(20) AMRI & DARA

4.6K 169 19
                                    

- Dulu, jika "aku" adalah "aku" dengan satu porsi, tanpa ada intervensi. Maka kini, "aku" menjadi "kita" dalam satu wadah, namun saling mengintervensi. - Ario Muhammad

****

Puncak kenikmatan iman yang dimiliki seseorang akan dapat ia reguk ketika ada cinta di sana. Tanpa cinta, keimananmu akan beku, kaku dan tak memiliki gairah untuk bekerja. Cinta menjadi ruh yang mampu memberikan energi bagi jiwa untuk melangkah, bekerja, berkarya, dan berkontribusi bagi dunia. Inilah yang ingin ditanamkan Dara saat hidup bersama Amri. Cinta kepada pasangan hidup harus disempurnakan dengan mencintai Allah lebih dari segalanya. Dengan cara inilah keimanan bisa menjadi sarana untuk memberikan manfaat bagi dunia. Sebelum beribadah bersama menghalakan nafsu mereka, Dara ingin sunah Rasulullah SAW tetap hidup di malam pertama mereka. Untuk itu, sesaat setelah Amri membersihkan dirinya, Dara mengurai pinta.

"Amri, setelah aku mandi nanti, masih ingat, kan, prosesi menjalankan sunah Rasul di malam pertama?" Amri yang baru keluar dengan rambut basah menatap Dara saksama. Ia mengganti kaos oblong putihnya dengan kaos oblong biru tipis. Celana piama yang biasa dipakai untuk tidur dipakai menutupi tubuhnya. Tumpukan baju-baju rapi dan bersih memang disediakan di kamar mandi mereka.

"Kamu, kok, masih pakai jilbab?" bukannya malah menjawab pertanyaan Dara, dahi Amri justru berkerut melihat istrinya. Dara memakai jilbab terusan berwarna biru muda dengan gamis tipis warna senada yang ia letakkan sebelum akad pagi tadi di lemari kamar pengantin mereka.

"Jawab dulu pertanyaanku," protes Dara.

"Iya, siappp. Aman. Belum berani juga membuka jilbab di hadapanku?" tanya Amri cepat.

"Tunggu saja, ya. Biar kejutannya tambah manis," balas Dara tersenyum. Amri hanya menggelengkan kepala lalu menggeser tubuhnya untuk rebahan di atas kasur.

Dua puluh lima menit kemudian Dara keluar dari kamar mandi, memakai pakaian lengkap seperti tadi. Amri nyaris terlelap sebelum istrinya itu terlihat di pandangannya.

"Sudah tidur?" tukas Dara sembari duduk di sebelah kanan Amri. Mereka kini berada di ujung kasur.

"Nyarissss," balasnya cepat. Sejerus kemudian Amri memegang ubun-ubun Dara dan mendoakannya lirih:

"Allahumma inni as-aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha alaih, wa a'udzu bika min syarriha wa syarri ma jabaltaha alaih.

Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa."[1]

Amri mengucapkan doa tersebut dalam dua bahasa berbeda, Arab dan Inggris. Dara mendengarnya penuh penghayatan, mengaminkan apa yang baru saja didoakan lelaki yang kini telah menjadi imamnya.

"Salat, yuk!" pinta Amri.

"Ayo!"

Dara dan Amri lalu menggelar sajadah dan menunaikan salat dua rakaat sebagaimana disunahkan oleh Baginda Nabi. Amri melantunkan surah Al-Waqiah ayat 1-40 sebagai pengingat bagi mereka tentang yaumil akhir sekaligus keindahan surga, balasan bagi orang-orang yang beriman. Doa khidmat mengharapkan keberkahan lalu terlantun dari bibir Amri, terdengar lirih oleh Dara yang telah basah air mata sejak mulai menikmati keindahan Al-Waqiah:

"Allahumma baarikli fi ahli, wa baarik lahum fi, Allahummarzuqni minhum, warzuqhum minni, Allahummajma' bainana maa jama'ta ila khair, wa farriq bainana idza farraqta ila khair.

Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dan istriku, serta berkahilah mereka dengan sebab aku. Ya Allah, berikanlah rezeki kepadaku lantaran mereka, dan berikanlah rezeki kepada mereka lantaran aku. Ya Allah, satukanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan dan pisahkanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan." [2]

(TAMAT) ISLAMMU ADALAH MAHARKU - VERSI INGGRIS - Telah TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang