Sejak tadi siang, Damian telah mengirimkan pesan pada Leora.
Damian : Hari ini nonton yuk! Kencan pertama ^^
Leora Vandella S : Yuk! Sore ya. Pagi gue kerja soalnya.
Hari ini hari Sabtu dan Leora tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja di Cresendent Cafe seperti biasa. Namun tiap hari Sabtu, Leora mendapat giliran pagi.
Damian : Oke. Ntar gue jemput ya!
Leora Vandella S : Siap!
Leora mengukir senyum dan mengambil tas ranselnya. Ia memasangkan earphone di telinganya. Tak mengindahkan teriakan ibunya ataupun apapun yang berada di rumahnya itu. Sebab ia tidak mau mendengar perkataan kasar ibunya yang hanya bisa menyakiti hatinya.
Ia memakai Hoodie berwarna navy dan keluar dari rumah. Baru saja ia hendak menutup pintu. Ibunya menarik tangannya kasar. Dan melihat earphone tergantung di telinganya. Ibunya menarik paksa earphone itu.
"Dasar anak kurang ajar! Keluar tanpa izin? Tanpa kasih tahu apa-apa. Ibu sekarang butuh uang. Mana hasil kerja kamu selama ini?" Ibunya menengadahkan telapak tangan tepat di depan Leora.
Kebetulan Leora belum mendapat gaji karena memang diundur dari yang seharusnya. "Ibu kira ibu siapa? Asal ibu tahu. Sejak meninggalnya ayah, Leora udah enggak anggap ibu sebagai ibu kandung Leora."
"Leora anggap ibu sebagai diktator. Gaji Leora belum turun, kalo udah turun bakal Leora kasih. Udah, Leora harus kerja. Nanti telat." Leora beranjak keluar dari rumahnya. Namun baru berapa langkah ibunya lagi-lagi menariknya kasar membuatnya terjatuh.
Dengan raut penuh amarah ibunya itu mengambil gesper dan memukul Leora menggunakan gesper sekencang-kencangnya dan berulang-ulang. Leora justru tertawa terbahak-bahak.
Berapa kali sabetan pun tidak membuat Leora berhenti tertawa. Justru tawa Leora semakin kencang. Ibunya berhenti. Leora membuka kain denim jeans yang tengah dikenakannya dan melihat kakinya yang penuh kebiruan.
"Kenapa? Udah puas? Lanjutin aja. Itu buat Leora bahagia." Leora berujar sambil bangkit berdiri.
Mungkin jika itu orang lain, tentu tidak bisa berdiri lagi. Karena serba ngilu dan nyeri. Tapi kali ini, Leora.
"Gara-gara ibu, Leora jadi biru-biru gini. Nyebelin emang ibu. Dah ah, Leora mau kerja." Leora berujar sambil tersenyum menatap ibunya.
"Dasar anak sialan. Lebih baik kamu mati," teriak ibunya tepat di depan Leora.
Leora tertawa lagi sampai sudut matanya mengeluarkan air mata. Entah karena ia terlalu tertawa atau ia sebenarnya bersedih. Leora mendekatkan tubuhnya ke arah ibunya.
Dan berbisik, "sejak dulu, Leora emang mau mati bu. Terimakasih sudah mendoakan Leora. Kata orang omongan adalah doa."
Kemudian menarik diri lagi. "Kamu tahu, Leora. Ibu menyesal melahirkan kamu," ujar ibunya dengan pelan. Namun masih bisa terdengar oleh Leora.
Leora tersenyum dan berkata, "Jangankan ibu. Tuhanpun kayaknya nyesel nyiptain Leora di dunia ini. Tenang, ibu enggak satu-satunya orang di dunia ini yang rasain itu."
Semua umpatan, kata-kata kasar bagai tidak berarti di telinga Leora. Bukan karena ia cuek. Tapi ia sudah kebal akan perkataan itu. Baik dari teman maupun dari ibunya. Bahkan seakan belum cukup, dari tetangga-tetangganya.
Leora mengambil sisi positif dari hal tragis yang dialaminya. Ia menganggap dirinya jadi diperhatikan orang lain. Jadi bahan cibiran, sungguh keren.
Dengan amarah, ibunya menarik tas ransel Leora dengan paksa dan membuka seletingnya lalu mencari dompet ataupun uang di dalam tas ransel itu.
Leora hanya memandangi ibunya yang dengan bringas mencari uang itu. "Leora enggak suka berbohong bu, nanti dosa. Jadi omongan Leora tadi bener, gaji Leora belum turun."
Seisi tas Leora diberantaki ibunya begitu saja. Begitu tidak mendapatkan sepersen uangpun. Ibunya berhenti.
"Dasar anak enggak berguna. Jangan-jangan selama ini kamu enggak kerja? Kamu justru hambur-hamburin uang?" Ibunya berujar sambil menatap Leora.
"Ibu suka ngelucu deh. Mikir aja sendiri, kalo Leora punya uang mending Leora pake buat bayar kontrakan. Kontrakan kita udah nunggak enam bulan."
"Ada juga ibu yang hambur-hamburin uang. Kalo miskin ya miskin aja bu. Enggak usah sok-sokan kaya. Selama ini ibu pake gaji Leora buat apa? Jawab sendiri ya bu."
Selesai berkata, Leora memasuk-masukkan barang-barang yang tadi dikeluarkan ibunya ke dalam tas. Lalu memakai ranselnya. Dan pergi keluar rumah.
Leora memasang earphone di telinga dan menaiki sepedanya. Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan angin di sekitarnya meredakan rasa nyeri di dadanya.
"Ibu menyesal udah lahirin kamu."
Rasanya perkataan itu begitu terngiang-ngiang di telinganya. Apa seburuk itukah dirinya? Apa bahkan seorang wanita yang rela mengandungnya selama 9 bulan dan bertaruh nyawa saat melahirkan, bahkan merasa menyesal?
Sebenarnya apa kesalahan Leora? Sampai-sampai seluruh dunia seakan tak pernah adil kepadanya. Leora tidak pernah melakukan kejahatan apapun, ia tidak pernah membantah ibunya. Tapi, kenapa ibunya menyesal?
Leora menarik napas dalam-dalam.
"Gue pengen lo bisa hidup bersama gue."
"Gue pengen bersama gue, lo bisa lupa akan kesedihan lo dan kita bisa jalan sama-sama."
"Gue akan selalu bersama lo, Ra. Sekalipun seluruh dunia membenci lo."
Leora mengeluarkan air matanya. Namun sedetik kemudian ia tersenyum. "Sekarang berbeda. Gue punya Damian. Gue bisa gunain dia."
Beberapa menit kemudian, Leora telah sampai di Kafe Cresendent dan mulai bekerja.
***
Tanpa sadar, jam telah menunjukkan angka 5. Artinya, shift Leora telah selesai. Ia melepaskan apronnya dan menuju ke ruangan belakang. Mengambil tasnya. Dan memakai hoodienya.Setelah selesai. Ia keluar. "Seph, gue balik dulu ya," ujar Leora pada Josephine.
"Iya, hati-hati!"
Lalu Leora mengeluarkan handphonenya. Ia kaget melihat banyaknya miss call dari Damian. Dan baru saja Leora mau membuka pintu kaca. Ia kaget melihat sosok di depannya yang terhalang oleh pintu kaca.
Damian tengah memakai kaos dan jaket denim dengan celana ripped jeans. Leora ternganga karena ketampanan Damian yang jelas terbukti.
Sebenarnya memakai apapun, Damian tetap tampan. Hanya saja, ketika ia memakai baju bebas begini. Tampak seribu kali lebih tampan.
Leora menetralisir jantungnya dan tingkahnya. Lalu keluar dari kafe. Baru keluar, ocehan Damian sudah terdengar di telinga Leora. "Lo, gue telponin berulang-ulang. Enggak ngangkat! Tega banget," oceh Damian dengan cemberut. Memajukan bibir tebalnya.
Leora yang melihat itu jadi gemas sendiri. Leora berjinjit lalu menarik pipi Damian kencang. Membuat Damian jadi mengaduh. "Heh! Modus ya."
"Gapapa, modus ke pacar sendiri ini," ujar Leora sambil berjalan ke mobil Damian yang terparkir di lapangan parkiran.
"Udah ngakuin nih ye! Ah, gue jadi makin dag-dig-dug." Damian berujar sambil memegangi dadanya. Leora langsung menepuk tangan Damian.
"Udah ah, cepetan!"
"Cepet-cepet amat! Nikmati aja."
"Jangan cepet-cepet entar enggak enak."
Mendengar ucapan ambigu Damian. Leora berjinjit sedikit lalu menampol pipi Damian. "Dasar mesum lo!" Lalu Leora berjalan duluan meninggalkan Damian yang tengah cekikikan.
"Lo kali yang mesum. Orang gue bilang jangan jalan cepet-cepet nanti capek jadi enggak nikmatin perjalanannya. Lo tuh yang mikirnya ngaco!" Ujar Damian setengah berteriak lalu menyusul langkah Leora.
23.36
12-Okt-2019
Udah mau tamat jadi aku rajin apdet :))
![](https://img.wattpad.com/cover/194307783-288-k61244.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia✓
Ficção Adolescente#6 dalam Attention (22 Juli 2019) Tentang Leora yang selalu menyakiti dirinya sendiri agar diperhatikan dan karena ia merindukan rasa sakit. Tiba-tiba seorang kasanova sekolah bernama Damian menawarkan segalanya. Damian menawarkan perhatian yang tid...