Liontin

484 46 0
                                    

Aku masih tidak bisa tidur malam ini, padahal jam di dinding sudah menunjukkan pukul Tiga pagi. Sementara besok pagi Aku harus Sekolah.

Suasana di rumah Om Haris hening sunyi, Aku kembali mengingat semua yang Om Haris katakan padaku beberapa jam yang lalu. Kemudian, Aku juga teringat pada...

*

Aku beranjak dsri tempat tidur, lalu berdiri dan berjalan ke arah lemari. Mengambil sebuah dompet kain lusuh, yang warna sesungguhnya sudah pudar itu.

Kalung!

Kenapa kalung bayi di dalam foto itu mirip sekali dengan Kalung milikku?!

Aku berpikir sejenak. Rasa penasaran dalam dadaku sudah tidak dapat kubendung lagi. Perlahan, Aku berjingkat, berjalan pelan dan keluar dari kamar tidurku.
Aku mengendap-endap, berjalan menuruni anak tangga, dan menyusuri lorong remang. Dan berhenti di depan pintu ruangan Om Haris, yang tadi siang kutemui.

CKLEK

Pintu terbuka perlahan. Dengan dada berdebar, Aku berjingkat Aku mencari stop kontak, dan menemukannya di balik pintu. Setelah keadaan terang, Aku melangkah dengan gemetar mendekati pigura besar itu.

Aku mengeluarkan kalung di dalam saku baju tidurku dengan tangan gemetar.
Kemudian menatap kalung dalam genggamanku, lalu bergantian menatap kalung yang dikenakan bayi itu.

Sama persis!
Itu tidak mungkin!

Aku mendekatkan kepalaku semakin dekat dengan foto tersebut, rasa penasaranku memang benar-benar mengalahkan rasa takut, andai tiba-tiba saja Om Harris menemukanku yang dengan lancang memasuki ruangan tersebut.

Tapi Aku tak peduli, Aku harus menemukan jawabannya.

Kedua mataku memicing demi menatap liontin tersebut, jarak pigura yang agak jauh membuatku harus benar-benar teliti memperhatikannya.
Dadaku berdebar keras, Aku melihat ada sebuah inisial pada liontin bulat itu.

Tanganku semakin bergetar hebat, dadaku bergemuruh, begitu kulihat inisial kecil itu bertuliskan huruf 'F' kecil sekali.
Hingga Aku harus berkali-kali mengucek mataku, agar penglihatanku tidak keliru.

Aku mengangkat kalung milikku, kemudian meneliti liontinnya.
Ada!
Huruf F kecil itu pun sama-sama tertera dalam liontin milikku!

Apakah ini kebetulan?!
Apakah ...

Aku menggeleng-gelengkan kepala, tanganku bergetar hingga kalung dalam genggamanku terjatuh.
Mataku tiba-tiba saja memanas, bulir air mata berjatuhan membasahi pipiku.

F, bukankah untuk inisial Febi?
Bukankah Om Haris memanggilku Febi?
Tapi kenapa Bapak bilang, jika kalung itu Bapak temukan terjatuh dipasar?

Aku menghapus air mataku dengan cepat.

Tidak tidak!
Bapak tidak mungkin membohongi Aku. Bukankah Bapak sering bilang, jika bohong itu dosa?
Bisa saja bukan, kalung ini memang milik bayi tersebut yang... Jatuh dipasar.

Apa mungkin?

Aku kembali merasakan denyut dikepalaku. Kali ini lebih sakit dari biasanya, membuatku terhuyung dan hampir terjatuh.
Buru-buru tanganku menggapai ujung sofa, kemudian perlahan diantara Vertigo, Aku mencoba duduk. Kemudian tertegun lama sekali, hingga pagi datang.

Perjalanan PebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang