BAB 8

4.9K 239 3
                                    

"Bisakah kita bicara" ucapnya.

Langkah Hanum terhenti dan lalu menoleh kepada laki-laki bermata tajam itu.

"Sepertinya tidak ada yang perlu kita bicarakan" ucap Hanum, ia meneruskan langkahnya melewati Tibra.

Tibra ingin membiarkan Hanum begitu saja, tapi entahlah ia reflek menahan langkah Hanum. Tibra mencekal pergelangan tangan Hanum. Hanum melotot tidak percaya apa yang Tibra lakukan terhadap dirinya. Hanum melihat para tamu undangan yang ingin masuk, mulai memperhatikan dirinya dan Tibra.

"Apa yang akan kamu lakukan" ucap Hanum. Hanum merasakan pergelangan tangannya di cekal Tibra.

"Lepaskan tangan kamu" ucap Hanum dengan berani, ia tidak peduli bahwa Tibra dulu adalah atasannya. Toh, sekarang Tibra bukan atasannya lagi, yang harus bersikap sopan.

"Lepaskan,"Hanum memberontak.

Tibra semakin mengeratkan cekalannya, lalu menarik tangan Hanum menjauh dari ballroom. Hanum menyeimbangi langkah Tibra hingga terseok-seok. Hanum baru tahu, bahwa Tibra ternyata memiliki gangguan pendengaran. Lihatlah laki-laki itu tidak mendengar apa yang ia bicarakan.

"Apa yang kamu lakukan disini" ucap Tibra, lalu melepaskan cekalan tangannya.

Tadi Tibra tidak sengaja melihat Hanum, berada di dekat ballroom. Tibra mengenal betul siapa pemilik wajah cantik itu. Tibra memperhatikan wanita itu dari kejauhan, setelah bertemu salah satu klien nya di Hotel ini. Tibra melangkah mendekati Hanum, sepertinya wanita itu tidak menyadari kehadirannya, karena wanita itu sedang sibuk dengan ponselnya. Wanita itu begitu cantik ketika tertawa.

"sepertinya itu bukan urusan kamu".

"Kamu sudah bekerja" ucap Tibra, ia memperhatikan penampilan Hanum, wanita itu mengenakan pakaian kerja yang sempurna.

"Untuk apa kamu tahu saya sudah bekerja atau tidak."

Tibra memandang iris mata Hanum, wanita ini masih tidak menyukai dirinya. Hanum masih tidak bisa diajak kompromi, tidak menjawab pertanyaanya. Ia baru melihat ada seorang wanita bersikap acuh terhadap dirinya. Selama ini wanita silih berganti jatuh di pelukkanya tanpa ia pinta. Tibra menyungging bibir memperhatikan Hanum.

"Bagus, jika kamu sudah mendapat pekerjaan lagi" ucap Tibra.

Hanum hanya diam, ia tidak tahu akan berbuat apa, karena Tibra masih enggan menyingkir dari hadapannya.

"Jika tidak ada yang harus di bahas, sebaiknya menyingkirlah dari hadapan saya. Saya harus masuk ke dalam, karena acara sudah di mulai".

"Apakah yang menelfon tadi kekasih kamu" tanya Tibra penasaran.

Hanum mengerutkan dahi, ia tidak percaya bahwa Tibra bertanya seperti itu kepadanya. Untuk apa laki-laki itu menanyakan hal yang sama sekali tidak penting untuk dia ketahui.

"Itu bukan urusan kamu" ucap Hanum, ia lalu mendorong tubuh Tibra menjauh dari hadapannya. Tapi tubuh itu sama sekali tidak bereaksi apa-apa atas dorongannya. Laki-laki itu justru mengurungnya dengan tangannya, seolah ingin menciumnya. Jantung Hanum maraton, karena hembusan nafas Tibra terasa di permukaan kulitnya.

"Mau apa kamu sebenarnya," ucap Hanum.

Tibra mendekatkan wajahnya, ia dapat merasakan harum mawar putih dari tubuh Hanum, aroma tubuh itu begitu ringan dan lembut. Sehingga ia ingin berlama-lama di posisi seperti ini. Tibra mendekatkan wajahnya ke telinga kiri Hanum, dan lalu berbisik.

"Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih," ucap Tibra.

Jantung Hanum maraton, ketika Tibra berbisik tepat di telinganya. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang hinggap di perutnya.

PESONA CINTA CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang