"Nad, lo enggak apa-apa kan?" tanya Leora sambil memegang bahu temannya itu, Nadine.
Nadine mengangguk sambil berusaha tersenyum. Meski percuma saja karena matanya yang sembab dan berkaca-kaca itu tidak bisa bohong.
"Gue enggak apa, lo ke kelas duluan aja Ra. Gue mendadak pengen masuk ke toilet lagi. Mules aja bawaannya." Nadine berkata sambil melangkah meninggalkan Leora yang terdiam di depan wastafel.
Begitu Nadine pergi memasuki bilik toilet. Senyum Leora menggembang. "Menangislah Nadine, pada akhirnya cewek sesempurna dan secantik lo. Akan hancur juga di tangan gue."
"Teruslah lemah Nadine. Gue suka tiap liat lo nangis, gue suka tiap liat lo kecewa. Gue suka ketawa setiap liat lo sedih. Karena setidaknya, lo bisa merasakan seperempat perasaan yang gue rasain selama ini."
"Semoga nanti, lo juga bakal berusaha bunuh diri sama kayak gue. Atau kita perlu bunuh diri barengan? Gue pikir itu ide yang bagus. Hahaha! Hidup gue sih emang udah enggak berharga, sedangkan lo? Lo berharga, dan pasti akan menyenangkan melihat lo mati."
"Gue sahabat yang baik kan Nad? Mau temenin lo meninggal. Kita meninggal barengan."
Leora melengkungkan senyumnya. Kemudian ia mengeluarkan sebilah silet dari kantung rok seragamnya. Ia melihat sekeliling, sayup-sayup ia mendengar isakan tangis Nadine. Mungkin Nadine mengira Leora sudah pergi. Nyatanya Leora tidak pergi, ia justru menikmati tangisan Nadine.
Leora menggores silet itu pada telapak tangannya sampai membentuk suatu garis panjang hingga ke bagian pergelangan tangan.
Setelah itu, Leora membersihkan silet miliknya yang sudah terkena darah di keran wastafel. Lalu ia menekan pinggiran besetannya, agar darah yang keluar dari tangannya bertambah banyak.
Darah mengucur dan Leora tersenyum. Lalu ia menetes-neteskannya di lantai. "Aw!" Teriak Leora mengaduh sambil memasukan siletnya pada rok.
"Aduh...," keluh Leora setengah berteriak. Kemudian sesuai dugaan Leora, Nadine keluar dari bilik toiletnya dengan cepat-cepat.
"Ra, astaga!" Nadine yang melihat Leora tengah memegangi tangannya kesakitan itu. Lantas mendatangi Leora.
"Ayo kita ke UKS Ra. Lo harus diobatin!" Nadine berujar dengan nada khawatir.
"Enggak usah Nad, biar gue aja yang ke UKS. Bentar lagi masuk soalnya, lo nanti ketinggalan pelajaran," tolak Leora pelan.
"Enggak, lo itu sahabat gue. Pelajaran mah urusan gampang, tinggal minta catatan. Lagian Bu Elisa pasti bakal maklumin."
"Ayok kita harus cepet-cepet ke UKS!"
Nadine menarik sebelah tangan Leora yang tidak terluka dan menggandengnya. Setelah Leora telah sejajar dengan Nadine. "Lo kenapa bisa luka gitu sih? Lo ngapain?" Nadine bertanya dengan raut khawatir.
"Gue tadi..., ga sengaja kena paku payung. Waktu itu kita pakai buat mading kan, ternyata masih ada di kantong rok gue. Terus tadi gue lagi masukkin tangan ke rok eh kebeset sampe kayak gini." Leora berujar.
"Yaudah, lain kali hati-hati Ra. Jaga diri itu penting!" Nadine menasehati sambil tersenyum.
"Iya, makasih Nad." Leora berkata.
"Tahan ya, bentar lagi kita sampe di UKS. Pasti rasanya sakit banget ya?"
"Lumayan."
Lalu keduanya pun sampai di UKS. "Lo duduk aja ya Ra. Gue obatin." Nadine berkata kemudian disusul Leora yang duduk di pinggiran ranjang UKS. Matanya melihat ke arah Nadine yang tengah mencari obat-obatan yang sekiranya mampu mengobati luka Leora.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia✓
Dla nastolatków#6 dalam Attention (22 Juli 2019) Tentang Leora yang selalu menyakiti dirinya sendiri agar diperhatikan dan karena ia merindukan rasa sakit. Tiba-tiba seorang kasanova sekolah bernama Damian menawarkan segalanya. Damian menawarkan perhatian yang tid...