9

4 2 2
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi. Leora membereskan buku-bukunya itu. Nadine menghampiri Leora dan Leora berkata, "Gue enggak ikut nonton pertandingan basketnya Damian. Lo aja Nad."

Nadine terdiam sebentar. "Serius?"

"Iya, karena tangan gue lagi luka. Nanti malah makin luka kalo dempet-dempetan sama orang." Leora berkata dengan senyuman.

"Setidaknya gue enggak perlu ribet-ribetin diri buat nontonin hal enggak guna gitu."

"Oh gitu, tapi serius. Enggak apa-apa nih Ra?" Nadine berkata dengan tidak enak.

"Enggak apa-apa kok. Santai aja." Leora berkata.

Lalu Leora mendekatkan wajahnya ke arah Nadine. "Ini kesempatan lo Nad," bisik Leora pelan.

Nadine membeku. "Lo tahu?"

Leora mengangguk. "Apa sih yang gue enggak tahu dari lo Nad, kita udah sahabatan tiga tahun."

Nadine lantas memeluk erat Leora. "Makasih Ra." Leora membalas pelukan Nadine.

"Sama-sama Nad."

"Lo sana gih, setahu gue jam lima mulai tanding. Sekarang udah jam empat lewat." Leora berkata sambil melepas pelukan.

"Oke, oke. Gue bakal siap-siap. Aduh, gue gugup Ra. Gue mesti gimana?" Nadine berujar sambil memegangi pipinya.

"Enggak usah dipikirin oke. Jalanin aja. Semangat Nad!" Leora tersenyum sambil memberi semangat.

"Jalanin aja. Oke, gue bakal jalanin," ujar Nadine menyugesti dirinya sambil menarik napas dalam dan mengeluarkannya.

"Sekali lagi, makasih Ra. Gue duluan ya!" Nadine berkata sambil melambaikan tangannya.

Leora balas melambai dan menatap kepergian Nadine dengan senyuman miring. "Gue lagi baik sama lo Nad. Nikmati aja karena sehabis itu, lo bakal merasakan kepedihan dalam."

Leora lalu menggendong tas sekolahnya dan meninggalkan kelas. Ia berjalan menuju parkiran sekolah mencari sepeda miliknya. Iya, Leora selalu menggunakan sepeda setiap pulang dan pergi sekolah.

Setelah menemukan sepeda berwarna hitam miliknya itu. Leora berjalan meninggalkan gedung sekolah.

Ia melewati lapangan basket yang sudah dipenuhi oleh siswa-siswi yang hendak menonton pertandingan. Begitu banyak sorak-sorakan. Namun yang paling terdengar jelas adalah sorakan-sorakan siswi yang meneriaki nama Damian berulang-ulang. Para cheerleader juga tengah memegang pom-pom dan ikutan meneriaki nama Damian.

"Penggemar yang bodoh."

Leora memasang earphone di telinganya dan kembali mengayuh sepeda.Membiarkan angin sore dan alunan musik mengisi kala ia mengayuh sepeda.

Leora berhenti pada sebuah kafe bergaya klasik yang kebetulan tidak jauh dari Sekolah Wangsadinata letaknya.

Ia memarkirkan sepedanya dan melepas earphonenya. Ia menarik napas panjang. "Semangat kerjanya Ra!"

Leora memasuki kafe dan pergi menuju bagian belakang. Ia mengganti pakaiannya menjadi kaos dan celana panjang. Lalu memakai celemek seragam kafe itu. Leora mengikat rambutnya dan setelah merasa siap, ia keluar dari sana dan menuju area kasir.

"Hai Ra, akhirnya lo dateng!" kata Josephine, salah satu karyawan tetap di kafe itu. Josephine sudah berumur dua puluh tahun. Tapi Leora begitu akrab dengannya jadi mereka sudah seperti seumuran dan Josephine menolak tiap Leora memanggil dengan sapaan 'kak' sebab ia jadi terlihat lebih tua.

"Iya, lo pasti nungguin gue kan? Biar lo bisa pulang." Leora berkata sambil tersenyum.

"Iya dong. Gue harus buru-buru pulang soalnya, ini kan hari Jumat. Gue mau biasa lah..." Josephine berujar sambil mengedipkan matanya.

Kalopsia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang