17 ~ Afraid

52 8 50
                                    

Baik Faranisa dan Adele, kini keduanya sudah tiba di depan sebuah apartemen mewah. Faranisa hendak membuka pintu mobil berwarna silver itu, namun tertahan sesaat mendengar satu pernyataan yang membuat dirinya gelisah

"Fara, jangan dulu turun" pinta Adele

"Iya? Apa Mah?"

"Mulai besok, Mamah gak akan antar-jemput kamu lagi ya"

"Lah, kenapa Mah?"

"Mulai besok baik Mamah ataupun Papah kamu udah sibuk dengan urusan kantor, Mamah juga harus ngurus sekolah Kak Verrel karena dia udah kelas XII"

"Ngurus sekolah Kak Verrel?"

"Mamah harus buat pelajaran tambahan, semacam les untuk Verrel"

"Yah, terus Fara pulangnya naik apa? Angkutan umum? Ojek online?"

"Saran Mamah sih mending pulang bareng Axel"

"Idih, gak mau banget"

"Ya udah terserah kamu"

"Kapan Kak Michael kapan pulang dari Bern?"

"Satu bulan lagi"

"Oh"

"Maafin Mamah ya"

"Iya, Mamah gak mampir dulu?"

"Nggak, ini juga harus balik ke kantor karena ada berkas yang ketinggalan"

"Jauh dong, ya udah hati-hati Mah"

"Jaga kesehatan ya"

"Iya, Fara duluan"

Faranisa keluar dari mobil silver itu, berjalan memasuki apartemen mewah yang ada di depannya. Menekan tombol lift yang menunjuk lantai lima, lalu masuk ke dalam kamar apartemen. Faranisa menghembuskan nafasnya kasar, melemparkan tas sekolah sembarang tempat, dan melemparkan dirinya di atas ranjang apartemen tanpa melepas sepatu

"Aduh, males banget gue kalau naik ojek online apalagi naik angkutan umum. Andai gue boleh bawa mobil sendiri. Ribet banget sih nih hidup" gerutu Faranisa

Waktu telah menunjukkan pukul 16.00, Faranisa segera membilas dirinya dan mengerjakan tugas sekolah yang sudah menumpuk. Hanya membutuhkan waktu satu setengah jam, gadis itu telah selesai dengan kewajibannya. Lalu apa yang akan dilakukannya selain bermain ponsel? Tetapi saat membukanya semua aplikasinya hampa, tak ada notifikasi sama sekali. Aplikasi online milik Faranisa yang biasanya selalu berisik karena hal apapun, menjadi sepi dan hening. Bahkan di dalam apartemen saja, suasananya sudah sangat hening layaknya kuburan. Faranisa adalah gadis yang penakut, oleh karena waktu yang sudah menunjuk pukul 17.25 dan suasana hening ini, ia mulai berpikir liar. Berusaha untuk menghilangkan pikiran negatifnya akan hal berbau mistis, namun tetap saja tidak bisa. Sampai-sampai suara yang lantang itu membuatnya menjerit ketakutan. Suara pecahan gelas dari dapur apartemen yang membuat Faranisa menutup sekujur tubuhnya dengan selimut tebal

  Aaaa...

"Ya ampun, gue takut banget. Itu suara apa. Gue harus nelepon Victoria atau Misella kalau gini". Ucap Faranisa pada dirinya sendiri sambil mencari-cari keberadaan ponselnya dengan ketakutan

Faranisa sudah mengambil ponselnya, kini ia menekan aplikasi telepon, berusaha menelepon Misella namun tak diangkat. Sudah sekitar lima panggilan, tetapi tetap saja tak ada jawaban. Lalu beralih kepada Victoria, hal yang sama terjadi. Namun dengan perbedaan tipis, Misella tak menjawab sedangkan Victoria berada di panggilan lain.

"Pada ke mana sih?! Udah tau gue ketakutan, Victoria malah asyik teleponan sama Kak Dhio lagi. Ngeselin banget sih!"

Antara takut, kesal dan bingung kini telah tercampur menjadi satu di dalam diri Faranisa. Pecahan gelas itu juga tak terjadi sekali, suara yang sama terulang lagi. Membuat Faranisa ingin keluar dari apartemennya, namun beranjak dari ranjang saja sudah takut.

Unexpected Cold HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang