Rafa menatap Malik dan Friska. Terlihat dari tatapan itu, tidak suka atas kehadirannya. Rafa melangkah mendekat, ia memberanikan diri untuk menghadapi Malik dan Friska, yang terlihat jelas, tidak suka kepadanya.
"Untuk apa kamu kesini?" Ucap Malik.
Rafa mengambil nafas, ia menatap iris mata Malik. "Saya mencintai putri anda, Arin. Saya ingin meminta restu kepada anda, atas hubungan kami".
"Berani sekali kamu berkata seperti itu terhadap saya".
"Maaf, sebelumnya atas prilaku saya terhadap Dea. Alasan saya membatalkan pernikahan itu, karena saya mencintai putri anda Arin".
"Brengsek kamu".
Tinjuan mendarat dipipi kiri Rafa. Rafa tersungkur dilantai. Rafa memegang pipi kirinya, bibirnya berdarah. Rafa menatap Arin menangis dalam diam. Ia harus memperjuangkan cintanya.
"Kamu sudah mempermainkan hati Dea, dan sekarang kamu ingin bersama Arin. Kamu pikir saya percaya atas pernyataan kamu" Malik murka, kilatan kemarahan terpancar dari wajahnya.
"Mama, bawa Arin masuk, saya akan habisi anak kurang ajar ini" ucap Malik.
Friska membawa Arin masuk, sementara Arin menangis tersedu-sedu.
Rafa menegakkan tubuhnya kembali, ia harus menghadapi Malik. "Saya mencintai putri anda, saya hanya meminta restu kepada Anda".
"Saya tidak akan merestui hubungan kalian. Saya tidak akan membiarkan anak-anak saya bersama kamu. Walau kamu mengemis sekalipun".
"Dimana letak malu kamu, kamu memang benar-benar laki-laki bajingan, tidak tahu malu. Sudah cukup kamu mempermainkan anak sulung saya, dan sekarang kamu mempermainkan adiknya lagi".
"Saya sangat mencintai putri anda, dan saya tidak akan mempermainkannya".
"Pergi kamu dari hadapan saya".
"Saya tidak akan pergi, sebelum anda merestui hubungan saya" ucap Rafa.
"Kamu tidak tahu diri, saya tidak akan merestui hubungan kamu".
Rafa menarik nafas, ya keluarga senjaya memang sangat keras. Rafa akui itu, Rafa menatap iris mata itu kembali. Ia harus mendapatkan Arin bagaimanapun caranya. Ia tidak ingin kalah begitu saja, walau sekeras apapun orang tua Arin menolak kehadirannya.
"Arin telah mengandung anak saya".
Kata-kata itu meluncur begitu saja, inilah satu-satunya cara agar ia tetap bersama Arin. Licik memang, tapi inilah alternatif terbaik untuk mendapatkan Arin.
Malik menggeram, wajahnya memerah. Lalu satu tinjuan lagi mendarat di pipi kanan Rafa. Rafa sama sekali tidak melawan, Rafa tahu sekarang ia menang. Ia yakin setelah ini, mau tidak mau, Malik merestui hubungannya.
"Berani sekali kamu, menyentuh anak saya".
"Karena saya mencintai putri anda, dan ditubuh Arin ada anak saya, darah daging saya. Saya hanya minta restu menikahi Arin".
Malik masih menatapnya penuh kebencian. Malik lalu masuk, dan melangkahkan kakinya menuju pintu apartemen, tanpa memperdulikan Rafa.
Pintu itu tertutup, Rafa merasakan sakit dipipi dan bibirnya. Rafa mengusap bibirnya yang sedikit berdarah. Bibir Rafa terangkat, ia lalu memutar tubuhnya, dan langkahnya terhenti ia menatap Daniel berada tidak jauh dari hadapannya. Daniel mendekatinya,
"Sepertinya sakit sekali" ucap Daniel. Ia menatap Rafa penuh prihatin, wajahnya babak belur.
"Sakitnya tidak seberapa, dari pada tidak mendapatkan kekasih saya" ucap Rafa lalu melangkahkan kakinya.
Daniel mensejajarkan langkahnya mengikuti Rafa, "Apakah Arin benar-benar hamil?" Tanya Daniel, penasaran.
Rafa mengedikkan bahu, ia tertawa, ia melirik Daniel, "Saya tidak tahu, semoga saja hamil".
"Brengsek kamu, jadi kamu berbohong tadi?".
"Jika tidak begitu saya tidak bisa mendapatkan Arin".
Daniel meninju bahu Rafa, "Sialan kamu, saya pikir tadi beneran Sumpah".
"Mau gimana lagi" ucap Rafa.
"Licik juga kamu ya" Daniel tertawa.
"Saya tidak tahu, semoga saja hamil. Saya sudah tidur denganya. Saya mencintainya, dan saya harus menikahinya".
"Oke, saya tidak bisa berkata apa-apalagi terhadap kamu. Ternyata kamu lebih licik dari pada saya".
Percakapan itu berlangsung hingga di area besment.
*******
"Gugurkan kandungan kamu, papa tidak akan merestui hubungan kamu dengan laki-laki brengsek itu" ucap Malik.
Arin menangis, ia memeluk bantal tak kuasa ketika Malik murka kepadanya. Seumur hidupnya, ia tidak pernah sekalipun melihat papa dan mamanya murka seperti ini kepadanya. Hanya karena seorang laki-laki, membuat hidupnya menderita seperti ini.
"Apakah kamu benaran hamil?" Tanya Friska.
Arin menggelangkan kepala, "tidak ma, Arin tidak hamil".
"Tapi si brengsek itu, mengatakan kamu hamil".
"Saya tidak hamil papa, sungguh. Dia pasti berbohong kepada papa, agar mendepatkan saya".
"Bagus kalau begitu, besok kamu harus pulang. Papa tidak akan merestui hubungan kamu dengannya".
"Iya".
"Sekaya apapun dia, jika sudah pernah menyakiti kelurga kita. Papa tidak akan memaafkannya. Kamu jangan pernah lagi berhubungan dengannya".
"Iya".
Malik lalu pergi dari hadapan Arin. Meninggalkan Arin dan Friska. Friska memeluknya, dan diusapnya punggung putrinya. Arin menangis dalam pelukkanya.
"Apa kamu mencintai dia?" Tanya Friska.
Arin hanya diam, ia tidak menjawab pertanyaan Friska. Tentu saja ia mencintai Rafa, lebih dari apapun.
"Mama dan papa tidak akan membiarkan kamu dengannya. Dia pernah berbohong, dan tidak akan pernah dipercaya lagi".
"Mama tahu, kamu mencintai laki-laki itu. Tapi buang rasa cinta kamu itu. Masa depan kamu masih panjang, kamu masih muda dan masih kuliah, kamu harus mengejar cita-cita kamu".
"Iya".
"Yasudah, kamu tidur. Besok pagi mama akan membangunkanmu".
"Iya ma".
********
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)
Romance"Rafael" kata itu meluncur dengan sendirinya. "Kamu tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?" Tanya Rafa. Ia memperhatikan tubuh Arin, ia memastikan tidak ada terluka sedikitpun ditubuhnya. Rafa mengenal wanita berparas cantik itu. Pertama kali ia lihat...