Tibra melirik Hanum, wanita ini masih bertahan di sisinya. Ia tahu wanitanya ini sedih atas apa yang ia lakukan. Ia sebenarnya juga tidak menginginkan ini. Tapi ia harus melakukan ini, demi dirinya untuk memiliki Hanum seutuhnya. Ya, dirinya memang egois mementingkan diri sendiri. Keegoisannya membuat wanita di sampingnya ini sedih yang teramat sangat. Jalan satu-satunya yaitu menikahi wanita ini secepatnya, itu saja yang ia inginkan. Setelah ini mungkin, ia akan belajar peduli, menghargai, dan belajar memaafkan.
Tibra melirik Hanum, wanitanya ini duduk di sampingnya, wanita itu menahan isak tangisnya. Tibra memandang Dian, seketarisnya itulah yang mempersiapkan ini semua. Semua di kerjakannya dalam waktu relatif singkat, ia mempercayai Dian untuk mengatur semua. Pernikahan ini sangat sederhana, tidak ada wedding organizer, tidak ada dekor yang megah, dan tidak ada hal yang bertema pernikahan disini. Disini hanya ada beberapa orang, beberapa anak asisten pribadinya menjadi saksi pernikahan dirinya.
Untuk masalah wali, ia memilih wali hakim, untuk wali nikah antara dirinya dan Hanum. Wali hakim adalah pejabat terkait yang datang resmi atas nama lembaga. Ia tidak mungkin menghadiri keluarganya, dan ini juga dalam keadaan mendesak. Pada dasarnya wali hakim memang wewenang urutan paling terakhir setelah wali sah. Dalam keadaan seperti ini ia tidak mungkin mendahulukan nasab.
Pernikahan ini adalah janji suci yang harus ia jaga. Pernikahan ini sebuah awal baru yang akan ia tempuh bersama. Apapun yang terjadi nanti, ia akan tetap bersama wanitanya. Ini merupakan pilihannya, baik suka maupun duka. Ia sadar akan konsekuensinya, ia akan menghadapi rintangan dan hambatan di depan mata.
Sebenarnya pernikahan ini bukan prihal pasangan hidup saja. Tapi juga perihal restu orang tua. Ia harus menyeimbangkan antara kepentingan bersama dan pribadi. Ia juga tahu bahwa pernikahan ini perlu mendapat restu orang tua. Ia pernah bertanya kepada salah satu temannya, bahwa pernikahan akan langgeng, justru bersama seseorang yang dicintai.
Ia akan tetap berjuang dan tetap setia untuk meraih kebahagian. Ia memutuskan ini tanpa keraguan sedikitpun di hatinya. Tibra menatap Hanum, dipandangnya iris mata bening itu.
Inilah saatnya ia mengucapkan janji suci di hadapan Tuhan. Ikrar janji ini tidak sesederhana kelihatannya. Ini merupakan pertimbangan yang ia buat dengan matang, untuk menjadi suaminya yang sah. Ini adalah pilihannya, ini sudah menjadi keputusannya. Ia telah mengucapkan janji suci itu, dengan cara sederhana, dan ia lalu menandatangani dokumen dokumen di hadapannya. Tibra mengalihkan tatapannya ke arah Hanum. Ia meraih tangan wanita itu, dan menggenggamnya erat. Tangan wanita itu begitu dingin, dan Hanum membalas tatapannya. Terlihat jelas kesedihan di mata bening itu. Wanita itu lalu menandatangani dokumen di hadapannya. Setelah menandatangani itu, wanita itu tak kuasa menahan tangis, ia tahu wanitanya menangis dalam diam.
Tibra lalu memeluk tubuh ramping itu. Ia peluk dengan sepenuh hatinya. Sekarang wanita ini telah menjadi istri. Istrinya menangis semakin jadi di dalam pelukkanya. Ia tidak tahu seberapa banyak wanita ini menangis karena dirinya. Rasa hatinya bercampur aduk, bahagia, dan resah menjadi satu. Ia tidak akan membiarkan wanita ini sendiri, wanita inilah menjadi bagian dalam hidupnya.
Dian menyaksikan pernikahan yang mengharuskan biru. Ini merupakan pernikahan yang sangat menyentuh hati, yang pernah ia lihat. Ia juga ikut menangis menyaksikan pernikahan yang sangat sederhana ini. Wanita inilah yang mampu meluluhkan hati seorang Tibra. Ia juga tahu, bahwa inilah jalan satu-satunya agar mereka bersama. Lihatlah mereka mirip sepasang sepatu, jika satu saja, maka tidak akan berguna. Ia hanya tidak percaya bahwa atasannya memiliki hati, untuk satu cinta.
********
Tibra melonggarkan pelukkanya, dan ia menyentuh wajah cantik Hanum, ia mengusap air mata itu.
"Jangan menangis lagi, saya tidak akan meninggalkan kamu," ucap Tibra.
Hanum tahu bahwa Tibra mengatakan itu dengan hati. Hanum tidak tahu akan berkata apa, hatinya seakan sesak. Tibrs memegang jemari Hanum, ia mencoba menghentikan tangis wanita cantik di hadapannya ini.
"Saya mencintai kamu," ucap Tibra.
Hanum memandang Tibra, laki-laki inilah sekarang menjadi suaminya. Tangan hangat itu menyentuh wajahnya, agar berusaha tetap tegar. Ia mendengar kata-kata itu hatinya berdesir, itu merupakan kata-kata cinta, yang pernah ia dengar dari bibir laki-laki itu. Jujur laki-laki ini, tidak pernah sekalipun menyatakan cinta kepadanya. Sungguh ini pertama kalinya laki-laki itu berkata untuk dirinya.
"Saya suami kamu, saya berhak untuk menyeka air mata kamu. Jangan menangis lagi, karena ini merupakan hari bahagia kita," ucap Tibra.
Hanum mengangguk dan berusaha tegar. Ia menghentikan tangisnya, ia membalas tatapan Tibra. Ia akan mendengar setiap kata dari bibir, suaminya ini.
"Iya," ucap Hanum pelan.
Tibra menarik nafas, ia memegang pundak Hanum. Ia akan berbicara dengan wanita yang telah resmi menjadi istrinya. Ia akan mengatakan seluruh yang ada di benaknya. Akan ia ungkapkan semua.
"Saya tahu kamu mencintai saya, maka cintai saya apa adanya. Kamu jangan berharap kesempurnaan dari saya. Apakah kamu tahu bahwa kesempurnaan itu ketika kamu mencintai saya tanpa syarat," ucap Tibra.
"Sayang, sesungguhnya dari dulu, saya ingin mengatakan bahwa saya membutuhkan kamu. Hanya saja saya tidak bisa mengungkapkannya,"
"Mungkin saya laki-laki yang tidak bisa merangkai kata indah, tapi saat ini akan saya ungkapkan semua untuk kamu. Agar kamu tahu apa yang saya pikirkan selama ini. Saya bahkan hampir gila memikirkan kamu. Betapa tersiksanya hati saya, jika saya menahannya,"
"Saya sangat mencintai kamu,"
"Saya tahu, pengorbanan kamu untuk saya sangatlah besar. Karena saya tahu kamu selalu menjaga hati, hingga akhirnya kita sama-sama tersiksa. Inilah pengorbanan kita, kita akhirnya bersama,"
"Maafkan saya, karena telah membuat kamu menangis. Sekarang saya baru sadar, bahwa air mata ini merupakan satu-satunya cara kita berbicara, dan ketika bibir ini tidak sanggup lagi untuk menjelaskan apa yang telah terluka,"
"Apakah kamu tahu, bahwasanya kesendirian saya, bayang kamu selalu datang, dia menghampiri saya, memeluk dan menguatkan saya,"
"Berjuta-juta hal yang saya pikirkan, membuat saya berpikir untuk meninggalkan kamu. Tapi apa daya, saya sama sekali tidak bisa meninggalkan kamu. Semua karena saya mencintai kamu,"
"Sayang, saya ingin hubungan ini berakhir bahagia, bukan perpisahan seperti adanya orang ketiga dan perbedaan kita. Tapi saya ingin berpisah disaat saya tidak sanggup lagi untuk berdiri dan bernafas,"
"Sayang, kamu telah menerima saya, maka ribuan kali saya akan setia kepada kamu,"
"Hal yang paling bahagia yang pernah saya rasakan, adalah ketika saya berjumpa denganmu,"
"Sayang, tunjukkan kepada saya bagaimana mencintai kamu dengan tulus. Agar saya tahu bagaimana cara membuat kamu bahagia,"
"Jika kamu melihat saya menangis, ketahuilah bahwa saya menangis bukan karena kamu. Namun saya menangis karena terharu, karena kamu tidak membiarkan saya pergi dalam hidup kamu,"
Tibra tak kuasa menahan air matanya, dan akhirnya air mata itu jatuh dengan sendirinya.
"Saya tidak meminta bulan ataupun bintang kepadamu, saya hanya meminta kamu menemani saya selama-lamanya," ucap Tibra parau, ia semakin terisak.
"Sayang, saya tidak bisa menjanjikan apa-apa kepadamu, cukup tatap mata sata, dan lihat senyum saya. Maka kamu akan lihat, berjuta cinta yang bermuara disana,".
"Kita tidak perlu berjanji untuk tidak saling menyakiti. Namun berjanjilah pada saya, untuk tetap bertahan, meski salah satu di antara kita saling tersakiti,"
"Sayang, semua orang menduga bahwa kelemahan saya adalah orang tua saya. Tapi apakah kamu tahu, kelemahan saya sesungguhnya adalah kamu. Karena saya sangat mencintai kamu,"
"Oh Tuhan, saya tidak sanggup lagi untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan. Betapa besarnya saya mencintai kamu,"
Hanum tak kuat lagi untuk mendengar itu, ia lalu memeluk tubuh Tibra dengan erat. Ia tidak menyangka bahwa Tibra mencintainya sedemikian besar.
"Saya juga mencintai kamu,"
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA CINTA CEO (SELESAI)
Romance"Kamu namanya Hanum?" Tanyanya. Hanum mengangguk, suara itu terdengar sexy. "Iya" ucap Hanum. "Saya, Jonatan, panggil saja Jo". Hanum mengerutkan dahi, masalahnya nama itu sedikit berbeda dari nama yang dibilang Sam, itu adalah Beny bukan Jonatan. ...