Sudah dua hari berlangsung, Tibra mengerahkan seluruh anak buahnya, mencari wanita bernama Linggar Anesti, dan laki-laki bernama Darka. Ia juga meminta bantuan pihak bank untuk mengecek transaksi terakhir atas nama Linggar Anesti.
Tibra duduk dan menunggu hasil kerja anak buahnya. Sesekali ia mengecek kerjaanya, ia menandatangani laporan itu. Ia sudah mendapat laporan dari pihak bank, bahwa transaksi terakhir ada di ATM dekat Bandara International Soekarno Hatta, tepatnya enam hari yang lalu. Tibra menduga bahwa Linggar pergi ke luar kota atau ke luar negri, itu hanya dugaanya saja.
Tibra melirik ponsel yang ia letakkan di hadapannya. Karena ia menanti salah satu orang suruhannya mendapatkan informasi tentang Linggar. Sedetik kemudian, ponselnya berdering, ia lalu menggeser tombol hijau pada layar.
"Iya,"
"Pak, saya sudah menemukan informasi laki-laki bernama Darka," ucap seseorang dari balik speaker.
"Terus siapa dia?" Tanya Tibra penasaran.
"Dia tinggal di New York, dia bekerja sebagai arsitekdi perusahaan kontruksi. Waktu itu dia datang beberapa bulan ke Jakarta, mengunjungi orang tuanya. Sekarang laki-laki sudah kembali ke New York, dan ada beberapa bukti menunjukkan bahwa kemungkinan Linggar ikut pergi ke New York,"
"Dari mana kamu tahu bahwa Linggar pergi ke New York,?" Tanya Tibra lagi.
"Saya sudah pergi ke kedutaan Amerika, bertanya kepada salah satu staff nya, bahwa wanita bernama Linggar Anesti, mengisi aplikasi pembuatan visa non imigran pak,"
"Kamu segera kesini, saya ingin melihat bukti-bukti itu,"
"Baik, pak," ucapnya lalu mematikan sambungan ponsel itu.
Tibra merasa lega ia menemukan titik terang tentang Linggar. Ia menyunggingkan senyum, bahwa dirinya akan semakin dekat dengan Hanum. Selangkah lagi ia akan mendapati wanita itu. Tibra lalu menekan nomor interkom.
"Dian, apakah masih ada pertemuan penting untuk saya pada minggu-minggu ini," tanya Tibra.
"Ada pak, besok ada meeting direksi, dan lusa ada meeting dengan pak Rahadi di Swiss Hotel, membicarakan perpanjang kontrak kerja sama,"
"Apakah ada lagi setelah itu,"
"General Meeting Minggu depan, dan setelah itu bapak menghadiri acara ulang tahun kantor Minggu depan, menyematkan the best employed pada karyawan," ucap Dian.
"Acara general meeting dan acara ulang tahun, sebaiknya diundur awal bulan depan. Siapkan dua tiket pesawat untuk keberangkatan saya ke New York," ucap Tibra.
"Iya pak,".
Tibra kembali berpikir, "Apakah kamu tahu, paling cepat pembuatan visa Amerika itu berapa lama? Karena saya dulu saya sudah membuatnya lama sekali, dan mungkin sekarang sedikit berbeda cara pembuatannya,"
"Bukankah bapak sudah punya visa Amerika itu? Bahkan bapak baru saja pulang dari New York,"
"Jawab saja pertanyaan saya,"
Dian mengehela nafas, "Setahu saya, setelah mengisi aplikasi di kedutaan, langsung bisa wawancara pak, paling cepat Seminggu atau dua minggu sudah jadi,"
"Oke, siapkan dua tiket pesawat minggu depan,"
"Satunya atas nama siapa pak?" Tanya Dian penasaran.
"Atas nama Hanum Anatasia,"
"Hanum Anatasia yang dari devisi HR dulu itu, ya pak,"
"Iya," ucap Tibra, ia lalu mematikan sambungan interkomnya.
Tibra kembali tenang, ia menyandarkan punggungnya di kursi. Ia menyunggingkan senyum, dirinya akan kembali ke New York, bukan untuk mengurusi ke dua saudaranya yang banyak masalah itu, melainkan akan bersama wanitanya.
*******
Ini sudah tiga hari Tibra tidak menghubunginya, dan Sam juga sama. Kedua laki-laki yang ia harapkan untuk membantunya mendapatkan informasi Linggar, semua sia-sia. Kepalanya hampir pecah memikirkan ini, ia juga bingung ingin mencari Linggar di mana. Dengan siapa lagi dirinya akan meminta tolong.
Tibra berjanji akan menemui adiknya, nyatanya laki-laki tidak menghubunginya sama sekali, hingga sekarang. Sepertinya laki-laki itu tidak bisa menggunakan ponsel, lihatlah selama ia mengenal Tibra, laki-laki tidak pernah sekalipun menghubunginya, kecuali pesan singkat yang dikirimnya beberapa bulan yang lalu, itupun hanya tiga pesan singkat yang membahas tentang scraf dan menjemputnya jam sembilan pagi. Selebihnya laki-laki itu sudah seperti hantu yang datang secara tiba-tiba.
Hanum tidak bisa tinggal diam begitu saja, ia harus mencari adiknya bagaimanapun itu caranya. Ia juga sudah menelfon pak Dedi, meminta advance cuti empat hari, kepada Managernya, dengan alasan mencari sang adiknya Linggar. Pak Dedi memaklumi dan berkata turut berduka atas ke hilang adiknya, dan memberi ijin kepada Hanum.
Untuk masalah Jo, ia tidak memusingkan lagi. Laki-laki brengsek itu memilih bersama Daniar. Ya, mereka pantas bersama, sama-sama penghianat. Jujur ia tidak bersemangat untuk masuk kantor lagi, karena ia akan melihat wanita penghianat itu. Hanum berjalan menuju lemari, ia mengambil blezer hitam yang menggantung di lemari. Ia akan pergi mencari Linggar seorang diri. Siapa tahu ia akan bertemu Linggar di mall, atau adiknya menginap di rumah temannya.
Anak itu tahu apa kota Jakarta, sehingga melarikan diri seperti ini. Adiknya ini memang nekat dan bodoh untuk mencoba kabur. Darka? dari mana adiknya kenal dengan laki-laki bernama Darka. Apakah Darka adalah laki-laki yang di kenal Linggar di media sosial. Ia takut laki-laki bernama Darka itu melakukan tindakan asusila terhadap adiknya. Bagaiamana jika Linggar di temukan tidak bernyawa, dengan identitas tidak di ketahui. Banyak sekali kejadian seperti itu di Jakarta.
Suara pintu apartemen berbunyi, Hanum dengan cepat melangkah mendekati pintu utama. Ia membuka hendel pintu, dan ia terpana menatap Tibra, membawa boneka kecil serta sebuket mawar putih di tangannya.
"Kamu mau pergi kemana,?" Ucap Tibra, ia memandang penampilan Hanum.
Wanita itu mengenakan celana jins biru, dan kaos putih dengan bahu terbuka, ia tersenyum melihat kalung pemberiannya masih terpasang di leher itu. Berarti dari awal Hanum telah menerima kehadirannya.
Ini juga merupakan pertama kalinya ia menyuruh Dian, untuk membeli bunga dan boneka untuk wanita. Kedatangannya ke sini adalah untuk memberi kabar bahagia buat Hanum. Sepertinya ini moment yang tepat untuk Hanum. Tibra melangkah masuk ke dalam, ketika sang pemilik apartemen memperlebar daun pintu.
"Mau pergi mencari adik saya," ucap Hanum, ia menutup pintu itu kembali, ketika Tibra sudah masuk ke dalam.
"Ya, kita pasti akan menemukannya," ucap Tibra lalu meletakkan bunga dan boneka berukuran kecil itu di meja.
"Ini sudah tiga hari berlangsung, kamu dan Sam, masih belum menemukan di mana Linggar, saya putuskan untuk mencarinya sendiri," ucap Hanum.
Hanum melangkah mendekati kulkas, dan ia mengambil botol air mineral, ia tuangkan ke dalam gelas. Ia melirik Tibra, laki-laki itu seperti biasa tetap tenang dan dingin. Hanum meneguk air mineral itu, dan ia letakkan lagi gelas itu di meja.
Tibra lalu melangkah mendekati Hanum, "Saya sudah menemukannya," ucap Tibra.
"Benarkah?"
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA CINTA CEO (SELESAI)
Romansa"Kamu namanya Hanum?" Tanyanya. Hanum mengangguk, suara itu terdengar sexy. "Iya" ucap Hanum. "Saya, Jonatan, panggil saja Jo". Hanum mengerutkan dahi, masalahnya nama itu sedikit berbeda dari nama yang dibilang Sam, itu adalah Beny bukan Jonatan. ...