Rafa memeluk tubuh Arin, dipeluknya dengan segenap hati dan perasaanya. Arin menatap rahang tegas Rafa, lalu dikecupnya rahang tegas itu. Ditatapnya lagi wajah Rafa, ia sangat mencintai laki-laki dihadapannya ini. Arin kembali mengusap rahang itu.
"Kenapa saya bisa mencintai kamu sedalam ini" ucap Arin lirih.
Rafa membalas tatapanya, ia kembali mengecup puncak kepala Arin. Diraihnya jemari Arin, diletakkanya didada kirinya.
"Cinta akan mempersatukan kita" ucap Rafa.
"Ya, semoga saja".
"Cinta akan mengalahkan segalanya".
Arin lalu memeluk tubuh Rafa, di peluknya dengan segenap hati dan perasaannya. Arin tersenyum, ia melepas pelukkanya. Arin mengeratkan bed cover didadanya, ia memunguti pakaiannya di lantai. Tapi Rafa menariknya kembali, Arin jatuh di pelukkannya lagi.
"Kamu mau kemana" gumam Rafa, di tatapnya Arin.
"Mau membuatkan makanan untuk kamu".
Rafa, mengusap rambut lembut Arin, "Tidak usah, Saya sekarang ingin memeluk kamu. Kamu tahu, sudah dua hari ini saya hampir gila, memikirkan kamu".
"Apa yang kamu pikirkan terhadap saya?" Tanya Arin.
"Saya tidak ingin kehilangan kamu".
Arin kembali menatap Rafa, "Kamu tidak mungkin kehilangan saya, sementara saya disini bersama kamu" Arin lalu mengecup pipi kiri Rafa.
"Boleh saya tanya sesuatu?" Tanya Arin.
Rafa mengerutkan dahi, ia mengelus punggung Arin, "Kamu mau tanya apa?".
"Kenapa kamu membatalkan pernikahan itu?".
Rafa membentulkan posisi pelukkanya, "Karena kamu, karena saya jatuh cinta kepada kamu. Semenjak kejadian di bandara, entahlah hati saya berdesir setiap berada didekat kamu. Rasa itu, tidak pernah saya rasakan dengan wanita manapun, termasuk Dea".
"Kenapa kamu berbohong terhadap saya? Kenapa dari awal, kamu tidak mengakui bahwa, kamu adalah calon suami dari saudara saya?".
Rafa menarik nafas, ia mengecup puncak kepala Arin, "Entahlah, saat itu saya memang tidak ingin kamu tahu. Saya benar-benar jatuh pesona kamu. Saya takut, jika kamu tahu kebenarannya, kamu malah menghindari saya".
"Tapi, tidak perlu berbohong seperti itu".
"Dengar, jika saya berkata jujur waktu itu. Saya yakin, kamu dan saya tidak seperti ini. Karena saya benar-benar jatuh cinta kepada kamu".
Arin mendengar ucapan Rafa, ia tidak dalam keadaan bercanda. Arin akui, Rafa mamang tipe serius. Arin melirik jam didinding kamar Rafa. Jam menunjukkan pukul 21.05
"Sepertinya, saya sudah harus pulang. Orang tua saya pasti mencari saya" ucap Arin.
Rafa melepaskan pelukannya, ia membenarkan ucapan Arin. Ia harus mengantar Arin pulang.
"Saya akan menelfon Daniel dulu".
"Iya" ucap Arin.
Arin menatap Rafa, Rafa mengambil ponsel miliknya, yang tergeletak di nakas, dan lalu menghubungi Daniel. Setelah menghubungi Daniel, Rafa melangkah mendekat.
"Laras dan Daniel sudah menunggu kamu dibawah" ucap Rafa.
Arin tersenyum dan mengangguk, Arin berjinjit dan mencium pipi Rafa lagi, "Saya cinta kamu".
Rafa tersenyum, dikecupnya lagi bibir Arin. "Saya juga".
"Kamu tidak mandi dulu?".
Arin menggelengkan kepala, "tidak usah, saya mandi dirumah saja".
Rafa mengecup bibir Arin kembali, "Terima kasih untuk hari ini, sebaikknya pakai baju kamu dulu".
Wajah Arin bersemu merah, atas aktivitas beberapa jam lalu ia lakukan. Arin menatap tubuh bidang Rafa. Ia menyukai tubuh itu, ya ia mencintai Rafa. Arin tidak menyesal melakukannya, karena melakukan kepada pria yang ia cintai.
Setelah beberapa menit, Rafa menatap Arin. Arin telah lengkap dengan pakaiannya. Di pelukknya tubuh itu, dan di kecupnya kening itu, inilah wanita yang ia cintai.
Rafa menarik tangan Arin menuju pintu utama. "Genggam tangan saya, jangan sekalipun melepaskan saya" ucap Rafa.
"Iya, tentu saja saya tidak akan melepaskan kamu" Arin mendipkan matanya.
"Oh Tuhan, ternyata kamu sudah nakal".
Arin hanya tertawa, dan ia mensejajarkan langkahnya menuju pintu utama.
*******
Arin memutuskan untuk pulang ke Melbourne tanpa sepengetahuan Rafa. Sejujurnya Arin berat meninggalkan Rafa. Arin mengeratkan jaket kulitnya, ditatapnya sepatu boot hitam yang dikenakannya. Arin sudah tidak mengaktifkan handphone nya dari semalam. Ia ingin melarikan diri dari Rafa. Sungguh ia tidak bisa berlama-lama disini, terbelenggu dalam angan-angannya saja.
Cinta, ia sudah mengabaikannya begitu saja. Ia harus kuat, agar bisa keluar dari zona nyaman itu. Berat memang, tapi ini lah cara satu-satunya agar bisa melupakan Rafa. Sekuat apapun menahan air mata, tapi air mata itu jatuh juga. Arin mengusap air matanya, dan ia melangkah menuju airport. Arin menatap petugas avsec memeriksa para penumpang, sementara Arin menunggu gilirannya diperiksa.
"Arin".
Arin memutar kepalanya 45 derajat, ia mencari sumber suara. Arin menatap David, David berjalan mendekatinya.
"Pulang ke Melbourne?" Tanya David.
"Iya, kamu?".
"Sama, saya tidak menyangka bertemu kamu disini".
"Iya, saya juga".
David menatap Arin, "Kamu sakit?".
"Ah tidak, saya sehat-sehat saja kok".
"Kamu kelihatan pucat".
"Ah, ya. Mungkin saya tidak memakai make up" elak Arin.
"Benarkah?" David kembali memperhatikan wajah Arin.
Arin mengerutkan dahi, "kamu kenapa bisa berada di Jakarta?".
"Biasa urusan Kerja".
"Kerja?" Tanya Arin penasaran.
"Saya ada pemotretan di Jakarta".
"Begitu ternyata".
"Agency model saya kemarin, tertarik dengan kamu, dia ingin mengajak kamu bergabung".
Arin tertawa, ia melirik David, "Model? Kelihatannya menarik".
"Jika kamu mau, saya akan perkenalkan kepada kamu".
"Apakah saya sudah mirip Gigi Hadid?".
David tertawa, "Tidak, tapi kamu lebih mirip Deepika Padukone".
"Benarkah?".
"Tentu saja".
******
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)
Romance"Rafael" kata itu meluncur dengan sendirinya. "Kamu tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?" Tanya Rafa. Ia memperhatikan tubuh Arin, ia memastikan tidak ada terluka sedikitpun ditubuhnya. Rafa mengenal wanita berparas cantik itu. Pertama kali ia lihat...