BAB 30

2.1K 63 1
                                    

Arin menatap wajah tampan Rafa yang jaraknya tidak jauh darinya. Rafa tersenyum dan mendekatinya.

"Sudah bangun" ucapnya.

Arin tidak menanggapi ucapan Rafa. Rafa membantunya menegakkan tubuhnya. Ditepuknya bantal, sebagai sandaran punggungnya.

"Bagaimana keadaan kamu? Sudah lebih baik?" Tanya Rafa.

"Ya".

Rafa mengecup puncak kepala Arin, diraihnya jemari itu. "Akhirnya kita bisa bersama".

"Ada yang ingin bertemu kamu".

"Siapa?".

"Nanti kamu akan tahu sendiri" ucap Rafa. Rafa mengedipkan mata, menggoda Arin.

Rafa melangkahkan kakinya menuju pintu, dan dibukanya pintu itu. Arin tidak percaya apa yang dilihatnya saat ini. Arin menatap kedua orang tuanya dan kedua orang tuanya Rafa datang secara bersamaan. Oh Tuhan apa yang harus ia lakukan. Arin melirik Rafa, Rafa tersenyum menatapnya dan mendekatinya. Rafa berbisik tepat ditelinga Arin.

"Semua sudah tahu, atas kehamilan kamu" bisik Rafa.

"Bagaimana mereka bisa tahu" ucap Arin pelan.

"Ya tentu saja saya yang memberitahunya".

"Kamu!!!".

"Kamu tenang saja, semuanya baik-baik saja" Rafa mengedipkan mata, menggoda kekasihnya.

Arin kembali menatap kedua orang tuanya. Friska memeluknya, dan diusapnya punggung putrinya. Ditatapnya lagi wajah cantik putrinya, "mama dan papa merestui hubungan kalian" ucap Friska.

Malik melangkah mendekat, "Sebenarnya papa tidak suka dengan Rafa, tapi berkat kegigihan dia mendapatkan kamu, serta aksi nekatnya. Papa bisa apa untuk merestui hubungan kalian?".

Friska tersenyum, ia memeluk tubuh kurua Arin, "Apa papa dan mama marah?" Tanya Arin.

"Tentu saja tidak sayang, justru mama dan papa senang, ada seorang laki-laki yang mencintai kamu, jarang-jarang loh ada laki-laki nekat seperti dia".

"Terima kasih ya ma, pa".

"Iya sama-sama sayang, tidak baik jika kita memutuskan hubungan silaturahmi seperti ini, mengingat kita bertetangga sudah cukup lama, seperti saudara sendiri" ucap Friska.

Sigit dan Desi tersenyum, membenarkan ucapan Friska dan Malik. "Kamu cepat sembuh ya sayang, saya yakin Rafa adalah pilihan yang tepat untuk kamu. Rafa benar-benar mencintai kamu" ucap Desi.

"Iya ma".

Senyum terpancar di seluruh ruangan. Termasuk Rafa, ia akan menanyakan laki-laki itu nanti. Kenapa orang tuanya bisa luluh begitu saja. Aksi nekat apa yang dilakukan Rafa kepada orang tuanya.

"Mama, Arin boleh tanya sesuatu?" Tanya Arin, ia kembali melirik Rafa. Terlihat wajah itu begitu serius menatapnya. Arin mengalihkan tatapannya kembali kepada Friska.

"Tentu saja, apa yang ingin kamu tanyakan?".

Arin menarik nafas panjang, ia berusaha tenang. "Sebenarnya Arin sakit apa?".

Friska mengerutkan dahi, "Jadi kamu tidak tahu, kamu sakit apa?".

Arin menggelengkan kepala, "Enggak".

"Kata dokter, kamu anemia sayang. Jumlah sel darah kamu berkurang. Itu dikarenakan kamu kurangnya asupan makanan, dan cairan yang terlalu sedikit didalam tubuh kamu".

Arin melirik Rafa, Rafa hanya diam, membalas tatapanya, dan ia mengedipkan mata dan tersenyum tanpa rasa bersalah sedikitpun. Sumpah, Arin pikir, dia benar-benar hamil. Oh Tuhan, kenapa Rafa pandai sekali berakting seperti itu, seolah-olah semuanya benar-benar terjadi. Awas saja nanti, ia akan mencekik Rafa, hingga tewas.

"Kapan terakahir kamu makan?"

Arin mulai mengingat, ah ya, sudah beberapa minggu ini, ia memang tidak bernafsu untuk makan. Semenjak menginjakan kakinya di Jakarta. Arin memang tidak makan. "Sudah lupa, tapi saya ada makan kok ma, beneran".

"Yakin, tadi pagi saja kamu tidak memakan roti yang mama siapin, lain kali ya kamu harus makan Arin, jangan sampai lupa begitu".

"Iya".

Arin hanya diam ia melirik Rafa, yang tengah menatapnya. "Dasar pembohong, awas saja kamu!!!" dengus Arin.

Tawa Rafa hampir pecah, melihat Arin menggeram. Arin sangat menggemaskan jika seperti itu.

*******

Dea melangkahkan kakinya menuju menuju kusen pintu berwarna putih. Rumah sakit ini bukanlah rumah sakit tempat Raka bekerja, padahal sore nanti ia sudah akan berangkat ke Eropa bersama Raka. Kedua orang tuanya memberitahu bahwa adiknya tidak sadarkan diri ketika di bandara.

Dea membuka hendel pintu, lalu pintu itu terbuka. Dea menatap Rafa dan kedua orang tuanya berada di dalam. Semua mata menatapnya, sementara kedua orang tuanya memilih menjauh, dan membiarkan Arin dan Dea di dalam. Dea menatap Rafa, tepat di hadapannya. Laki-laki masih sama, seperti yang dulu. Dea hanya diam dan tidak memperdulikan kehadirannya. Lalu melangkah memeluk Arin.

"Kamu, sakit sakit apa?" Tanya Dea khawatir.

"Saya tidak ada apa-apa, hanya anemia" ucap Arin pelan.

"Kebiasaan kamu, lupa maka. Saya khawatir sama kamu" ucap Dea.

"Saya tidak apa-apa".

"Kamu kenapa ada disini?" Tanya Dea, pertanyaan itu jelas mengarah ke Rafa, terlihat tidak suka kehadiran Rafa.

Rafa menarik nafas, ia mengalihkan tatapnya ke Arin. Terlihat canggung antara kedua saudara di hadapannya ini.

"Maaf, sebelumnya saya telah membatalkan pernikahan, saya bisa menjelaskannya" ucap Rafa.

"Biar saya saja yang menjelasknnya" timpal Arin, memotong pembicaraan Rafa.

Rafa mengangguk ia melangkahkan kakinya menuju pintu, langkahnya terhenti, ketika Raka masuk kedalam. Tapi Rafa mencegahnya, Rafa menggelengkan kepala, memberi intruksi kepada Raka, agar tidak menggangu kedua saudara itu.

"Biarkan mereka berbicara".

"Iya".

Raka akhirnya tahu maksud Rafa, membiarkan kedua saudara itu berbicara dari hati ke hati.

Arin menggengam jemari Dea, jemari itu masih terukir mahendi yang diukir sedemikian rupa. Arin kembali menatap wajah cantik itu. Wajah itu semakin berseri setelah menikah.

"Saya minta maaf sebelumnya, sa Saya sungguh minta maaf".

"Minta maaf kenapa?" Dea semakin tidak mengerti.

"Saya mencintai Rafa" ucap Arin pelan.

"Rafa? Kamu mencintai Rafa?".

"Iya" ucap Arin pelan.

"Kenapa kamu baru memberi tahu saya? Sejak kapan kamu menjalin hubungan dengannya?".

"Sebulan yang lalu mungkin, dan saya sungguh minta maaf" ucap Arin.

"Rafa membatalkan pernikahan itu karena ia bersama saya".

******

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang