17

2 1 0
                                    

Leora berjalan menuju tempat kerjanya setelah pulang sekolah. Kali ini ia tidak memakai sepeda. Ia melirik ke arah cuaca yang mendung.

Sejak mulai berjalan dari sekolah, Leora sudah melihat kalau cuaca mendung. Dan sudah mau hujan. Namun, ia memilih tetap pergi karena jika ia telat sama saja gajinya akan berkurang.

Lagipula, ia tidak akan sakit sekalipun nanti kehujanan. Hanya, ia akan ribet nanti karena bajunya kebasahan.

Leora mempercepat gerakan kakinya dan membiarkan lagu mengalun di telinganya. Tanpa sadar, Leora menyunggingkan senyum karena mengingat bagaimana Damian mengakui perasaannya.

"Gue pengen lihat rahasia terburuk lo Dam. Tapi, rupanya lo memberikan hal lain sama gue. Perhatian. Perhatian yang belum pernah gue dapatkan sebelumnya. Perhatian yang hanya bisa gue dapatkan setelah bersama lo."

"Gue juga bisa menyakiti sahabat gue sendiri. Setelah sekian lama, gue bisa buat orang lain iri sama gue. Bukan satu atau dua orang aja yang iri tapi hampir seisi siswi SMA Wangsadinata iri sama gue. Karena gue dekat sama lo. Lo, yang notabenenya most wanted sekolah."

"Lo juga bisa memberikan gue rasa sakit karena gue  disakiti oleh fans-fans lo. Lo, enggak akan gue lepas dengan mudah Dam."

"Makasih karena udah membuat semuanya jadi mudah, Damian Hespherus Melviano."

"Setelah gue selesai memiliki semuanya. Setelah lo enggak bisa gue gunain lagi. Gue bakal buang lo."

Leora dapat merasakan rintikan air hujan ke puncak kepalanya. Leora buru-buru berlari. Namun, beberapa detik kemudian hujan deras mengguyurnya. Ia sudah kebasahan sekarang

Leora memperlambat pergerakannya. Percuma saja, ia sudah basah. Ia menerima saja dan buru-buru Leora melepas tasnya dan mengeluarkan plastik untuk mengarungi tas ranselnya. Agar bukunya tidak kebasahan.

Ketika Leora hendak memasukkan tasnya ke kantung plastik. Ada mobil mewah yang berhenti tepat di sebelah Leora. Leora tidak mengindahkannya. Sampai seorang laki-laki berseragam sama dengannya keluar dari mobil itu.

Leora masih sibuk dengan tasnya. Ia kemudian merasa janggal kenapa tidak ada air hujan yang mengenai tubuhnya lagi. Leora mendongak, menatap payung yang melindunginya. Ia melirik ke arah si pemegang payung, Damian.

Kini keduanya tengah berpayungan pada satu payung.

Damian menunjukan raut wajah khawatir. Sedangkan Leora menunjukan raut wajah bingung.

"Lo..., kenapa di sini?" tanya Leora sambil memeluk tubuhnya yang mulai mengigil.

"Buat lo lah. Gue di sini buat lo," jawab Damian ketus.

Lalu tanpa aba-aba, Damian menarik tubuh mungil Leora yang hanya sepundaknya itu ke sisinya. Leora tertarik begitu saja.

Meski sempat kaget, Leora akhirnya diam di dekapan Damian. Leora dapat merasakan rasa hangat yang menjalar ke tubuhnya. Debaran aneh itu lagi kembali muncul di benak Leora.

Anehnya, Leora dapat mendengar juga debaran yang sama cepatnya dengan debarannya. Pada dada Damian. Leora menyunggingkan senyum.

"Ra, lain kali jangan hujan-hujanan. Nanti lo sakit, kalo lo sakit nanti gue enggak bisa liat lo di sekolah."

"Nanti gue rindu. Kalo gue rindu, lo mau tanggung jawab?"

Damian hanya berkata begitu tapi Leora tersenyum begitu saja. "Gue enggak bakal sakit Dam. Mungkin lo udah lupa, gue punya kelainan itu," ujar Leora pelan.

"Bukan berarti karena penyakit itu, lo jadi enggak sayang sama tubuh lo Ra. Lo juga harus lindungi tubuh lo." Damian berujar perhatian.

"Makasih Dam, btw lepasin dong pelukannya. Gue takut telat kerja." Leora berujar.

Kalopsia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang