WAD 21

6.2K 421 28
                                    

Hanya Devan, harta yang Prilly punya saat ini. Ia menatap kosong ke arah jendela yang terbuka, menampilkan hujan derai.

Tes

Mungkin, matanya sudah lelah terus mengeluarkan air mata. Namun, apa dayanya, ia hanya bisa menangis dan menangis.

"Mama ...." Lirih Prilly.

Angin yang dingin menusuk ke tulang, namun tak membuat Prilly kedinginan.

Dirinya hanya butuh Fera.

Bukan apapun.

"Mama ... hiks."

Bayangkan saja, kalau kalian berada di posisi Prilly. Tak ada yang bisa ia sandarkan lagi, Fajar semakin membencinya.

Dan juga Tasya yang malah semakin menjadi jadi.

"Sttt ... kamu mau liat Mama bahagia, 'kan?" Tanya Devan yang tiba tiba datang.

"Tentu!"

Devan mendekap tubuh Prilly, ia tau Adiknya ini sangatlah rapuh.

"Berhenti menangis, dan berbahagilah,"

"Hiks."

Prilly menangis dalam lamunan kosongnya, seperti tak mempunyai semangat hidup lagi.

Akankah, malaikat mencabut nyawanya sekarang juga?

Ia lelah

Menyelurusi jalan penuh duri dan kehilangan cahaya yang selalu menemaninya.

Dimana letak kebahagiaan itu Tuhan?

"Prilly. Berusaha ikhlas hiks. tapi, tetap saja hiks. Prilly gak ikhlas!" Ujar Prilly.

Devan mengecup pucuk Prilly agar tenang, beban yang harus Prilly pikul begitu berat.

"Kamu harus ikhlas."

"Gak bisaaa.." bantah Prilly.

"Keras kepala!" Batin Devan.

Devan pun membiarkan Prilly sendiri dulu agar bisa menenangkan pikiran Prilly yang sedang kalut kalutnya.

Sebagai anak sulung, Devan harus tetap tabah sambil membujuk Tasya dan Prilly agar bersabar.

"Aku hiks. butuh bahu mu, Ali."

Ganali

Untuk saat ini, Prilly belum tau apa penyakit yang di derita Ganali. Dirinya tak begitu mendengarkan percakapan Tante Latusha dengan Dokter spesialis.

"Aku rindu.."

Bukan rindu lagi, namun Prilly butuh tempat sampah untuk membuang beban beban yang terlalu berat untuknya.

"Aku aku cuman benalu."

"Gak pantes buat bahagia!"

"Aku cuman, bisa nyusahin semua orang."

"Apa gunanya aku hidup?"

"Aku ingin mati saja hiks."

"Mama.. Prilly kangen!"

Prilly melorot di atas lantai yang dingin, ia memegang kepalanya yang berdenyut.

Kenapa Tuhan tak adil padanya?

Haruskan dirinya bunuh diri sana?

"MAMA ....." Teriak Prilly sambil melemparkan buku yang berada di sebelahnya.

"Jemput aku hiks."

Hujan semakin deras di luar, Prilly melihat air embun yang menempel di kaca jendelanya.

Why i'm defferent [ TERSEDIA DI DREAME ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang