Hiruk pikuk perkotaan Jakarta pada malam hari sangat terdengar di telinga seorang anak muda bernama Deo Andreza (14 tahun) yang sedang digandeng oleh ayahnya (39 tahun).Mereka berdua dari Bandung dan baru sampai ke kota Jakarta pada malam harinya.
"Ayah, tumben kita pergi jalan jalan" seru Deo kepada ayahnya dengan semangat.
"Sudah diam saja dan perhatikan langkahmu, nak" ujar pria itu pada Deo dengan tampang datar.
Seketika juga Deo terdiam dan lebih memperhatikan langkah kakinya berjalan. Tak lama, mereka berdua sampai di tempat club malam yang terlihat mewah dan ramai pengunjung.
"Ayah, kenapa kita kesini?" tanya Deo memasang mimik wajah bingung.
"Diam saja dan turuti perintah ayah. Kamu duduk dulu sana di kursi itu" ayah Deo menunjukkan salah satu kursi kosong dan Deo duduk manis disana menunggu ayahnya yang baru saja masuk ke dalam salah satu ruangan.
.
.
.
.
.Suara berisik dari musik club malam membuat Deo merasa sangat tak nyaman. Apa lagi bau rokok dan alkohol yang menyengat di hidungnya. Deo juga melihat para wanita yang menggunakan pakaian minim sedang asik menari-nari dan di tonton oleh banyak pria.
"Nak Deo?" seorang pria tinggi mendekat pada Deo dan menempelkan kain merah kecil yang sudah diberi obat pada hidung Deo hingga tak sadarkan diri.
Ditengah kesadarannya yang mulai hilang, Deo masih bisa mendengar samar samar suara ayahnya yang sedang berbicara dengan pria tinggi tadi.
"Uhk" Deo terbangun dari pingsan, penglihatan pun masih juga kurang jelas.
"Ayah? Ayah!" seketika Deo kebingungan bercampur rasa panik dan takut.
Deo yang kini berada di sebuah ruangan seperti kamar asrama dengan kasur bertingkat, meja dan lemari sederhana.
"Udah bangun ya. Sekarang cepat ganti baju yang ada di atas meja. Gak pake lama" seorang perempuan berbicara terburu-buru pada Deo.
"Hn iya"
"Ganti disini aja, lagian gak ada siapa-siapa kok"
Deo sedikit malu harus berganti baju di ruangan itu, terlebih lagi ada seorang perempuan bersamanya bahkan melihatnya.
"Ini baju apa?" Deo menatap dirinya yang memakai seragam pelayan melalui pantulan cermin di ruangan tersebut.
"Udah selesai ngacanya?" celetuk perempuan tadi menghentikan kegiatan Deo.
"Kalau udah selesai, baju awal kamu simpen di lemari terus ikutin aku" tanpa basa basi, Deo meletakkan pakaian sebelumnya di lemari dan langsung mengekori langkah kaki perempuan tadi.
"Aku Naiyah Aulia, 22 tahun. Kalau kamu?" sembari berjalan, mereka berbincang bincang sedikit.
"Deo, 14 tahun" Naiyah kemudian merangkul erat pundak Deo sambil tersenyum.
"Hmm anu...Kak Nai. Ini tempat apa?" Deo masih merasa gugup pada Naiyah, padahal ketika di ruangan tadi Naiyah terlihat sangat galak.
"Gak tau ya? Kita ada di tempat club malam. Kebanyakan dari kita, anak anak yang di jual orangtuanya sendiri. Termasuk aku juga" Deo melihat ekspresi wajah Naiyah yang tetap tersenyum manis.
"Deo juga gak tau kenapa bisa disini, padahal Deo bareng ayah"
"Masa gak peka sih? Kamu udah di jual. Aku tau darimana? Karna yang bantu siapin berkas berkas kamu itu aku" Deo merasa hatinya seperti tersayat benda tajam setelah mendengar ucapan Naiyah.
Mata Deo mulai berkaca-kaca menahan sebendung air mata yang ingin melesat keluar, Naiyah yang melihat hal itu langsung menghentikan langkahnya.
"Deo jangan nangis ya. Tenang disini ada Kak Nai yang bakal jaga Deo juga sayang sama Deo. Jadi jangan sedih lagi ya. Kalau Deo senyum lebih manis" Naiyah mencoba menghibur sebisa mungkin, ibu jari Naiyah mengusap lembut pipi kenyal Deo.
"I-"
"Heh! Kalian cepet kesini! Naiyah, bawa nih buat ruangan VIP no 173. Jangan lupa senyum ke pelanggan" Naiyah langsung melenggang pergi membawa nampan yang berisi 2 botol wine untuk pelanggan ruangan VIP no 173.
"Anak baru ya? Kita kekurangan pelayan disini. Jadi kamu temenin aku aja hehehe" seorang pria berkulit sawo matang itu asal saja menarik tangan Deo dan berdiri didekatnya.
"Nama? Umur?" tanya pria tadi.
"Deo, 14 tahun"
"Ali ganteng, 27 tahun" Ali mengulurkan tangannya dan dibalas oleh Deo.
"Tadi aku kira kamu cewe. Soalnya badan kecil, putih, mungil, apalagi tangan kamu juga halus" Ali sedikit memainkan rambut tipis Deo.
"Hehehe" hanya kekehan kecil yang dapat Deo berikan pada Ali.
"Ishhh, nanti malem?! Bukannya staff perempuan ada banyak?" gumam Deo dalam hatinya saat istirahat kerja.
"Apa kata mereka nantinya tentang Deo? Yang ada Deo pasti dipukul habis. Deo harus apa?" batin Deo merasakan khawatir.
"Baju begini?" Deo melihat sepasang pakaian yang sangat tidak masuk akal baginya.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Mine [BL]
Random>BxB< . Deo yang membuat 2 orang nyaman jika bersamanya, sampai akhirnya terjadi pertikaian untuk memperebutkannya. Tak ada jalan lain, hal mengejutkan terjadi pada akhirnya.