"Saya ingin berdua denganmu," ucap Tibra.
Kata-kata itu seperti menusuk ke dalam hatinya. Hanum tidak tahu apa yang akan ia ucapkan kepada laki-laki ini. Jujur Ia bahagia ketika Tibra mengatakan itu kepadanya.
"Kita mau kemana?" Tanya Hanum.
"Kemana saja, asal berdua dengan kamu,"
Hanum melirik Tibra, ia tersenyum, "apakah kamu sudah makan?" Tanya Hanum.
"Belum, apakah kamu akan membuatkan makan untuk saya,"
"Jika kamu mau, saya akan membuatkannya," ucap Hanum.
"Jadi,"
"Ke apartemen saya. Saya akan membuatkan makanan spesial untuk tamu saya, yang baru pulang dari New York," ucap Hanum diselingi tawa.
Tibra melirik Hanum, wanita itu tertawa, tawa wanita itu begitu cantik, ia lalu mengelus puncak kepala itu.
"Kamu akan memasakan apa untuk saya,"
"Kamu ingin makan apa," ucap Hanum.
"Apa saja yang kamu masak, saya akan memakannya," ucap Tibra.
"Apakah ada oleh-oleh untuk saya dari New York," tanya Hanum sambil tersenyum menatap Tibra.
"Tentu saja,"
"Apa itu,"
Tibra lalu menoleh ke arah Hanum dan ia lalu tertawa. "Bersabarlah, nanti saya akan memberinya,"
"Oke,"
*********
Setibanya di apartemen, Hanum mengeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkas ke di meja pantri. Kemarin ia baru saja berbelanja bulanan stock makanannya masih banyak. Hanum mengeluarkan daging sapi, paprika, dan kentang. Hari ini Ia akan membuat sapi lada hitam, memasak yang memakan waktu relatif singkat dan menggugah selera.
Tibra memandang Hanum, wanita itu sedang sibuk di meja pantri. Membuatkan makanan untuk dirinya. Rambut lurusnya yang terurai, kini sudah di ikat seperti ekor kuda. Wanita itu bahkan belum berganti pakaian. Tibra menegakkan tubuhnya berjalan mendekati Hanum, yang sedang memotong kentang berbentuk dadu.
"Kamu memasak apa?".
"Daging sapi lada hitam,"
"Tapi jangan terlalu pedas, saya tidak suka pedas," ucap Tibra.
"Ya," ucap Hanum, dan ia lalu memasukan irisan kentang itu di mangkuk, yang telah ia sediakan.
Setelah itu ia mengambil paprika merah, dan ia potong paprika itu menjadi irisan memanjang seperti lidi. Ia akan memasak untuk laki-laki di sampingnya ini. Hatinya bahagia, walau hanya memasak sederhana untuk Tibra.
Tibra tidak tahu mengungkapkan hatinya seperti apa, walau hanya memandang Hanum memasakkan untuknya. Tibra lalu merogoh sesuatu dari saku celananya. Ia memandang sebuah kotak kecil berbahan beludru berwarna hitam, yang telah ia persiapkan sebelumnya. Ia lalu meletakkan kotak beludru itu, tepat di hadapan Hanum.
Hanum menghentikan aktivitasnya seketika, ia memandang Tibra. Laki-laki itu membalas tatapannya, jantungnya kembali berdegup kencang, dan ia lirik lagi kotak kecil berwarna hitam itu.
"Ini untuk kamu," ucap Tibra, ia membuka kotak kecil itu tepat di hadapannya.
Hanum terpana, ini seperti kejutan kecil dari seorang laki-laki yang ingin melamarnya. Ia pernah bermimpi ada seorang laki-laki melamarnya seperti ini. Hanum memandang sebuah kalung silver, dengan liontin berbentuk hati. Ia tidak percaya apa yang di lihatnya, Tibra memberinya sebuah kalung, sederhana tapi sangat berkelas di matanya.
"Sebenarnya ini bukan waktu yang tepat untuk menyerahkan kepada kamu. Saya ingin memasang kalung ini, ketika kita sedang makan malam romantis,"
"Apakah kamu tahu, tapi hati saya sudah tidak sabar, karena saya sudah terlalu bahagia bersama kamu saat ini,"
"Tibra..."
Tibra memegang dagu Hanum, agar wajah itu sejajar dengannya, "Saya tidak peduli moment-moment romantis seperti itu lagi. Bagi saya sudah cukup bahagia, hanya melihat kamu bersemangat memasakkan untuk saya. Sekarang saya sadar, betapa berartinya dirimu,"
"Saya tahu, kamu mencoba tidak membiarkan seorangpun masuk dalam hidup kamu. Tapi bukan berati saya tidak bisa. Saya akan menjadi celah disana,"
"Mungkin wanita seperti kamu akan memilih laki-laki menjadi tujuan hidup kamu. Tapi saya laki-laki yang akan menjadi pilihan kamu,"
"Jika kamu belum bisa memutuskan, dan tetap bertahan dengan perasaan kamu. Maka saya akan bersabar, karena cinta akan kuat di hati kamu,"
"Saya tidak merasa lebih baik dari dia, tapi saat ini saya tidak akan pernah berhenti untuk mendapatkan kamu, dan tidak akan mengakhirinya,"
"Percaya pada saya, akhirnya kamu akan bersama saya,"
Hanum memandang iris mata Tibra laki-laki itu berkata dengan sarat makna, yang kuat disana. Entahlah kata-kata itu seperti ingin merebut hatinya secara langsung. Ia bahkan sulit membantah ucapan itu, karena kata-kata itu cukup mendominasi atas dirinya. Hanum menarik nafas panjang, ia memandang iris mata Tibra dengan berani.
"Sebelum saya mengakuinya, pastikan kamu lebih baik darinya,"
"Kamu datang tiba-tiba, saat saya terkalahkan dan terseret dalam duniamu. Namun saya bahagia," ucap Hanum.
"Karena bagi saya, kamu dan saya bukan sedang tamasya dan bersenang-senang. Kita juga bukan seperti anak muda yang mempesona dan tidak terkendali. Tapi disini kita sedang menyusun sebagian hati," ucap Hanum.
"Apakah kamu tahu, kita di hidupkan di dunia ini bukan tanpa alasan. Tapi takdir kita, untuk tetap bahagia. Karena kamu dan saya pantas mendapatkan kebahagiaan itu,"
"Kita dua orang manusia yang masih terlalu dini menyatakan cinta atau kasih sayang. Karena saya masih belum mengenal siapa kamu, dan kamu juga belum mengenal saya sepenuhnya,"
"Lantas bukan berarti kita berdiam diri. Bergeraklah, tunjukkan siapa kamu, dan seberapa pantas kita bisa bersama,"
Tibra tahu arah tujuan ucapan wanita cerdas ini. Ia tahu Hanum tidak menolak kehadirannya, malah wanita itu menerima dirinya. Tibra tersenyum bahagia, dan di berinya kecupan di kening itu dengan penuh perasaan, sedetik kemudian ia lepas kecupan itu. Tibra memandang iris mata Hanum, mata bening inilah yang selalu ia rindukan,
"Terima kasih telah menerima kehadiran saya,".
"Saya akan memasangkan kalung ini untuk kamu," ucap Tibra.
Hanum tersenyum dan mengangguk, waktu seakan berhenti berputar, ketika kalung itu melingkar di lehernya. Tibra memandang kalung itu sudah terpasang sempurna di leher Hanum. Ia bahagia bisa bersama wanita ini, ia usap wajah cantik itu dengan jemarinya.
"Saya akan bersaing menjadi siapa yang akan lebih di cintai," ucap Tibra
Hanum tidak sanggup lagi untuk berkata-kata. Ia lalu berjinjit mengecup bibir Tibra. Tibra merasakan bibir tipis itu mendarat di bibirnya. Rasanya begitu lembut dan menenangkan. Tibra tidak percaya bahwa Hanum mencium dirinya dengan berani. Sedetik kemudian bibir itu menjauh dari bibirnya. Jika wanita ini sudah melakukan ini untuknya, ia tidak akan melepaskan itu begitu saja.
Tibra dengan cepat menyambar bibir tipis Hanum, jika ingin menciumnya jangan lakukan setengah-setengah. Dari awal ia, menginginkan kecupan ini. Sekarang ia akan benar-benar melakukannya.
Tibra menarik pinggang wanita itu, merapat ke tubuhnya, ia kecup bibir itu semakin dalam. Jangan salahkan dirinya jika ia tidak bisa mengendalikan diri, karena ia terlalu bahagia telah mendapatkan hati wanita ini.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA CINTA CEO (SELESAI)
Romance"Kamu namanya Hanum?" Tanyanya. Hanum mengangguk, suara itu terdengar sexy. "Iya" ucap Hanum. "Saya, Jonatan, panggil saja Jo". Hanum mengerutkan dahi, masalahnya nama itu sedikit berbeda dari nama yang dibilang Sam, itu adalah Beny bukan Jonatan. ...