BAB 1

8.8K 144 1
                                    


Arin tiba di Swarnabhumi Airport, airport ini tergolong besar dan masih baru. Arin berjalan sesuai penunjuk arah, tertulis jelas dalam bahasa Thai dan English. Petugas imigrasi disini terkesan tidak profesional dan agak lambat menjalankan tugasnya.

Setelah pemeriksaan selesai, Arin menarik koper hitam milik menuju Area bandara bersama pengunjung lainnya. Arin mengalihkan tatapnya ke salah satu petugas avsec yang sedang memeriksa para penumpang. Tidak jauh berbeda dari Indonesia menurutnya.

Arin menatap layar handphone miliknya, dan lalu duduk disalah satu kursi tunggu. Arin lalu menekan layar kamera, untuk menjadikan kenang-kenangan menandakan keberadaanya di Bangkok. Arin masih menikmati suasana baru, ia memperhatikan satu persatu para pengunjung bandara. Sejujurnya ia sama sekali tidak mengerti bahasa Thai, apalagi gaya tulisan yang lebih mirip cacing membuatnya pusing menerjemahkannya. Percuma saja ia membawa kamus berbahasa Thai yang ia beli di Melbourne.

Arin lalu berdiri, melangkahkan kakinya, dan tanpa sengaja tubuhnya tersengkur kelantai, dan handphone yang digenggamnya terlempar jauh. Terdengar benturan handphone dan ubin, handphone itu hancur berderai, softcase dan layar ponsel miliknya ia pastikan retak parah.

Arin meringis menahan sakit di tubuhnya, sungguh ini merupakan pengalaman paling memalukan di tengah-tengah area bandara. Jatuh yang ia alami sama sekali tidak cantik, dengan posisi tengkurap mencium ubin.

"Hey, sorry, I'am so sorry" .

Arin dengan cepat membenarkan posisinya, ia ingin menangis melihat handphone miliknya lebih mirip kepingan puzzle. Suara itu begitu khas, berat dan serak-serak basah. Mendengar suara itu ia seperti mendengar suara Bebi Romeo. Arin lalu mengalihkan tatapannya kearah sumber suara.

"Arin".

Arin menatap laki-laki dihadapannya. Laki-laki itu tampan, itu yang pertama kali yang ada dibenakknya. OMG ia mengenal laki-laki itu, ia tidak percaya ia bertemu disini. Laki-laki itu malah mengenalinya terlebih dahulu.

"Rafael" kata itu meluncur dengan sendirinya.

"Kamu tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?" Tanya Rafa. Ia memperhatikan tubuh Arin, ia memastikan tidak ada terluka sedikitpun ditubuhnya.

Rafa mengenal wanita berparas cantik itu. Pertama kali ia lihat bahwa itu adalah Arin, calon adik ipar. Dulu Rafa, mengenal Arin saat Arin masih kecil, kira-kira ia masih duduk di sekolah dasar, dan sekarang tumbuh sebagai wanita dewasa. Oh Tuhan, kenapa Arin tumbuh begitu cantik, kulitnya pucat seperti porselen, tidak pernah disentuh. Matanya begitu bening dan hidungnya mancung.

"Saya tidak apa-apa, kesayangan, kenapa bisa hancur begini" Arin melangkah mendekati ponsel miliknya, ia memunguti satu persatu kepingan-kepingan ponsel miliknya.

Kesayangan? Ternyata Arin menyebut ponsel itu dengan kata kesayangan. Rafa ingin tertawa, Rafa lalu mendekati Arin, dan ikut berjongkok memunguti kepingan-kepingan ponsel Arin yang hancur berderai. Diliriknya lagi Arin dihadapannya.

"Maaf, saya akan mengganti ponsel baru untuk kamu" ucap Rafa mencoba memberi solusi.

Sesungguhnya kejadian tadi bukan salah ia sepenuhnya. Arin lah yang tidak melihat arah tujuannya, Arin lebih asyik dengan layar ponsel itu. Sehingga menyebabkan adegan tebarkan itu.

"Tapi, disini banyak foto-foto saya".

"Yasudah nanti kita ke konter, saa yakin pihak konter tahu cara memindahkan foto-foto kamu itu" Rafa lalu berdiri, dan kembali menatap Arin.

"Kamu kenapa bisa ada disini, Arin?" Tanya Rafa.

"Liburan" ucap Arin ia malah menyengir.

"Sendiri?".

"Iya dong, sama siapa lagi".

"Liburan sendiri itu tidak baik, kalau terjadi apa-apa bagaimana? Ini Bangkok loh" ucap Rafa, lalu duduk dikursi tunggu, diikuti juga oleh Arin.

"Tapi, saya sudah biasa kok. Kamu kenapa ada disini?".

"Saya ada urusan kerja" ucap Rafa.

"Jadi gimana, handphone saya?".

Rafa lalu beranjak dari duduknya, "Yasudah, ayo kita cari konter handphone,".

Arin tersenyum, ia lalu beranjak mengikuti langkah Rafa. "Yes, handphone baru" gumam Arin dalam hati. Ia tersenyum bahagia.

*****

Rafa menghentikan taxi di hadapannya, dan lalu masuk bersama Arin. Arin dan Rafa hanya diam, ketika sang supir bertanya kepada mereka. Sumpah demi bumi dan langit, supir itu gunakan bahasa Thai.

Rafa dan Arin hanya melongo tidak percaya. Rafa mencoba menggunakan bahasa inggris untuk menujukkan arah tujuannya. Tapi percuma sang supir sama sekali tidak mengerti bahasa inggris.

"Supirnya tidak mengerti bahasa Inggris".

"Iya, dia tidak mengerti" ucap Rafa, membenarkan ucapan Arin.

Rafa mengeluarkan ponsel miliknya, ia lalu mencari google. Menandakan keberadaanya, dan mencari hotel terkenal di Bangkok. Ia harus berterima kasih kepada Google, yang telah menciptakan mesin pencarian begitu canggih dan serba cepat.

Rafa lalu memperlihatkan gambar itu kepada sang supir. Supir itu tersenyum, dan mengangguk. Ia lalu menyalakan mesin mobil dan meninggalkan area bandara.

"Kamu katanya urusan kerja. Kamu tidak dijemput sama klien" tanya Arin.

"Disini saya adalah pihak kedua, saya yang mesti membuat kerja sama dengan klien tersebut. Jadi saya lah pihak harus berkorban untuk mendapatkan kerja sama itu".

"Owh, begitu. Jadi pihak kedua, jadi sekarang kamu mau kemana?" tanyanya lagi.

Rafa kembali menatap Arin, "Mestinya, saya yang harus tanya begitu kepada kamu. Kamu mau kemana setelah ini".

"Saya sih mau cari homestay gitu, biar hemat dan seru".

"Hey, Arin ini bukan Bali. Ini jangan sekali-sekali jadi backpaker bahaya".

Arin tersenyum, ia melirik Rafa, ia sudah memperkirakan bahwa Rafa berkata seperti itu. Tidak ada salahnya ia memanfaatkan Rafa di Bangkok, "Yasudah, saya ikut kamu saja ya, biar tambah irit. Kamu tenang saja, saya tidak ganggu kerjaan kamu".

"Iya, bersama saya, kamu lebih aman" timpal Rafa.

Arin tertawa, "kamu, baik deh".

Rafa ikut tertawa, ia kembali menatap Arin, tawa itu begitu cantik. Ia lalu menatap kedapan. Membiarkan Arin dengan pikirannya.

******

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang