BAB 22

1.9K 62 1
                                    

"Terima kasih untuk hari ini" ucap Rafa, ia mengecup puncak kepala Arin.

"Iya sama-sama".

Rafa tersenyum dan lalu ia mengelus bibir Arin dengan jemarinya. Rafa mendekatkan wajahnya, hembusan nafas itu terasa dipermukaan wajahnya. Rafa lalu mengecup bibir Arin, awalnya hanya kecupan biasa. Tapi Rafa lalu melumat melumat bibir itu. Arin membalas kecupan kecupan itu. Arin mengalungkan tangannya di leher Rafa. Rafa seakan tidak bisa berhenti, akhirnya ia kehabisan nafas. Rafa melepaskan pangutannya, ia menatap wajah cantik Arin.

"Saya cinta kamu, saya akan berjuang memiliki kamu" ucap Rafa penuh kesungguhan hati dan persaanya. Ia meraih jemari Arin. Lalu dikecupnya jemari itu.

Arin hanya diam mendengar pernyataan Rafa. ia tersenyum, "Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa kepada kamu. Kamu tahu sendiri, saya main di belakang keluarga saya, saat ini".

"Ya saya tahu itu. Saya tidak ingin terus-terusan seperti ini. Saya ingin segera memberi tahu kedua orang tua kamu, kakak kamu".

"Jangan pernah bermimpi, melakukan hal seperti itu. Kamu tahu apa yang terjadi nanti, reaksi mereka terhadap saya".

"Lambat laun, semuanya akan tahu Arin. Saya tidak ingin terus-terusan seperti ini".

"Jika kamu masih ingin bersama saya, bekerja samalah dengan saya".

"Oke, jika itu mau kamu".

Arin mengangguk, ia lalu mengecup pipi Rafa. "Oke, hati-hati dijalan".

Arin lalu membuka hendel pintu. Arin menatap Rafa, Rafa membuka pintu kaca mobilnnya.

"Saya akan menelfon kamu nanti" ucap Rafa.

"Jangan, sebaiknya kirim pesan saja".

"Iya" Rafa lalu melajukan mobilnya meninggalkan Arin mematung menatapnya.

Arin menatap mobil Rafa menghilang dari pandangannya. Arin melangkahkan kakinya menuju gedung apartemen. Arin menghentikan langkahnya, Tubuhnya kaku, keringat dingin membasahi pelipisnya.

"Mama".

Friska melangkahkan kakinya mendekati Arin, di tatapnya penuh kebencian. Arin hanya diam ketika Friska mendaratkan tanganya dipipi kirinya. Rasa sakit itu tidak seberapa, tapi rasa sakit itu begitu mendalam, menatap wajah murka Friska. Air mata Arin jatuh dengan sendirinya.

"Ternyata kamu penyebab semua ini".

Arin hanya diam, ia mengusap air matanya dengan jemarinya.

"Mama tidak menyangka kamu berhubungan dengan laki-laki itu".

Arin menatap wajah Friska, "Maaf" ucap Arin pelan.

"Kamu tahu dia kan! dia adalah laki-laki yang mematahkan hati Dea. Mama tidak menyangka kamu melakukan ini terhadap kakak kamu sendiri, dimana letak hati kamu sebenarnya".

Arin hanya diam, Friska benar-benar murka kepadanya, terlihat dari wajah itu penuh emosi. Arin kembali menangis.

"Sekarang, kamu jangan pernah berhubungan dengan laki-laki itu".

"Iya" ucap Arin.

Arin lalu melangkahkan kakinya menuju gedung apartemen. Tanpa menoleh kebelakang, ia tidak bisa lagi menjelaskan kepada sang mama.

Arin menunduk menahan tangis. Semua terjadi begitu saja. Oh Tuhan, ia telah menyakiti hati mamanya. Friska adalah satu-satunya orang yang menyayanginya, tempat ia mengadu dan sekarang mama membencinya. Arin dengan cepat mengusap air matanya.

******

Arin diam menahan tangis, dan disini duduk bersama Friska. Sedangkan Dea sudah pergi dari tadi bersama Raka. Arin menompang bantal sofa, disisi pahanya. Arin menatap Friska, dan Friska membalas tatapannya.

"Sejak kapan kamu berhubungan dengan laki-laki itu" tanya Friska.

"Sejak berada di Bangkok" ucap Arin jujur.

"Jadi kamu penyebab, hancurnya pernikahan itu".

"Ma, awalnya saya tidak tahu, Rafa adalah calon suami Dea. Saya memang tidak tahu apa-apa. Rafa tidak berkata jujur kepada saya saat itu. Setelah saya menelfon mama, mama menceritakan semua tentang apa yang di alami Dea. Saya sudah mengakhiri hubungan itu, dia memang pembohong".

"Jika kamu sudah tahu, bahwa dia membohongi kamu. Kenapa kamu sekarang masih berhubungan dengan dia?".

Arin hanya diam, ia tidak menjawab. Kepalanya sudah berdenyut dari tadi. Di eksekusi seperti ini, sama saja ia membunuhnya secara perlahan.

"Dia itu pembohong Arin, sadarlah. Sudah cukup kakak kamu yang ia sakiti. Kenapa kamu tidak belajar dari pengalaman Dea?".

Arin menangis dalam diam, ia mengambil tisu di meja dan diusapnya tisu itu dipermukaan wajahnya.

"Dia saja sudah mempermainkan pernikahan, yang sudah jelas-jelas itu merupakan hal yang sakral, dan sekarang dia juga ingin mempermainkan kamu" Friska mengelus punggung Arin.

Friska lalu menarik nafas, lalu melanjutkan kata-katanya, "Kamu itu masih polos, begitu mudahnya di perngaruhi oleh laki-laki itu. Mama tidak tahu, dia punya dendam apa kepada kita. Sehingga ia ingin mendapatkan kamu dan Dea secara bersamaan, lalu ia campakkan begitu saja".

Friska menarik nafas lagi, dan ditatapnya putri bungsunya menangis dalam diam, hatinya begitu perih. Ia membenarkan ucapan Friska.

"Mama akui, Rafa memang laki-laki dengan sejuta pesona, tampan, keren, mapan, karir cemerlang, tidak ada wanita yang tidak jatuh terhadap pesonanya. Tapi sadarlah dia itu hanya ingin mempermainkan kamu".

"Sudah sejauh mana hubungan kamu dengan laki-laki itu?".

Arin menggelengkan kepala, "Tidak sampai mana-mana ma" ucap Arin pelan.

"Tolong jujur kepada mama, apa kamu pernah ditidurin sama dia?".

Arin menggelengkan kepala, ia menatap Friska. "Tidak pernah ma, sungguh".

"Bagus kalau begitu, hanya sebatas mencium kamu. Sekarang jauhi dia, mama tidak ingin kamu berhubungan dengan dia, setelah ini mama ingin kamu pulang ke Melbourne, selesaikan kuliah kamu. Menetap lah di Singapore".

"Iya ".

"Setelah urusan kakak kamu selesai, kamu langsung pulang. Mama akan urus penerbangan kamu".

"Iya".

*******

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang