BAB 7

5.1K 229 2
                                    

Sudah seminggu Hanum telah resmi bekerja di salah satu perusahaan di bidang perhotelan. Posisi Hanum disini sebagai staff HR. Sebenarnya sama saja dengan posisi di tempat yang lama, hanya di tempat Tibra gajinya jauh lebih tinggi, dan ia bisa menyisakan untuk membeli baju, tas, sepatu dan menycicil mobil, sepertinya sekarang ia akan sedikit berhemat.

Jenar tahu apa yang harus ia lakukan, karena ia telah bekerja di bidang ini sudah cukup lama. Human Resources of Development adalah salah satu staff yang berperan sebagai pengurus informasi lowongan kerja, calon karyawan dan memilih calon karyawan yang layak untuk direkrut oleh perusahaan.

Disini ia hanya bertugas mengurus administrasi kepegawaian dan mengurus absen. Di sini ia tidak sendiri ia bersama Ajeng, yang bertugas mengurusi kontrak karyawan serta perekrutan karyawan.

Hanum memandang form cuti, form change off, dan form change shift tersusun rapi di atas meja. Mungkin Ajeng telah menyusunnya disini. Hanum lalu duduk dan menghidupkan CPU komputer miliknya.

"Han, nanti jam 10, kita di undang untuk menghadiri ulang tahun Swiss Hotel" ucap Ajeng, ia menyerahkan undangan itu kepada Hanum.

Alis Hanum terangkat dan ia tersenyum melirik Ajeng. "Iya" ucap Hanum.

"Oiya, schedule anak GRO dan Receptionis SPA, karyawannya bilang di revisi ulang. Tadi saya simpan di map schedule kamu".

"Iya terima kasih" ucap Hanum.

Hanum memandang layar komputer dan ia membuka program absen. Ia tidak terlalu suka menunda pekerjaan, walaupun ia bisa kapan saja menginput schedule itu. Hanum menginput satu persatu form di hadapannya.

Tidak butuh waktu lama ia telah selesai menginput schedule itu. Hanum lalu mengambil paper bag yang tadi ia letakkan di dekat lemari berangkas. Hanum mengambil paper bag, yang bertulisan Bakery. Ia tadi membeli di salah satu outlet roti kekinian, yang pemiliknya salah satu artis terkenal.

"Kita sarapan dulu" ucap Hanum, ia mengeluarkan roti itu dan ia letakkan di atas meja.

Ajeng lalu mencomot roti itu, roti yang di bawa Hanum rasanya memang sangat enak dan lembut. Ajeng melirik Hanum, wanita itu tidak banyak bicara, dan terlihat murung. Tidak seperti biasanya ia seperti itu.

"Ada masalah dengan pacar" ucap Ajeng, karena tidak biasanya Hanum menjawab singkat seperti itu.

"Enggak lah, pacar aja enggak punya."

"Hemm, Kamu terlihat murung menurut saya."

Hanum mengedikkan bahu, "mobil saya baru saja berpindah tangan, tadi ke kantor saya naik bus way," ucap Hanum.

"Sudahlah enggak apa-apa. Adakalanya kita harus merelakan sesuatu yang kita sayangi demi masa depan yang lebih baik."

Ajeng tahu bahwa Hanum menjual mobil itu demi pendidikan sang adik.

"Iya".

Seketika pintu ruangan terbuka, Hanum dan Ajeng menoleh ke arah pintu. Hanum meletakkan roti yang di pegangnya, yang membuka pintu itu adalah pak Dedi Manager HRD, beliaulah yang merekrut Hanum, bekerja disini.

"Kalian nanti berdua pergi ulang tahun Swiss Hotel itu ya, saya tidak bisa pergi. Saya ada meeting manager sebentar lagi."

"Iya pak." Ucap Ajeng.

Pak Dedi lalu menutup pintu itu kembali. Sebenarnya ia suka bekerja menjadi staff HR. Tugas Devisi HR tidak terlalu banyak, seperti accounting. Hanum melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 09.30 menit. Hanum menatap penampilannya sekali lagi, pakaiannya sudah cukup rapi, untuk menghadiri ulang tahun itu.

"Yuk, kita pergi" ucap Ajeng, ia memasukan undangan itu di saku jasnya.

"Iya".

*********

Hanum dan Ajeng memilih berjalan kaki menuju Swiss Hotel yang berada di depan hotel tempatnya bekerja. Hanum akui bahwa Swiss Hotel ini lebih baik dari hotel tempatnya bekerja. Hanum dan Ajeng berjalan, menuju lobby yang letaknya di lantai 5. Para tamu undangan telah berdatangan termasuk dirinya.

Hanum dan Ajeng memilih duduk di pojok belakang. Karena ia dan ajeng bukanlah orang penting disini. Ajeng mengeluarkan ponsel miliknya, ia memandang layar persegi itu. Hanum mengerutkan dahi, ia tidak mengenal nomor yang tertera di layar.

"Saya angkat telfon dulu" ucap Hanum.

Ajeng mengangguk dan mempersilahkan Hanum keluar dari ruangan. Hanum kini beridri tepat di dekat pintu masuk ballroom, ia lalu menggeser tombol hijau pada layar, dan di letakannya di telinga kirinya.

"Halo" ucap Hanum,

"Hai, apa kabar," Ucap sesorang di balik speaker.

"Ini siapa" ucap Hanum. Jujur Ia tidak tahu, siapa pemilik suara berat itu.

"Saya Jo."

Hanum tidak menyangka bahwa Jo, masih mengingatnya dan lalu menghubungi seperti ini.

"Owh Jo, iya Jo ada apa?" ucap Hanum.

"Ibu saya mengajak kamu makan malam, apakah kamu bisa," ucap Jo.

Hanum teringat, dulu ia pernah berkenalan dengan ibunya Jo dan berbincang-bincang kepada beliau. Ibu Jo sangat baik dan ramah menurutnya.

"Kapan," ucap Hanum.

"Nanti malam," ucap Jo.

"Iya, bisa."

"Kamu ada dimana." Tanya Jo, karena ia mendengar suara musik di balik speakernya.

"Saya ada di dekat ballroom, saya sedang menghadiri ulang tahun Swiss Hotel. Kebetulan kantor kami di undang" ucap Hanum.

"Kamu sudah bekerja?".

"Iya sudah."

"Nanti pulang jam berapa".

"Jam empat."

"Nanti pulang kerja saya akan jemput kamu."

"Tapi ...".

"Apakah kamu ada janji dengan laki-laki lain, selain saya" ucap Jo.

"Tidak" ucap Hanum, ia menyandarkan punggungnya di dinding. Ia memandang para tamu undangan berdatangan dan Ia kembali menyingkir agar menjauh dari pintu masuk.

"Syukurlah kalau begitu" ucap Jo lagi.

"Kamu ada di mana?" Ucap Hanum, ia mulai bertanya kepada laki-laki itu, ia ingin mengetahui apa yang di lakukan laki-laki itu.

"Seperti biasa, saya ada di bengkel" ucap Jo.

"Selamat bekerja kalau begitu."

"Kamu juga, selamat beraktifitas."

Hanum menggeser tombol merah pada layar. Terbesit rasa bahagia ketika Jo menelfonya. Padahal tadi ia gundah gulana, karena mobil kesayangannya telah beralih ke tangan orang lain. Harum memasukan kembali ponsel itu di saku jasnya.

Hanum seperti tidak percaya apa yang di lihat nya. Ia memandang sepasang mata tajam itu memperhatiannya. Ia tidak tahu sejak kapan laki-laki itu memperhatikannya. Hanum lalu mengalihkan pandangannya dan berjalan kembali menuju ballroom.

"Bisakah kita bicara" ucapnya.

Langkah Hanum terhenti dan lalu menoleh kepada laki-laki bermata tajam itu.

********

PESONA CINTA CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang