sampai memberi traktir seluruh pegawai di kantornya saat kau dinyatakan pulih dari depresi. Percayalah padaku, dia selalu memperhatikanmu dan sangat khawatir pada kondisimu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Burn The Soul [NamJin]
FantasíaSeokjin is a lucky person. Money, Smart Brain, and Position. He has everything that people want. • But Namjoon has more than that. He has everything that Seokjin needs. why its you? why should you? why i can't leave you? -2015, i need u Namjin Fanfi...