16

4 1 0
                                    

Leora duduk di kursinya sambil menatap ke luar jendela. Ia memangku kepalanya di atas tangannya. Hari masih pagi sehingga kelas masih sepi.

Entah mengapa, Leora memikirkan Damian. Leora menarik napas dalam-dalam, mengingatkan dirinya akan misinya. Mengingatkan dirinya kalau Damian hanyalah senjata baginya untuk bisa mendapatkan segala yang ia inginkan.

Namun, Leora tidak bisa memungkiri kalau Damian begitu perhatian padanya. Dan perhatian itu, membuat Leora berdebar. Debaran yang aneh, sebab Leora belum pernah merasakan itu sebelumnya.

Tidak, Leora tidak mungkin menyukai Damian. Leora menyangkalnya, tapi lagi-lagi hati tentu tidak bisa ia bohongi. Damian memang sempurna, bohong kalau Leora tidak suka padanya.

Leora membenamkan kepalanya di balik tangan. Menutupi wajahnya yang mulai memerah karena mengingat perhatian yang Damian curahkan padanya.

Karena Leora tidak pernah merasa diperhatikan, membuat Leora merasa begitu berharga setiap bersama Damian. Sebab, hanya Damianlah yang benar-benar memperhatikannya.

Sebuah tepukan mendarat di pundak Leora. Leora bangkit dan melihat siapa yang menepuknya. Damian berdiri tepat di depan Leora dan tersenyum.

Sontak Leora ikut tersenyum. Sebab menurut Leora, senyum yang dimiliki Damian sanggup membuat orang yang melihatnya ikut tersenyum juga.

Keduanya bertatapan cukup lama. Lagi-lagi Leora dapat merasakan debaran aneh yang muncul di dadanya dan perutnya serasa menggelitik.

"Pagi-pagi udah tidur aja lo!" Ujar Damian sambil mengacak rambut Leora.

Leora memberengut. "Jangan diberantakin kek, suka-suka gue dong mau tidur atau enggak! Belum masuk ini," kata Leora dengan nada ketus.

Damian menarik kursi di depan Leora dan duduk. "Jangan ngambek gitu Ra," ujar Damian sambil menatap kedua iris Leora.

"Emang kenapa?"

"Gue gemes jadinya." Hanya itu jawaban Damian namun sanggup memporak-porandakan hati Leora.

Senyum tipis terukir di bibir Leora. "Cie.. senyum. Jangan irit-irit senyumnya. Kalo mau senyum ya senyum aja." Damian berujar sambil nyengir.

"Apaan sih. Udah sana pergi!" Ucap Leora dengan nada ketus.

"Ngusir nih? Parah banget. Gue maunya di sini, mau apa lo?" Damian berujar sambil memangku kepalanya di kedua tangan.

"Males liat muka lo," ujar Leora berbohong. Padahal dalam hatinya, ia ingin sekali melihat wajah Damian. Karena baginya, wajah Damian begitu menyemangatinya.

"Tega amat. Wajah ganteng kayak gue ini jangan disia-siain. Entar mubajir," oceh Damian dengan senyuman iseng.

"Dikira makanan kali," celetuk Leora sambil memandang ke arah lain.

Damian tiba-tiba menangkup wajah bulat Leora dengan kedua tangannya. Menghadapkan pada wajahnya.

Leora mematung. Bagi Leora, dunia seakan terhenti saat itu juga. Napasnya bahkan mendadak sesak. Dari kedekatan begini, Leora bisa melihat binar mata Damian yang begitu indah.

Wajah Damian yang memang sejak diciptakan begitu direncanakan dan begitu sempurna. "Jangan liat ke yang lain. Liat ke gue aja, fokus ke gue aja. Ya?"

Leora mengerjap. Berusaha sadar dari lamunannya. "Apaan sih lo!" Ujar Leora bersamaan dengan lepasnya tangan Damian.

Damian memberengut. "Gue lagi serius loh Ra! Lo memecahkan suasana keseriusan gue."

"Ya," ujar Leora pelan.

Damian terdiam sejenak. "Hah?" tanya Damian.

"Iya," ujar Leora mengulangi lagi dengan nada kecil dan dengan wajah yang sudah menunduk. Entah sudah semerah apa muka Leora sekarang.

"Apa Ra? Iya apa?" Damian bertanya lagi memastikan.

"Iya, buat jawaban yang tadi," cicit Leora malu-malu.

Damian tersenyum lebar dan mencubit pipi Leora. Membuat Leora mengaduh. "Heh!" ujar Leora tidak terima.

"Gemes banget sih, kesayangannya Damian," ucap Damian dengan nada ceria.

Mendengar itu Leora makin merasa nyawanya menipis. Merasa udara di sekitarnya lenyap. Bibirnya tertarik ke atas begitu saja.

"Cie, mukanya merah. Enggak usah malu-malu Ra, suka gue mah bilang. Gue juga suka sama lo." Damian berujar sambil mendekatkan wajahnya ke arah Leora yang tengah menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah bak kepiting rebus.

"Apaan sih! Udah sana pergi ah. Sebel gue sama lo." Leora berkata dengan wajah yang sudah memerah. Membuat Damian tertawa.

"Iya gue juga suka sama lo." Damian berujar setelah tertawa.

"Ih, gue enggak ada bilang gue suka sama lo Dam! Enggak usah geer." Leora berkata dengan nada kesal.

"Orang ganteng mah bebas Ra. Mau geer juga gapapa. Toh, yang digeerin benar adanya." Damian berkata sambil tersenyum.

Leora meneguk ludahnya. "Suka-suka lo."

"Suka-suka-suka-suka-suka lo juga!" Damian menjawab dengan kedipan.

"Bodo amat Dam."

"Yeh, gue jangan dibodo amatin dong. Entar diambil orang loh! Gue kan kasanova sekolah. Nyesel entar lo," kata Damian dengan nada iseng.

Leora berdecak. "Bener-bener ya lo!"

"Iya bener lah. Gue emang selalu benar Ra."

"Apalagi soal gue suka sama lo. Itu benar adanya."

Leora menarik napas dalam-dalam berusaha mengisi rongga paru-parunya dengan oksigen. Berharap debaran ini cepat hilang.

Keduanya bersama-sama bertatap dalam keheningan.

"Ra," panggil Damian.

"Hm?"

"Apa gue enggak punya kesempatan sedikitpun buat sama lo?"

Leora terdiam.

"Lo benar-benar nolak gue ya?"

Leora lagi-lagi hanya bisa menatap iris Damian yang menggelap.

"Enggak. Gue enggak pernah maksa lo buat suka gue balik ataupun pacaran sama gue."

"Cuma, gue cuma mau bilang aja kalau lo enggak bertanggung jawab atas perasaan gue sama lo," ujar Damian serak.

"Biar gue simpan sendiri perasaan gue. Itu urusan gue. Kita tetap akan jadi teman, iya gue enggak masalah soal itu. Gue cuma pengen liat lo bahagia, itu aja Ra..."

"Ya walaupun, mungkin..., gue bukan kebahagiaan lo. Tapi, gue akan terus berjuang membahagiakan lo. Lo enggak usah ngerasa perlu ngebales apapun yang gue lakuin ke lo. Itu murni kemauan gue sendiri."

Damian menarik napas dalam dan tersenyum. "Gue akan selalu di sisi lo. Tenang aja. Enggak usah ngerasa bersalah. Karena lo enggak salah," ujar Damian sambil menyelipkan anak rambut Leora ke belakang telinganya.

Leora diam tak berkutik sedikitpun. Hanya menatap kedua iris Damian. Tak tahu harus berespon apa.

"Dam, lo dipanggil Sasha," ujar Reyna salah satu teman sekelas Damian dan Leora.

Panggilan itu membuat Leora sadar dari lamunannya. Damian yang mendengar itu bangkit berdiri dari kursinya dan beranjak. Namun Leora menahan tangan Damian.

Damian berbalik menatap wajah Leora. Leora menarik napas dalam, meyakinkan dirinya. "Gue juga suka sama lo Dam," ujar Leora pelan. Namun masih terdengar di telinga Damian.

Mendengar itu, Damian tersenyum begitu manis. "Oke, gue pergi dulu ya Ra." Leora mengangguk mempersilakan Damian.

"Pada akhirnya, lo bakal bergantung sama gue Ra."

"Karena hanya gue. Hanya gue yang bisa membahagiakan lo."

Setelah Damian pergi, Leora menyunggingkan senyum. "Akhirnya setelah ini, lo bakal bisa gue gunakan sebagai senjata."

21.52
9 Oktober 2019

Kalopsia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang