BAB 26

1.8K 58 0
                                    

2 Minggu kemudian,

Arin menatap penampilannya, gaun berwarna biru navy, menjadi pilihan keluarganya. Arin terpaksa pulang ke Jakarta, rencana sesuai rencana, Dea akhirnya melangsungkan pernikahnnya dengan dokter muda bernama Raka. Arin menatap ballroom hotel sudah di sulap sedemikian rupa, pesta mewah menjadi pilihannya. Arin menatap para chef telah menyiapkan makanan, serta para host sudah bersiap-siap menyambut para tamu undangan. Penyanyi serta para crew sudah siap di panggung.

Arin memilih duduk disalah satu kursi, Arin kembali melirik sang kakak, sudah di plaminan. Acara sudah berlangsung, para tamu undangan sudah berdatangan, memenuhi setiap sudut ruangan.

Arin menatap Laras, berjalan mendekatinya. Laras tidak sendiri, ia bersama kekasihnya.

"Arin, kamu kemana saja? Hilang begitu saja" Tanya Laras. Laras memeluknya, dan dilepaskan lagi.

"Saya pulang ke Melbourne" ucap Arin.

"Secepat itu? Padahal kamu baru beberpa hari disini".

Arin hanya tersenyum tidak menanggapi. "Kamu cantik sekali hari ini" ucap Arin.

"Benarkah, terima kasih".

"Saya suka gaun rancangan kamu" ucap Arin, ia tahu Laras lah yang merancang baju keluarga ini.

"Kamu kapan pulang ke Melbourne?".

"Besok" ucap Arin.

Arin memang akan pulang besok, ia tidak bisa berlama-lama disini. Mengingatkan dia kepada Rafa. Sudah lama ia tidak bertemu Rafa, Bagaimana kabarnya ia juga tidak tahu. Handphone milik Rafa, ia sudah menyimpannya di lemari flat nya. Arin ingin membuang rasa cintanya kepada Rafa.

"Secepat itu?".

"Iya, sepertinya saya sudah jatuh cinta dengan kota itu" ucap Arin sekenanya. Arin melirik Daniel kekasih Laras. Ia tidak enak jika terlalu banyak berbicara kepada Laras.

"Saya ke belakang dulu" ucap Arin, ia berpamitan kepada Laras.

Arin memilih menjauh, Arin melangkahkan kakinya menuju toilet. Arin menatap pantulan bayangannya di cermin. Arin mengambil tisu, ia mengerutkan dahi, ia tidak sendiri disini. Arin menatap pakaian serupa dengan dirinya. Arin sepertinya mengenal wanita duduk disalah satu WC, ia tidak berbuat apa-apa, hanya diam. Langkah Arin semakin dekat, dan ditatapnya wanita itu.

"Ayana" ucap Arin.

Wanita itu tampak bingung dengan kehadirannya. Sedetik kemudian ia tersenyum. "Arin ya" ucap Ayana.

"Kenapa kamu ada disini?" Tanya Arin melangkah mendekatinya.

Ayana adalah sepupunya juga, yang ia ketahui sekarang tinggal di Berlin, walau ia tidak terlalu akrab dengannya.

"Saya ingin menenangkan diri saja" ucapnya gelagapan.

"Kamu kenapa?".

"Ah tidak apa-apa" ucapnya lagi.

Arin menaikkan alis sebelah, ia masih bingung dengan Ayana. Ia seperti menghindari sesorang. Ia terlihat sangat panik. Arin tidak bertanya lagi, memikirkan masalahnya saja sudah cukup pelik, apalagi untuk mengurusi masalah orangn lain.

Arin kembali berjalan keluar dari toilet. Arin menatap stellito hitam yang dikenakannya, pilihan sang kakak tidak mengecewakan. Arin tersentak, ketika tangan kurusnya ditarik begitu saja, menjauhi ballroom hotel. Arin hampir terseok-seok dan terjatuh. Arin dengan sekuat tenaga melepaskan tangan kokoh itu. Sedetik kemudian, terlepas.

"Siapa kamu!!!".

Arin menatap laki-laki pertopi itu, Arin tersentak, jantungnya maraton. Ia tidak percaya apa yang dilihatnya.

"Rafa" ucap Arin.

Rafa membalas tatapannya, laki-laki itu tidak berkata-kata, lalu menarik tangannya kembali. Arin tidak memberontak, ia mengikuti langkah Rafa, menuju besment hotel. Arin tidak percaya Rafa menemuinya disini. Dari mana laki-laki itu tahu keberadaanya? Padahal ia sudah setengah mati, untuk tidak pernah mengaktifkan segala sosial media miliknya.

Arin lalu duduk, ia tidak bersuara, ketika mobil itu keluar dari besment, meninggalkan gedung hotel itu. Jantung Arin maraton, ia mengalihkan tatapnya ke jendela. Rafa melajukan mesin mobilnya, dengan kecepatan tinggi. Arin mengeratkan tangannya di sabuk pengaman.

Arin tahu, laki-laki itu marah, terlihat dari tatapannya. Laki-laki itu begitu murka kepadanya. Arin berusaha tenang, menghadapi laki-laki itu penuh emosi. Bukan kali ini saja Rafa emosi seperti ini.

Rafa membawanya ke gedung apartemen miliknya. Arin sudah menduga Rafa membawanya kesini. Arin mengikuti langkah Rafa, Rafa menyuruhnya masuk. Arin mengikuti perintah, ia lalu masuk.

"Kenapa kamu tidak memberitahu saya, atas kepulangan kamu?" Ucap Rafa, langkahnya mendekat.

"Untuk apa kamu tahu kepulangan saya. Saya sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini".

Rafa menggeram, bisa-bisanya Arin berkata seperti itu kepadanya. Arin sengaja tidak memberitahu kepulanganya ke Melbourne, karena ia benar-benar ingin mengakhirnya.

"Mengakhiri?".

Raga menggeram, ia melempar vas bunga di meja. Vas kristal itu hancur begitu saja, suara itu terdengar di segala penjuru ruangan. Arin menatap mata tajam itu, terlihat penuh emosi.

"Jangan pernah menemui saya lagi" ucap Arin. Arin lalu melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Ia harus segera keluar dari apartemen ini.

Langkah Arin terhenti, ketika tangan kokoh itu meraihnya kembali.

"Ada apa lagi".

"Kamu sengaja melakukan ini terhadap saya?".

"Ya, kenapa? Bukankah kamu pernah melakukan seperti ini terhadap saudara saya. Kamu meninggalkanya, mencampakkannya begitu saja".

Rafa menggeram, "Kamu ingin membalas dendam itu".

"Ya, tentu saja".

"Kamu membenci saya?".

"Yaa, tentu saja, saya membenci kamu".

Rafa menggeram, ia menangkup wajah Arin dengan jemarinya. Rafa menatap wajah cantik itu, bibir Rafa terangkat. Rafa mengelus pipi lembut itu, "Kamu membenci saya, sementara dimata kamu sangat mencintai saya" ucap Rafa.

Rafa menarik pinggang Arin mendekat, lalu dipelukknya dengan segenap hati dan perasaanya. Sementara Arin tak kuasa menahan tangis.

"Saya benci kamu".

*******

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang