BAB 9

4.7K 184 0
                                    

"Karena kamu lebih pantas menjadi pemiliknya" ucap Jo.

Hanum tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia terdiam, ketika Jo mengatakan itu kepadanya. Jantungnya kembali maraton, Hanum menahan debaran jantung.

"Kamu lebih pantas menjadi pemiliknya" ucapnya lagi.

"Jo ..."

Jo mendengar suara klakson dari belakang. Jo mengalihkan pandangannya lurus ke depan dan kembali memfokuskan kembali setirnya. Jo tersenyum penuh arti, setelah mengatakan itu kepada Hanum.

"Kamu pasti mengerti maksud saya" ucap Jo, ia mengedipkan mata menggoda Hanum.

Hanum masih sulit percaya, bahwa Jo ternyata bisa menggodanya seperti ini. Oh Tidak, betapa tampannya laki-laki itu ketika mengedipkan mata.

Suasana di dalam mobil mendadak gerah. Jo terlalu terbuka menurutnya, ini masih terlalu awal untuk membicarakan hal seperti itu. Ini bahkan pertemuan pertama antara dirinya dan Jo.

Tidak butuh waktu lama, Jo menghentikan mesin mobil, di salah satu rumah berpagar hitam. Jo memarkir mobilnya disana. Hanum mengedarkan pandangan kesegala penjuru area rumah bercat putih itu. Rumah yang asri dan tenang menurutnya, tumbuhan yang terawat rapi menghiasi halaman rumah, mungkin ada tukang kebun khusus untuk merawat tumbuh-tumbuhan itu.

"Ini rumah orang tua saya" ucap Jo, ia membuka sabuk pengaman dan menatap Hanum.

"Kamu masih tinggal di sini" tanya Hanum, ia juga membuka sabuk pengaman.

"Tidak, saya tinggal sendiri, di bengkel, tepatnya di atas showroom. Setelah ini saya akan mengajak kamu ke tempat tinggal saya."

"Jo ..."

"Apakah kamu tidak mau."

"Oh Tuhan, bukan seperti itu maksud saya." Ucap Hanum.

"Kenapa."

"Bisakah kamu tidak terlalu blak-blakkan seperti itu."

Jo tertawa dan ia mendekatkan tubuh menghadap Hanum. Jo menatap wajah cantik itu secara dekat. Wajah itu begitu simetris, matanya bening, serta hidungnya tidak terlalu mancung. Sebagai laki-laki, ia akui bahwa Hanum cantik. Jo lalu memperhatikan bibir tipis yang sedari tadi menggoda dirinya.

"Saya memang seperti itu, kepada setiap wanita yang ingin saya dekati, dan saya tidak perlu berbasa-basi, seperti ABG yang ingin berkencan. Saya laki-laki dewasa dan kamu wanita dewasa, sepertinya tidak terlalu sulit untuk menyampaikan maksud itu."

"Jo ... "

"Kamu berkata seperti itu, seakan ingin meminta cium kepada saya. Bersabarlah nanti akan saya lakukan, karena ibu telah menunggu kita," ucap Jo.

Hanum hampir tersedak mendengar ucapan Jo. Oh Tidak, Jo ternyata memiliki pikiran negatif kepadanya. Ia ingin sekali meninju kepala Jo, agar menyadarkan laki-laki itu dari pikiran mesumnya.

Jo menjauhi wajahnya dan lalu membuka hendel pintu. Jo tersenyum dan ada rasa bahagia ketika menggoda Hanum. Jo melirik Hanum, wanita itu mengikuti langkahnya. Jo membawa Hanum menuju pintu utama.

Hanum mengedar pendangannya ke segala penjuru ruangan. Ruangan yang di dominasi warna putih, rumah ini begitu cantik, tidak terlalu besar dan sangat pas di matanya. Hanum menatap wanita separuh baya berjalan mendekatinya. Hanum melirik Jo, laki-laki itu juga menatapnya.

"Apa yang kamu lakukan terhadap ibu saya, sehingga membuatnya seperti ini, hemm." Gumam Jo pelan, tepat di telinga kiri Hanum.

"Mungkin ibu kamu telah jatuh cinta pada pesona saya, karena saya wanita yang menarik dan menggemaskan" gumam Hanum.

Jo mendengar itu lalu tertawa, "ya, kamu memang sangat menggemaskan,".

Hanum lalu ikut terkekeh, mendengar pernyataanya sendiri.

Hanum berjalan mendekati ibu Jo, yang berjalan mendekatinya. Hanum berikan senyum kepada wanita separuh baya itu.

"Hanum, apa kabar,"

Ibu lalu memeluk Hanum, sedetik kemudian ia lepas pelukan itu, dan memandang wajah cantik itu.

"Baik tante, tante apa kabar," ucap Hanum, Kini ia beralih di samping ibu. Ibu membawanya menuju ruang keluarga.

"Kamu pasti lelah, pulang kerja langsung ke sini," ucap ibu, beliau duduk di sofa di ikuti Hanum.

"Enggak kok tante," ucap Hanum.

"Mau bantu tante masak."

"Tentu saja tante" ucap Hanum, Hanum menyimpan tasnya di sofa begitu saja.

*******

Jo memandang Hanum dan ibunya di sana. Ke dua wanita itu sibuk memasak, sesekali ia melihat tawa ibu dan Hanum. Ia tidak tahu apa yang di bicarakan ke dua wanita itu, sehingga terlihat sangat akrab. Jo bahagia melihat kebersamaan mereka. Jujur ini pertama kalinya ibu, merasa bahagia bersama wanita yang dulu ia anggap bukan wanita suci, karena berkeliaran di club malam. Jujur ia memang tidak menyukai wanita yang sering menghabiskan waktunya di sana. Baginya tempat yang paling aman untuk wanita adalah di rumah.

Tapi sekarang, wanita itu telah mencuri hati wanita yang paling ia sayangi di dunia ini. Tidak ada keraguan jika ia mendekati Hanum dan menjadi bagian dari hidupnya.

"Kekasih kamu cantik,".

Jo lalu menoleh ke samping, dan ia tahu betul siapa pemilik suara berat itu. Jo tersenyum menatap sang ayah, yang kini berada di sampingnya.

"Masih calon pa" ucap Jo.

"Calon mantu papa maksudnya,"

Jo tertawa, dan ia melirik ayah, "Hemm ya, sepertinya begitu,"

"Kamu kenal di mana" tanya ayah penasaran.

"Kenal di jalan, waktu itu mobilnya mogok, dan Jo menjadi superhero wanita itu."

Ayah tertawa melirik Jo, ayah meraih remote TV dan mencari siaran berita. "Dia anak mana" ucap ayah penasaran.

"Dia dari kalimantan Pa, dulu dia kuliah disini, dia bekerja dan sekarang tinggal di Jakarta"

Ayah juga memandang ke dua wanita itu yang masih sibuk di dapur,

"Papa, suka dengan pilihan wanita kamu yang sekarang. Bukan seperti mantan kamu yang dulu, siapa namanya, papa lupa, Ririn itu kan. Di ajak ngomong saja susah, mantan kamu yang di pakek bahasa inggris terus itu" ucap ayah.

"Pa, Ririn itu bukan enggak mau ngomong, Ririn itu kalem, pa. Ririn juga sudah lama tinggal di Inggris, dan di sini dia juga di sekolah Internasional, wajar dia berbicara seperti itu"

"Tetap saja papa enggak suka, kesannya dia itu sombong Jo. Lebih baik seperti Hanum, walau dari daerah, tapi punya sopan santun, tata krama yang baik, ramah, dan dia juga cantik."

Jo tidak melanjutkan kata-katanya, karena Ririn adalah sebagian dari mantannya yang pernah ia perkenalkan dengan ke dua orang tuanya. Kemarin ia memang sempat ingin melamar Ririn, tapi ia mengurungkan niat itu, terlihat jelas kedua orang tuanya memang tidak terlalu suka kepada Ririn, dengan alasan yang tidak masuk akal menurutnya, karena Ririn terkesan sombong. Jo tahu, bahwa tanpa restu orang tua, pernikahan tidak akan pernah jalan dengan baik.

*********

PESONA CINTA CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang