- Bukankah menikah adalah persoalan mempertemukan dua perbedaan? - Ario Muhammad
****
Tidak ada yang bisa menebak dari mana datangnya cinta. Waktu yang lama bisa menjadi penyebab utama seseorang untuk bertahan dalam keterpesonaan kepada lawan jenis, namun tak jarang pertemuan singkat dengan momen-momen spesial bisa membuat seseorang merasakan romansa penuh warna. Perasaan itu tumbuh seiring berjalannya kebersamaan, setara dengan pengorbanan-pengorbanan yang dilakukan pejuang cinta, seiring dengan kesungguhan rasa yang ditunjukkan dengan tingkah nyata.
Dara yang memandang Amri bersama semburat cahaya jingga, seakan tak percaya Pria Melayu itu kini berada di Timur Indonesia, mengejarnya atas nama cinta. Raut wajahnya yang kusut setelah di tolak di Clifton Observatory beberapa bulan lalu terkenang kembali di dalam hati Dara, menerbitkan iba, menguatkan empati hingga tak bisa menunjukkan penolakan dari gesture tubuhnya.
"Kamu nekat ke sini demi aku? Yakin?" tanyanya.
"Daraa ... " Amri menatap Dara lagi. "Malam-malamku runyam karena wajahmu yang terbit setiap waktu, pagi-pagiku tanpa rasa karena memikirkanmu. Lantas untuk apa aku jauh-jauh ke sini jika bukan karenamu," rayunya.
"Jangan gombal, aku ini anak dengan latar belakang tidak jelas, lo. Mau keluargamu menerimaku?"
"Kali ini, aku akan memperjuangkanmu sepenuh jiwa dan raga. Toloong, terima lamaranku," Amri berlutut, menelungkupkan tangannya, memohon penuh seluruh.
"Dara ... " Raffa yang sejak tadi duduk melihat Dara dan Amri kali ini membuka suara. Ia berdiri mendekat ke samping Amri. Cahaya lampu di sekitar pantai mulai menerang sedang senja dan magrib sudah benar-benar datang.
"Lihatlah pengorbanan Amri. Aku tahu dia akan menjagamu dengan baik," bela Raffa.
"Izinkan aku berpikir selama 2 hari di sini. Sebelum kita kembali ke tanah Jawa, akan aku berikan jawabanku. Sekarang sudah magrib, ayo, salat!" balas Dara tenang.
Amri tak bisa apa-apa selain menuruti permintaan Dara. Raffa menepuk pundak Amri, memintanya untuk bersabar lalu beranjak menuju cottage tempat menginapnya yang bersebelahan dengan Dara. Raffa ingin mengganti baju panjang dan bersiap untuk salat. Farhan yang masih berada di Pulau Pogo-Pogo menunjukkan cottage tempat tinggal Amri. Tempat tidurnya berada di bagian barat sedangkan Dara dan Raffa di bagian timur, hanya berjarak tak lebih dari 20 meter dari cottage Amri.
"Kita salat di depan cottage kami, ya!" ucap Dara sebelum Amri melangkah menuju tempat menginapnya.
"Ok." Jawabnya singkat.
Lima belas menit kemudian, di balkon depan cottage Dara dan Raffa sudah terpampang tiga sajadah, satu sajadah milik imam dan dua sajadah untuk para jemaah. Mereka tak begitu tahu bagaimana para pelayan di pulau ini salat. Ada musala bersama tapi harus berputar ke ujung barat dengan menyusuri jalanan bersemen yang membelah pohon-pohon rindang. Magrib seperti ini akan menyulitkan.
Setelah azan dikumandangkan oleh Raffa yang sudah mempelajarinya beberapa bulan lalu, Amri lalu menunaikan tugasnya sebagai imam. Dara berada tepat di belakang Raffa. Di hadapan mereka, senja masih tersisa dengan warna langit keemasan. Pulau-pulau kecil di depan Pogo-Pogo terlihat mengapung dalam tasbih pada Sang Pencipta, suara ombak yang pelan menghantam pantai seakan mengirimkan pesan betapa kecilnya manusia di hadapan Allah. Burung-burung senja yang berterbangan pulang ke rumahnya bersiul syahdu mengirimkan getaran iman bagi para penghamba. Suasana dahsyat dengan azan magrib yang baru berkumandang dari lisan Raffa seperti syair-syair pengingat tentang Allah.
Amri membuka salat magrib dengan takbir, Alfatihah, lalu lirih mengumandangkan Ar-rahman dalam rasa haru yang luar biasa.
Ar-raḥmān
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) ISLAMMU ADALAH MAHARKU - VERSI INGGRIS - Telah TERBIT
RomancePertemuan dua manusia sesungguhnya tidak pernah terjadi tanpa ada alasan dibaliknya. Ada begitu banyak wajah-wajah yang kamu temui setiap hari, namun tak semuanya memiliki warna yang akan membuatmu selalu teringat. Ada yang datang dengan seutas seny...