Kepergian

462 51 3
                                    

Aku berdiri mematung, ketika melihat Dokter menggelengkan kepala. Aku menepiskan segala hal buruk yang tiba-tiba melintas dipikiranku.

Tak lama kemudian, Aku melihat salah seorang Suster melepas Satu persatu selang dari tubuh, mulut dan hidung Om Haris. Suster yang lainnya mengangkat selimut putih dan menutupi tubuh Om Haris hingga kepala.

Aku mundur beberapa langkah, tubuhku terasa lemas dan tatapanku berkunang-kunang.

"Kakak!" pekik Kiki.

Hanya sampai kudengar suara Kiki, setelah itu Aku tidak ingat apa-apa lagi...

*

"Kakak sudah bangun?" lagi lagi suara Kiki, yang pertamakali Aku dengar ketika Aku merasakan tubuhku bergerak.

Aku membuka mata perlahan, rupanya Aku pingsan tadi, dan sekarang sedang berada di kamar Rumah sakit.
Air mataku jatuh bergulir, Satu persatu, hingga kemudian membentuk pulau pada bantal yang kutiduri.

Kututup wajahku dengan kedua tangan. Rasanya... Aku tak percaya jika Om Haris benar-benar sudah pergi.

Di sampingku, Kiki sedang menangis. Ia meremas ujung selimut, dengan bibir terisak.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar tersebut terbuka. Bi Darmi dan Mang Darma menemui Kami.
Pak Ujang yang baru saja datang menyusul segera menggendong Kiki, sementara Bi Darmi sibuk menenangkan diriku.

"Bi, Om Haris..." gumamku disela isak tangis.

"Sabar Non, itu sudah jalan yang terbaik buat Bapak..." jawab Bi Darmi sambil menghapus air mataku, kemudian kedua matanya sendiri.

"Ayuk Non, Kita pulang. Kita doakan beliau di rumah. Pihak rumah sakit sedang mengurus jenazah Bapak, Istigfar Non... Istigfar..." lanjut Bi Darmi.

Aku mengangguk, kemudian bangun dari tempat tidur.

"Astagfirullah Al Adzim ..." gumamku, terus menerus hingga Kami keluar kamar rumah sakit, dan berada di dalam mobil, bahkan hingga tiba di rumah.

Para pelayat sudah memenuhi isi rumah, bahkan hingga ke pelataran parkir yang memang sudah dipersiapkan tenda oleh Pak Ujang dan lainnya.

Para tetangga mendatangiku, kemudian membisikkan agar Aku bersabar.
Aku bersyukur disela kesedihanku, melihat begitu banyak para pelayat mendoakan Om Harris. Itu artinya... Om Haris adalah orang yang baik.

Selang beberapa menit kemudian, suara sirine Ambulance terdengar. Jenazah Om Haris sudah datang, dan siap untuk dikebumikan.
Seiring dengan lantunan Zikir para pemandu keranda, bersamaan dengan itu pula tangisku dan Kiki kembali pecah.

Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada Om Harris. Berarti sore itu, adalah pertemuanku yang terakhir dengan Om Harris. Pria yang dikirim Tuhan untuk menolongku dan Kiki, pria yang diliputi banyak misteri, yang Aku sendiri pun bahkan belum tahu banyak perihal Om Harris.

Yang ku tahu, Om Harris adalah pria yang baik, Aku yakin, beliau akan ditempatkan ditempat yang baik pula. Bersama Ibu, Bapak, dan juga Emi.

Aku menyeka air mataku, menatap jenasah Om Harris yang beberapa saat kemudian akan segera dimakamkan.

Bi Darmi melarang Kami untuk ikut ke pamakaman, berjaga agar Aku tidak pingsan lagi disana nanti. Aku menuruti sarannya, Aku diam membisu dengan air mata yang tak henti membasahi pipiku.

Perjalanan PebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang