BAB 31

4.5K 89 3
                                    

"Rafa membatalkan pernikahan itu karena saya" ucap Arin.

"Saya minta maaf, sama kamu. Sungguh saya minta maaf. Saya tidak tahu kenapa itu terjadi begitu cepat" Arin kembali berucap.

"Jadi kalian bersama? Kenapa saya baru tahu masalah ini. Kenapa saya menjadi orang terakhir yang kalian kasi tahu".

"Maaf, saya memang tidak ingin menyakiti hati kamu. Saya sudah beberapa kali memutuskan hubungan itu. Tapi saya tidak bisa".

"Oh Tuhan, Arin kenapa kamu tidak cerita sebelumnya. Saya tidak percaya, kamu bermain api di belakang saya".

"Maaf" ucap Arin. Arin terima kemarahan Dea saat ini.

"Kamu tidak perlu minta maaf, kenapa kamu tidak cerita sama saya. Itu yang saya sesalkan, jika kamu cerita dari awal, kamu tidak sesakit ini".

"Maaf".

"Rafa juga, kenapa tidak memberitahu saya sebelumnya, kenapa kalian bermain dibelakang saya. Padahal kalian orang terdekat saya" Dea mengusap pipi lembut Arin.

"Saya tidak ingin kamu berpikiran, bahwa saya adalah penyebab hubungan kalian berakhir, saya tidak ingin kamu terluka".

Dea memeluk tubuh Arin, "kamu jangan merasa bersalah seperti itu Arin. Saya saudara kamu, sudah seharusnya kamu bahagia dengan pilihan kamu. Saya dan Rafa memang akan melangsungkan pernikahan. Tapi apakah kamu tahu? Saya tidak memiliki perasaann apa-apa terhadap Rafa. Saya memang sayang dia, tapi hanya sebagai saudara laki-laki. Laki-laki yang saya cintai ya suami saya. Cinta pandangan pertama, ya Raka suami saya".

"Benarkah?".

Dea tersenyum, "tentu saja, awalnya begini. Saya tidak kuasa menolak ketika Rafa melamar saya waktu itu. Dan saya menerimanya begitu saja. Saya pikir waktu itu, jodoh saya adalah Rafa, tapi Tuhan, berkata lain Rakalah tambatan hati saya. Saya dan Raka memang sudah menjalin hubungan sebelumnya. Akhirnya kami menikah. Saya tidak apa-apa, saya justru senang. Laki-laki sebaik Rafa, akhirnya jatuh dipelukkan kamu".

"Benarkah begitu?".

"Tentu saja" Dea tersenyum, ia mengelus kepala Arin.

"Apakah, mama dan papa tahu?".

"Iya".

"Syukurlah kalau begitu. Sepertinya saya orang terakhir yang tahu".

Arin kembali memeluk Dea, "terima kasih ya. Saya hanya takut kamu marah terhadap saya. Sebelumnya saya minta maaf. Maafkan Rafa juga".

"Iya sayang, saya sudah memaafkan kalian berdua, jaga hubungan kalian baik-baik".

"Iya".

"Saya dan Raka mau ke Inggris, kamu mau oleh-oleh apa?".

Arin tersentuh, "Saya mau keponakan yang lucu".

Dea tertawa, "ya, tentu saja".

*********

Arin mengalihkan tatapnya, ia marah terhadap Rafa saat ini. Ia benar-benar kesal dengan Rafa. Arin mengubah posisi tidurnya menyamping. Kali ini ia mogok bicara dengan laki-laki pembohong itu.

"Kamu marah sama saya. Ini sudah sejam yang lalu, kamu mendiamkan saya".

Rafa lalu duduk disisi tempat tidur, ia mengelus puncak kepala Arin, "Saya sudah minta maaf, dosa tidak menanggapi calon suami seperti ini".

Arin masih diam, ia mencoba bertahan, aksi mogok berbicaranya. Agar Rafa tahu, saat ini ia marah telah dibohongi habis-habisan.

"Yasudah kalau kamu marah tidak apa-apa. Saya harus bagaimana lagi, selain cara intimidasi".

Rafa mendekatkan tubuhnya, ia berbaring disisi Arin. Sempit memang, andai saja Arin geser sedikit, ia pastikan akan jatuh kelantai. Akhirnya Arin menyerah juga.

"Sempit tau, minggir sana".

Rafa tersenyum penuh arti, mendengar Arin berbicara. Rafa memiringkan tubuhnya kesamping. Ia menatap wajah Arin. Arin membalas tatapannya.

"Kamu tidak kasihan sama saya?".

"Tidak ada yang perlu dikasihani, laki-laki pembohong seperti kamu".

Rada tertawa, ia mencium puncak kepala Arin. "Saya tadi hanya bercanda sayang. Kamu saja yang terlalu serius".

"Becanda kamu itu tidak lucu, saya pikir itu serius, sumpah".

Rafa mengerutkan dahi, "jadi kamu ingin serius, hamil beneran?".

"Ya Tuhan, bukan itu maksud saya, kamu ini susah dikasi tahu" Arin semakin kesal.

"Oiya, saya ingin menanyakan sesuatu kepada kamu" ucap Arin.

"Tanya apa".

"Aksi nekat apa, yang membuat orang tua saya percaya kepada kamu?".

"Kamu serius mau tahu?".

"Iya".

"Saya mempertaruhkan semua apa yang saya miliki sekarang, dan siap menunggu hingga, menyelesaikan kuliah kamu".

"Mepertaruhkan maksudnya seperti apa? saya kurang mengerti".

"Harta yang saya miliki sekarang, termasuk nyawa saya sebagai imbalannya. Agar orang tua kamu percaya, bahwa saya tidak akan menyakiti kamu".

"Kamu gila, itu tidak mungkin. Harta kamu? Oh, itu tidak mungkin. Kamu masih tidak tahu kehidupan kedepannya seperti apa".

"Iya, saya tahu. Tapi ini semua demi kamu. Saya cinta kamu, apa yang saya miliki semua untuk kamu".

"Ya, Tuhan kamu ini".

"Sudahlah jangan dipikirkan lagi, yang penting sekarang saya sudah memiliki kamu".

"Kamu mencintai saya?".

"Tentu saja".

Rafa tersenyum, di kecupnya lagi kening Arin. "Saya bahagia".

Arin mengelus rahang Rafa, di tatapnya wajah tampan itu. Satu kecupan mendarat di pipi Rafa.

"Saya mau pulang" rengek Arin.

Rafa tertawa, ia suka sekali melihat Arin manja terhadap dirinya.

"Iya, iya. Saya panggil dokter dulu".

"Love you".

"Love you to, baby".

**** 

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang