BAB 15

2.4K 71 1
                                    

"Saya benci kamu, sangat membenci kamu" Arin menggeram, wajahnya memerah dan emosinya naik.

Rafa menatap iris mata itu, bibirnya terangkat. Ia sudah menduga kejadian seperti ini akan terjadi. "Kenapa kamu membenci saya".

"Jangan pura-pura bodoh, kamu pikir saya tidak tahu siapa kamu, dasar brengsek" dengus Arin, ia memberontak, berusaha melepaskan cekalan tangan Rafa.

Rafa tidak semudah itu melepaskan tangan Arin. Walau seberapa kuat tenaga Arin. Sekali sentakkan ia, lalu menubruk tubuh Arin hingga tersudut di meja, tubuhnya sedikit terangkat, hingga tidak dapat bergerak.

Rafa menatap wajah Arin, wajah itu begitu dekat dengan dirinya, hembusan nafasnya terasa di permukaan kulitnya, "kamu sudah tahu siapa saya".

Arin, ingin sekali menampar wajah Rafa. Ingin memandang tubuh Rafa, hingga ke bawah apartemen. Rasa bencinya hingga ke ujung kepala.

"Kamu adalah alasan saya membatalkan pernikahan itu" gumam Rafa.

"Berengsek, pembohong, seharusnya dari awal saya tidak mempercayai kamu" teriak Arin.

Rafa menelusuri wajah Arin, wajah yang penuh emosi, "Ya seharusnya kamu dari awal tidak mempercayai saya".

"Berengsek!!!".

"Kakak kamu, mungkin dia sedang menata hati dan pikirannya, kasihan memang" Rafa tersenyum licik.

"Enyah saja kamu ke neraka, tempat kamu bukan disini".

"Tempat kamu bersama saya di neraka" gumam Rafa.

"Tidak akan pernah" timpal Arin.

"Dengar Arin, bagaimana reaksi orang tua kamu, kakak kamu. Bahwa kamu dan saya telah menghabiskan waktu bersama di Bangkok?. Berbagi kesenangan, dan berbagi sentuhan" Rafa menelusuri pipi Arin, diberinya kecupan kecupan kecil dipipinya. Lalu ditatapnya lagi wajah Arin.

"Kamu dan saya, adalah penyebabnya" ucap Rafa. Ia menggenggam jemari Arin, digenggamnya, dan dibawanya menyentuh dada kirinya.

"Kamu dan saya, sama saja" ucapnya lagi.

"Gila, kamu gila. Pergi kamu dari hadapan saya!!!".

"Saya tidak akan pernah pergi dari hadapan kamu, ingat itu".

"Kamu sangat mengerikan" jerit Arin.

Arin mengatur nafasnya yang sulit di atur, ia menarik nafas. Begitu juga Rafa, ia lalu memeluk tubuh Arin. Arin tidak memberontak.

"Tolong, jangan pernah memunculkan di hadapan saya".

Rafa merenggangkan pelukkanya, "itu tidak akan pernah terjadi" ucapnya lalu melepaskan tubuh Arin.

Arin menegakkan tubuhnya lagi, air matanya jatuh kembali. Arin kembali manangis, ia tak kuasa menghadapi Rafa seperti ini.

Rafa melangkahkan kakinya, mendekati Arin, ditatapnya wanitanya menangis, air mata itu membanjiri wajahnya, ia mengusap air mata itu dengan jemarinya. "Menangislah" ucapnya dikecupnya kening Arin.

"Saya bersama kamu".

Rafa lalu melangkahkan kakinya, meninggalkan Arin menangis seorang diri. Ia juga tidak kuasa menatap Arin menangis seperti ini. Rafa lebih baik mengawasinya dari jauh.

******

Semenjak pulang dari Bangkok, Rafa tidak pulang ke rumah orang tuanya. Ia lebih memilih pulang apartemenya. Rafa melempar jaket kulitnya begitu. Ia menatap layar ponsel miliknya, wallpaper itu terpajang wajah cantik Arin dan dirinya di Bangkok.

Rafa tak kuasa menatap wajah cantik itu, menangis tersedu-sedu. Rafa kembali menatap layar GPS nya, layar GPS itu berjalan, Rafa menyadari bahwa Arin sedang berada di luar sekarang. Rafa menegakkan tubuhnya, ia berjalan ke arah lemari, ia mengambil kaos hitam miliknya, serta jaket hitam yang tergantung. Ia kembali melirik GPS itu. Rafa melirik jam yang melingkar di tangannya. Sudah jam 21.15, ini sudah malam. Untuk apa Arin berkeliaran malam-malam begini.

Rafa dengan cepat mengambil kunci mobilnya kembali. Ia harus mengawasi wanitanya, kemana arah tujuan Arin sebenarnya. Rafa berjalan cepat, melangkan kakinya menuju pintu utama, dan berjalan menuju lift ke besment.

Arin berjalan menelusuri taman yang tidak jauh dari gedung apartemen. Ia hanya ingin menenangkan pikirannya. Pikirannya kacau beberapa hari ini. Rafa, laki-laki pertama yang berani mendekatinya, yang ia percayai, dan ia yakini menjaga hatinya.

Tapi kini apa yang terjadi, Rafa adalah calon suami sudaranya,saudara yang ia sayangi. Bagaimana bisa, Rafa mengkhianati saudaranya?, memutuskan pernikahan secara sepihak, dan membohongi semua keluarganya. Rafa benar-benar laki-laki tidak dapat dipercaya.

Arin duduk disalah satu bangku taman, ia menatap langit malam. Tidak ada bintang dilangit sana, mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Arin menatap jemarinya, air matanya tiba-tiba jatuh kembali di pipinya. Arin semakin tidak mengerti kepada dirinya, semakin ia mengingat Rafa, air matanya semakin deras. Padahal ia sudah berusaha membenci laki-laki itu. Antara hati dan logika saling berlawanan. Arin tidak terima, Arin tidak sudi mencintai laki-laki brengsek seperti Rafa. Arin kembali menangis, tangisnya semakin pecah.

Arin menatap langit, ia merasakan air jatuh dari langit. Butiran air itu jatuh di permukaan wajahnya, Arin membiarkan butiran air itu mengenai wajahnya. Langit seakan tahu bahwa hatinya sedang berduka.

Arin membiarkan rintik-rintik hujan membasahi seluruh tubuhnya. Hujan semakin deras, Arin tidak ada niat sedikitpun untuk beranjak dari kursinya. Ia membiarkan tubuhnya menyatu dengan air hujan. Ia tidak peduli dinginnya malam, terpaan angin di seluruh tubuhnya.

Arin menundukkan wajahnya, ia menatap buku-buku jarinya, sudah memutih dan berkerut oleh air hujan. Inilah yang ia inginkan, bersama hujan, menikmati malam.

Seketika air itu berhenti, ia mendongakkan wajahnya ke langit, menatap sebuah payung melindungi dirinya dari terpaan hujan. Arin menatap lengan kokoh melindunginya, dan beralih menatap wajah tampan, yang dulu selalu ada di mimpinya.

"Rafael" ucapnya pelan.

Dan pandanganya menjadi gelap.

******

SKANDAL ADIK IPAR (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang