BAB 21

2.1K 66 2
                                    

"Bolehkah, saya mencium kamu?".

Arin mengerutkan dahi, ia tidak percaya atas pernyataan Rafa. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?".

"Apa ada yang salah dengan pernyataan saya?".

"Ya, tentu saja".

"Apa yang salah?".

Arin ingin tertawa, ia ingin sekali menyadarkan Rafa, "Bukankah kamu biasanya, langsung mencium saya mengebu-ngebu. Tanpa perlu miminta ijin kepada saya. Kejadian tadi siang saja, kamu sudah mempemalukan saya, mencium saya begitu saja didepan umum. Tanpa perlu bertanya seperti ini" ucap Arin.

"Bukankah meminta ijin, itu lebih sopan?" Tanya Rafa.

"Tapi bertanya seperti itu, bukan seperti kamu. Kedengarannya aneh".

Rafa tersenyum dan tertawa, ia kembali menatap Arin. "Berarti kamu menikmati segala ciuman yang saya berikan? Walau dengan paksaan?".

"Apa menurut kamu saya menikmatinya?".

"Tentu saja, buktinya kamu tidak pernah menolak ketika saya mencium kamu".

Arin diam sesaat, ia tidak menjawab pertanyaan Rafa. Arin menatap Rafa dan lalu tersenyum. Arin mendekatkan wajahnya, lalu di kecupnya pipi Rafa. "Hati-hati dijalan" ucap Arin, lalu membuka hendel pintu.

Rafa tersenyum, ia bahagia ketika suasana hatinya mencair. Rafa membuka kaca mobil.

"Apakah besok kita bisa bertemu lagi" tanya Rafa.

"Tentu saja".

"Saya akan menjemput kamu disini".

"Tidak usah, besok orang tua saya pulang. Biar saya saja yang menemui kamu".

Rafa kembali berpikir, "Besok, saya tunggu di apartemen saya".

Arin tersenyum, "iya".

Arin menatap mobil itu menjauh dari hadapannya. Arin merasa lega, kali ini ia menikmati proses yang ada. Jika seperti ini membuatnya bahagia, kenapa ia ingin menentangnya. Sudah beberapa hari Arin berusaha ingin melepaskan Rafa, tapi jujur ia tidak bisa, justru air matanya yang jatuh. Ia tidak bisa membohongi perasaanya begitu saja.

Arin melangkahkan kakinya, dan terdiam sesaat. Ia menatap Dea sudah berada tepat hadapannya.

"Kamu sudah pulang? Siapa tadi?" Tanya Dea, penasaran. Karena mobil itu sudah menjauh.

"Teman" ucap Arin. Arin bersyukur bahwa Rafa sudah menghilang dari pandangannya.

Arin menatap Dea, "Dari belanja ya" tanya Arin.

"Iya, ini untuk stok besok, mama pulang besok".

"Sini saya bawain" ucap Arin, ia mengambil sebagian belanjaan Dea.

Dea tersenyum, dan lalu melangkah menuju gedung apartemen miliknya. "Siapa tadi? Temannya kok enggak pernah dikenalin sama saya?".

"Hanya teman biasa" dusta Arin. Jika Dea tahu, siapa orang yang bersamanya tadi, habislah sudah. Dea pasti akan murka kepadanya. Orang yang bersamanya tadi adalah orang yang membatalkan pernikahan itu.

"Kekasih kamu ya" tebak Dea.

"Bukan kok" elak Arin.

"Hayoo ngaku, tidak apa-apa kalau kamu sudah punya kekasih. Kamu sudah dewasa".

"Bukan beneran".

Dea tertawa manatap tingkah Arin. Wajah itu bersemu merah. Tawa itu sampai di gedung apartemennya. Arin tidak tahu berkata apa. Dea menggodanya tidak henti-hentinya.

*****

Arin menepati janjinya, melangkahkan kakinya menuju apartemen Rafa. Jelana jins hitam serta kemeja navy menjadi pilihannya saat ini. Arin menatap kusen pintu berwarna putih. Arin lalu memencet bel, menunggu sang pemilik apartemen membukakan pintu untuknya. Semenit kemudian, pintu itu terbuka. Arin tersenyum menatap wajah tampan Rafa sudah berada di hadapannya. Kaos hitam serta celana jins itu menjadi pilihan Rafa. Tidak ada cela dengan penampilan Rafa, ia tetap tampan.

Rafa lalu menarik tangan Arin, masuk kedalam apartemen miliknya. Arin sudah tidak asing dengan ruangan apartemen Rafa. Ruangan aprtemen luas dan mewah.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan disini?" Tanya Arin. Arin meletakkan tasnya di sofa. Lalu kembali menatap Rafa.

"Banyak, misalnya memeluk kamu seharian, mandi bersama, tidur, dan mencium kamu mungkin" Rafa menyengir.

"Itu sih mau kamu" dengus Arin.

"Bagaimana kita memasak saja" usul Rafa.

"Saya, tidak yakin bisa memasak enak. Setidaknya saya pernah masak sekali dua kali di flat saya dulu" ucap Arin.

Arin lalu melangkahkan kakinya, menuju kitchen set, milik Rafa. Kitchen set yang sempurna, lengkap dan sangat bersih, Arin yakin kitchen set ini tidak pernah digunakan oleh sang pemilik. Arin memperhatikan satu persatu, ia lalu membuka chiler di lihatnya satu persatu softdrink, susu, buah segar, keju dan segala makanan beku tersusun rapi.

"Kamu berbelanja?" Tanya Arin.

"Tidak, tadi saya menyuruh Eko yang berbelanja".

"Siapa Eko?".

"Asisten saya di kantor".

"Kamu tidak kerja hari ini" tanya Arin.

Rafa melangkah mendekati Arin. "Tidak".

"Kenapa tidak kerja?" Arin mengeluarkan beberapa buah, dan daging beku.

"Karena kamu".

"Karena saya? Bukankah kerjaan kamu lebih penting dari pada saya?".

"Bagi saya, tidak ada yang lebih penting dari pada kamu saat ini, lagian saya sudah kerja keras, saya ingin istirahat sejenak, atas rutinitas itu" Rafa membelai rambut Arin.

"Kamu akan masak apa?" Tanya Rafa.

"Bagaimana spaghetti saja?" Ucap Arin.

"Boleh juga, sepertinya Eko membeli Lafonte tadi, sepertinya Eko menaruhnya di lemari sini" Rafa lalu, membuka lemari kabinet, ia mengambil beberapa bungkus.

"Satu atau dua".

"Satu saja" ucap Arin.

Arin menaruh teflon, sodet, diatas kompor elektrik. Arin menyiapkan panci yang berisi air, dan dihidupkannya kompor elektrik itu. Arin lalu mengambil bawang bombay, dan daging. Arin sebenarnya tidak terlalu terampil memasak, tapi setidaknya ia tahu apa yang ia buat untuk laki-laki itu.

Rafa menatap Arin, lalu langkahnya semakin dekat, dipeluknya tubuh Arin. Rafa mengendus harum strobery itu. Di kecupnya leher jenjang itu hingga kebahu.

"Jika kamu seperti ini, bagaimana saya bisa masak?" Ucap Arin lalu memutar tubuhnya mengahadap Rafa.

Rafa mengelus wajah Arin, "Sepertinya, saya tidak ingin makan".' Ucap Rafa lalu mematikan kompor elektrik yang menyala.

"Kenapa?".

"Saya ingin memeluk kamu sayang".

"Tapi saya lapar".

Rafa tertawa, ia suka Arin bersikap manja seperti ini. Ia lalu mengecup puncak kepala Arin. "Yasudah lanjutkan lagi masaknya".

"Oke, bisakah kamu duduk manis disitu" tunjuk Arin kesalah satu kursi.

Rafa menaikkan alisnya sebelah, menjauh dari Arin dan lalu duduk. Rafa bahagia, hanya memandang Arin tersenyum menatapnya.

******

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang