BAB 1

15.5K 349 1
                                    


"Oh, Tidak !" Umpat Hanum.

Hanum menstater mesin mobilnya berkali-kali. Hampir sepuluh menit ia sudah mencoba membolak-balik kunci mobilnya dari trun on dan trun off. Ia melirik jam yang melingkar ditangannya. Menunjukkan pukul 13.21, Hanum masih mencoba menstater mobil itu.

"kamu pasti bisa hidup. Kamu harus hidup, jam dua nanti, saya ada meeting penting". Hanum memukul setir mobilnya.

Hingga akhirnya, ia sudah tidak sanggup lagi untuk menghidupkan mobil itu. Hanum mengambil ponsel di dasbor, ia mulai membuka layar ponsel itu dengan pola kombinasi. Ia mencari kontak Sam, nama kepanjangannya sih Samsudin. Hanya si Sam itu gengsi jika dipanggil Udin.

Hanum meletakan ponsel itu di telinga kirinya. Suara sambungan terdengar, tidak menunggu waktu lama, akhirnya sang pemilik ponsel menjawab panggilannya.

"Iya, Hanum" suara Sam terdengar jelas dibalik speaker.

"Sam, mobil saya mogok lagi" ucap Hanum. Hanum menyandarkan punggungnya di kursi.

"Mobil lagi, mobil lagi. mobil itu harus di mesiumkan Han. Ini sudah kesekian kalinya mobil kamu mogok. Udah deh, jual aja mobil itu, nyusahin" ucap Sam protes, karena kesekian kalinya Mobil itu mogok dan lagi-lagi dirinya menjadi korban.

"Ya, mana saya tahu Sam, mobil saya bakalan seperti ini, padahal bulan lalu mobil ini sudah saya bawa ke bengkel. Pihak bengkel bilang tidak apa-apa, mesinnya masih bagus".

"Bagus dari mana ! mobil kamu itu sudah seharusnya di jual kiloan Han" timpal Sam.

"Sam, kamu tahu kan, saya tuh harus bayar cicilan apartemen setiap bulan. Saya enggak mungkin beli mobil, kalau gaji saya diatas 20 juta, dari dulu sudah beli mobil baru kali".

"Itu hanya alasan klasik kamu Han, saya sudah bosan mendengar alasan-alasan kamu itu".

"Kamu sebenarnya dari mana sih Han, keluar enggak jelas kayak gitu".

"Saya tu tadi dari BPJS, ada laporan keluar karyawan, hari ini tanggal 20. Anak receptionis mendadak resign jadi sebelum tutup buku saya harus keluarin dulu".

"Kenapa keluarnya mepet gitu, enggak tahu, hari ini kita general meeting, bisa berabe jika enggak ikut. Kamu tahu atasan kamu itu killernya seperti apa".

Hanum tertawa, "atasan saya, atasan kamu juga Sam".

Hanum menyengir, ia mengarahkan kaca dasbor menghadap dirinya. Ia mulai berkaca dan menatap wajahnya masih terlihat cantik serta lipstik merah masih utuh di bibirnya.

"Jadi, sekarang gimana dong Sam" ucap Hanum memelas.

"Posisi kamu dimana?" Tanya Sam.

"Di Slipi".

"Kenapa bisa berada disitu, bukannya BPJS tidak terlalu jauh dari kantor".

"Antriannya panjang Sam, kamu tahu sendiri kantor pusat tu ramai Sam, sampe meleleh nungguinnya".

"Oke kamu, tetap disitu. Saya harus minta bantuan".

Hanum mengerutkan dahi, "minta bantuan dengan siapa Sam?".

"Teman saya Han, temannya teman saya punya bengkel mobil. Jadi kamu tunggu saja disitu, jangan kemana-mana".

"Jadi bukan kamu yang jemput saya?" Ucap Hanum.

"Han, jam dua tuh kita general meeting, saya enggak bisa jemput kamu. Kamu tahukan perwakilan dari Departemen HR hanya kita berdua".

"Oke".

"Han, sebaiknya kamu hubungi sekretaris pak Tibra atau telfon pak Tibra cari aman, nanti kamu di caraiin loh. Kamu tahu kan waktu itu si Cici anak accounting enggak datang, setelah itu dipanggil bos. Malah si Cici ngajuin surat resign".

"Iya sih, saya sebaiknya telfon sekretarisnya aja deh. Makasih ya Sam".

Semua karyawan kantor menyebut pak Tibra kami yaitu Bos yang tidak berprikemanusiaan. Jika enggak ada pak Tibra semua bakalan aman, tentram dan bahagia. Hanum beruntung karena kantornya terletak paling ujung dan paling atas dari kantor departemen lainnya. Sehingga ia tidak pernah berhadapan langsung dengan pak Tibra.

Hanum masih menunggu bantuan dari Sam. Sam adalah teman satu ruangan yang mengurusi semua kontrak karyawan. Hanum lebih memilih mengambil ponsel miliknya, ia menyibukkan diri membuka instagram.

Notifikasi masuk, 2 pesan dari Sam.

SAM. 13.58

Sebentar lagi temen saya namanya Beni datang.

SAM. 13.58

Ingat namanya Beni ! Saya meeting, sepertinya semua sudah ngumpul. Hanya kamu yang tidak ikut meeting, bersiaplah bos akan memanggil kamu besok.

Hanum. 13.59

Palingan dipanggil gitu doang, di sumpel dengan bibir palingan diam.

Sam. 13.59

Emang sudah pernah rasain bibir pak Tibar?.

Hanum. 14.00

Belom sih, pengen juga kalau di kasih Sam.

Sam. 14.00

Pak Tibra enggak bakalan mau sama wanita seperti kamu. Minimal seperti Dian sekretarisnya yang sexy itu. Janganlah bermimpi Hanum.

Sam. 14.00

Saya meeting, jangan ganggu.

Setelah itu Hanum menyudahi pesan dari Sam, Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan dari jendela.

Hanum bergegas menyimpan ponselnya di dasbor. Ia lalu membuka hendel pintu mobil. Hanumdiam sesaat, ia menatap laki-laki yang tidak jauh darinya. Laki-laki itu memakai kaos hitam, dengan kaca mata yang bertengger di sisi hidungnya. Hanum hanya diam, ia akui bahwa laki-laki dihadapannya ini sudah tampan. Terlihat dari hidungnya yang mancung, serta tubuhnya yang bidang. Kaca mata hitam itu menutupi matanya, justru menambah ketampanan laki-laki itu, dibawah teriknya matahari, kulit coklatnya begitu eksotis.

"Kamu namanya Hanum?" Tanyanya.

Hanum mengangguk, suara itu terdengar sexy. "Iya" ucap Hanum.

"Saya, Jonatan, panggil saja Jo".

Hanum mengerutkan dahi, masalahnya nama itu sedikit berbeda dari nama yang dibilang Sam, itu adalah Beny bukan Jonatan.

"Jo?".

"Saya temannya Beni" ucap Jo lagi, Jo tahu wanita itu bingung.

Hanum mencoba tenang, dan ia mulai mengerti, "saya Hanum".

*******

PESONA CINTA CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang