BAB 24

2K 60 1
                                    

"Rafa" ucap Arin pelan.

"Ayo kita pergi dari sini" ucap Rafa, ia lalu menutup pintu mobil Laras. Digenggamnya jemari-jemari Arin, melangkah bersamanya.

Sementara Laras menatapnya bingung, ia melangkah mendekati Arin dan laki-laki berbadan tegap mengikutinya tadi. Laras semakin tidak mengerti, ia menatap jemari itu saling berpegangan.

"Kamu mengikuti kami dari tadi kan?" Ucap Laras.

"Iya".

"Kalian saling kenal?".

"Dia kekasih saya" ucap Rafa.

Laras menoleh kebelakang menatap kekasihnya, dan melangkah mendekatinya.

"Ada apa sebenarnya sayang?" Tanyanya.

Daniel menatap Laras, dan seorang wanita, yang ia pastikan adalah sepupu Laras. Daniel mengerutkan dahi, langkahnya semakin dekat, ia sepertinya mengenal laki-laki yang bersama sepupunya ini.

"Rafael" ucap Daniel.

"Daniel" Ucap Rafa.

Laras semakin bingung, "kalian saling kenal?".

"Tentu saja, dia teman kerja saya sayang, saya pernah beberapa kali kerja sama dengan Rafa di Melbourne" ucap Daniel.

"Owh, begitu" Arin memeluk lengan Daniel.

"Jadi kamu, mengikuti mobil Laras. Saya tidak menyangka bertemu kamu disini".

"Iya, saya hanya ingin bertemu kekasih saya" ucap Rafa, ia menunjukkan jemari yang di genggamnya. Menandakan bahwa Arin adalah miliknya.

Daniel menatap Laras, "Sayang, dia itu kekasih sepupu kamu, bukan penjahat apa yang kamu bilang tadi".

"Mana saya tahu, bahwa dia kekasihnya Arin. Arin juga tadi hanya diam, ketika saya panik menghubungi kamu" sungut Laras.

Laras melirik Arin, dia hanya diam, menunduk, langkah Laras semakin dekat. "Arin, kenapa kamu tidak bilang dari tadi, bahwa dia kekasih kamu".

Arin tidak kuasa menjawab peryataan Laras. Rafa menarik pinggang Arin semakin dekat, ia menatap Daniel dan Laras. "Terima kasih sudah membawa Arin keluar" ucap Rafa.

"Tapi, saya mau ngajak Arin jalan-jalan loh. Sayang, bilang sama teman kamu itu. Jangan bawa Arin begitu saja" ucap Laras, mengadu kepada Daniel.

"Ayolah, sayang bujuk dia, agar tidak bisa membawa Arin begitu saja. Dia terlihat sangat mengerikan" ucapnya lagi, karena Rafael sangat mengerikan, terlihat dari mata tajam itu, seakan ingin menerkamnya.

Daniel hanya diam, diliriknya Rafa. Daniel tidak mungkin melarangnya membawa Arin pergi, dalam keadaan seperti ini, terlihat dari tatapannya ia sangat menginginkan Arin. Bisa jadi semenit kemudian, di tempat ini, akan terjadi adegan pertumpah darahan antara dia dan Rafa. Daniel tidak dapat membayangkan ia babak belur, berselimut darah. Oke, kali ini ia akan cari amannya saja.

"Kalian mau kemana?" Tanya Daniel.

"Kenapa kamu harus tahu, bahwa saya akan pergi kemana?" Ucap Rafa, ia menarik tangan Arin menuju mobil SUV miliknya.

"Untuk memastikan bahwa, dia pulang dalam keadaan baik-baik saja" tunjuk Daniel, kearah Arin.

Daniel akui, ini semua pasti masalah cinta. Daniel sudah membayangkan keluarga Senjaya seperti ini, menjaga anak-anaknya sedemikian protectif. Ia jadi teringat Ayana, sampai sekarang saja ia belum bisa bertemu kekasihnya, hingga Laras menjadi korban untuk mendapatkan kekasihnya kembali.

"Saya bisa menjaganya dengan baik".

"Hubungi saya ketika kalian pulang, dan saya tidak ingin Laras menjadi sasaran kemarahan orang tuanya".

"Ya, saya akan menghubungi kamu".

"Terima kasih" ucap Rafa, lalu menarik tangan Arin, masuk kedalam mobilnya.

Daniel menatap Rafa dan Arin masuk kedalam mobil, mobil itu sudah menghilang dari pandanganya.

Daniel menatap Laras, "Sepertinya mereka ada masalah".

"Sepertinya begitu".

"Sudahlah biarkan saja, nanti dia akan menghubungi saya" ucap Daniel.

"Tapi saya jarang-jarang loh, bertemu Arin. Dia itu baru datang dari Melbourne, dan dia bukan tinggal di Jakarta tapi di Singapore".

"Nanti kalian akan bertemu lagi".

"Padahal saya sudah merayu dia tadi, untuk menjadikan salah satu model saya" ucap Laras.

"Model?".

"Iya model, dia punya look yang bagus. Saya yakin jika agensi model menemukan, ia akan menjadi terkenal".

"Ya, dia emang cantik".

Daniel tersenyum, ia menarik tangan Laras, menuju lobby mall. "Yasudah, sebaiknya kita saja yang jalan-jalan".

Laras tersenyum penuh arti, ia mensejajarkan langkahnya. Ia bahagia bersama Daniel. Lalu berjinjit mencium pipi Daniel. "Oke".

******

Rafa mengecup punggung tangan Arin. Rafa tidak ingin melepaskan jemarinya begitu saja.

"Kenapa kamu tidak membalas pesan-pesan saya".

Arin tidak menjawab pernytaan Rafa, baginya itu tidak terlalu penting untuk di jelaskan. Inilah yang mesti ia bicarakan terhadap Rafa, "Mama sudah tahu, hubungan kita".

Rafa lalu menepikan mobilnya di salah satu jalan, yang terlihat sepi. Rafa tidak bisa berpikir jernih jika seperti ini. Ia ingin secepatnya menyelesaikan masalah dirinya dan Arin.

"Mama kamu tahu dari mana?" Tanya Rafa.

Arin menarik nafas, "Ketika kamu mengantar saya pulang, dan mama melihatnya".

"Bagaimana reaksi mama kamu".

Arin menggelangkan kepala, ia menatap jemari Rafa, lalu dikecupnya tangan itu, kembali ia menatap Rafa. "Kita tidak bisa bersama lagi, mama melarang saya menemui kamu. Keputusan saya, sebaiknya akhiri hubungan ini" ucap Arin, air matanya jatuh dengan sendirinya.

Rafa mengelus wajah Arin, ia mendongakkan wajah itu dengan jemarinya, agar sejajar menatapnya, "Bagaimana saya bisa mengakhiri hubungan ini, sementara saya mencintai kamu".

"Mau tidak mau, suka tidak suka. Kita harus mengakhirinya".

"Tidak, saya tidak ingin mengakhiri begitu saja. Sadarlah kita dua manusia yang saling mencintai. Apapun keputusan yang kamu ambil, saya tidak mau mengakhirinya".

"Tapi, mengertilah orang tua saya tidak mungkin merestui hubungan kita" Arin melepaskan genggamanya. Ia mengusap air matanya.

"Saya akan bertemu orang tua kamu dan menjelaskannya" Rafa mengecup puncak kepala Arin.

"Tidak bisa, setelah ini saya akan pulang ke Melbourne. Orang tua saya tidak mengijinkan saya kembali kesini".

Rafa menggeram, ia memukul setir mobilnya, Rafa menahan amarah. Begitu bencinya kah orang tua Arin kepada dirinya.

"Tidak, kamu tetap disini bersama saya".

"Bagaimana saya bisa bersama kamu, sementara orang tua saya, membenci kamu, sadarlah kita memang tidak bisa bersama".

"Saya tidak peduli, orang tua kamu tidak menyukai saya. Kamu tetap bersama saya".

"Oh Tuhan, bagaimana saya harus menjelaskannya" ucap Arin.

"Dengar, kamu tetap bersama saya. Saya akan menjelaskannya semua. Semua akan baik-baik saja" Rafa memeluk tubuh Arin.

Pelukkan itu begitu hangat dan menenangkan.

*****

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang