BAB 14

4.2K 182 1
                                    

"Menemui kamu," ucap Tibra.

Tibra melangkah semakin mendekatkan diri kepada Hanum. Ia memandang iris mata Hanum.

"Mau menemani saya makan," ucap Tibra. Ia hanya sekedar menawarkan makan malam bersama Hanum, di restoran ini.

Ada rasa penasaran dengan laki-laki di sampingnya ini. Hanum hanya diam, dan lalu mulai mempertimbangkan ucapan laki-laki itu.

"Saya tidak memaksa, jika tidak mau tidak apa-apa," ucap Tibra. Ia lalu melangkah menjauhi Hanum, ia membiarkan Hanum dengan pikirannya.

Tibra berjalan menuju restoran, ia berbicara kepada waitress, untuk mencarikan meja kosong untuk dirinya. Waitress itu mengarahkan meja kosong di sudut ruangan. Tibra lalu duduk di salah satu kursi kosong itu. Tibra menatap Hanum disana, ternyata wanita itu mengikutinya. Tibra tersenyum penuh arti, ia hanya tidak memaksa wanita itu mengikuti apa maunya. Sekarang Hanum bersamanya, tanpa ia paksa.

Kini Hanum tepat di hadapannya, wanita itu bersamanya. "Duduklah" ucap Tibra, menepuk sofa di sampingnya.

Hanum mendaratkan pantatnya di sofa. Ia hanya sekedar menemani laki-laki itu makan malam saja tidak lebih. Hanum menoleh ke arah Tibra, di pandangnya wajah tampan itu. Laki-laki itu membalas tatapannya.

"Kamu ingin makan apa?" Tanya Tibra.

"Tidak, saya tidak ingin makan. Saya sudah makan," ucap Hanum.

"Yakin," ucap Tibra, ia memesan menu, sang waitress sedang sibuk mencatat pesanan Tibra.

"Ya,"

"Oke," ucap Tibra, menyudahi pesanannya, dan Waitress itu lalu berlalu pergi.

Tibra menyandarkan punggungnya, dan melirik punggung Hanum yang terekspos sempurna.

"Apakah kalian tidak dingin berpakaian terbuka seperti itu," ucap Tibra.

Hanum lalu menoleh kearah Tibra, yang tengah memperhatikannya. Hanum mengerutkan dahi, tidak ada yang salah dengan penampilannya, hampir seluruh wanita di sini mengenakan pakaian seperti ini.

"Mungkin saya segelintir, wanita yang menahan dinginnya malam, karena untuk menjaga penampilan saya agar terlihat menarik,"

"Setidaknya kamu bisa berpakaian lebih tertutup, misalnya di tambah jas, agar punggung kamu tidak terlalu terbuka seperti itu," ucap Tibra.

Hanum lalu tertawa, ia cukup serius soal penampilan, baginya penampilan adalah nomor satu. Ia hanya ingin bersikap terbuka kepada laki-laki di seluruh dunia ini.

"Apakah kamu tahu, penampilan anda adalah kepribadian anda,"

"Banyak orang di luar sana, mengatakan bahwa, "don't judge the book it's cover" tapi nyatanya hidup yang kita jalani ini selalu bedasarkan apa yang kita lihat,"

Tibra setuju apa yang di katakan Hanum. Wanita itu mengatakan kebenaran, begitu juga dengan dirinya. Laki-laki seperti dirinya juga mempunyai hak untuk bermain dunia fashion seperti wanita. Ia hanya ingin mendengar cara pandang wanita cerdas di hadapannya ini.

Hanum memandang Tibra, ia lalu melanjutkan kata-katanya lagi,

"Penampilan itu sangat penting, bukan karena saya wanita bekerja, tapi saya wanita yang harus peduli terhadap penampilan fisik, tubuh, dan pakaian. Kami berpakaian seperti ini, juga menarik perhatian laki-laki seperti kamu," ucap Hanum.

"Jika ingin menjadi yang terbaik, buang konsep be yourself, seharusnya yang harus di miliki adalah be your best self"

"Jika penampilan asal-asalan menunjukkan kepribadian yang berantakkan. Itulah gambaran memandang kualitas diri sendiri,"

"Coba kamu perhatikan setiap orang yang berada di ruangan ini. Orang yang berpenampilan baik, memancarkan aura yang berbeda. Bukankah, penampilan yang masa bodoh, adalah orang yang minder menurut saya. Mereka tidak pantas menjadi sorotan publik. Saya pikir mereka hanya takut tampil menawan dengan alasan be my self, dan ini saya apa adanya,"

"Sebagai wanita dewasa seperti saya, menyadari betapa pentingnya menata penampilan, karena dunia memperlakukan kita sebagai tampilan citra diri mereka,"

"Saya berpenampilan seperti ini, karena pakaian inilah yang pantas saya kenakan. Kamu bukankah salah satu laki-laki yang selalu menjaga penampilan agar tampil selalu sempurna,"

Tibra lalu tertawa atas penuturan Hanum, ya dia membenarkan semua apa yang wanita itu ucapkan. Wanita itu mempunyai pandangan yang cukup luas menurutnya. Tibra lalu mendekatkan diri ke tubuh Hanum, ia memberanikan diri mengelus punggung mulus Hanum.

Hanum merasakan jemari Tibra berada di punggungnya, laki-laki itu mengelus punggungnya yang terbuka. "Apa yang kamu lakukan," ucap Hanum.

"Apakah kamu tahu, penampilan kamu seperti ini, membuat para laki-laki dewasa seperti saya memikirkan hal yang tidak saya pikirkan," bisik Tibra tepat di telinga Hanum.

Tibra memandang iris mata Hanum, dan lalu memegang pundak Hanum,

"Apakah kamu membawa scarf," bisik Tibra.

Hanum mengerutkan dahi, ia lalu membuka tas miliknya. Ia selalu menaruh scarf di tas, dan tidak pernah ia keluarkan. Hanum tidak tahu berapa lama scraf itu di dalam tasnya. Hanum mengeluatlrkan scraf berwarna merah itu. Tibra lalu mengambil scraf itu dari tangan Hanum.

Tibra lalu memperlebar scraf itu, ia melingkarkan scraf itu di leher Hanum. Setidaknya jika seperti ini, sedikit lebih tertutup,

"Kamu di sini bukan untuk mengikuti ajang kecantikan seperti miss universe. Menampakkan semua aset indah tubuh kamu. Banyak pakaian lebih baik dari pakaian kamu ini tapi tetap berkelas. Cantik itu tidak di pandang dengan cara kamu berpakaian sexy seperti ini. Apakah kamu tahu, banyak laki-laki di ruangan ini memperhatikan kamu dari tadi, seakan kamu adalah santapan yang lezat. Termasuk saya salah satunya," ucap Tibra.

Tibra lalu menatap penampilan Hanum, dan ia merapikan rambut lurus Hanum. "Jujur saya suka melihat penampilan kamu seperti ini, dan kamu adalah wanita tercantik disini. Jika hanya ada saya dan kamu, saya tidak mempermasalahkannya, walau kamu tidak berbusana sekalipun,"

"Saya hanya tidak ingin orang di sini memandang kamu dengan cara pandang yang berbeda,"

"Apa maksud kamu," ucap Hanum.

"Kamu itu seperti intan, hanya orang yang terbaik bisa mendapatkannya, dan seharusnya kamu di perlakukan istimewa,"

Jujur Hanum merasa tersanjung atas ucapan Tibra. Ia memandang iris mata tajam itu. Tangan Tibra masih di pundaknya.

"Apakah kamu sedang mencoba merayu saya,"

"Tidak, saya bukan jenis laki-laki yang senang merayu wanita. Saya mengatakan apa adanya,"

"Terima kasih telah menemani saya makan malam," ucap Tibra, melepaskan tangannya dan lalu tersenyum.

Hanum terpana apa yang Tibra ucapakan, sekatika hatinya berdesir, yang sulit ia jabarkan dengan kata-kata.

Hanum dan Tibra mengalihkan tatapannya, karena waitress sudah datang membawa pesan makanan. Menyajikannya di meja, sementara Hanum menenangkan debaran jantungnya.

*******

PESONA CINTA CEO (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang