5

17 3 4
                                    

Leora membuka matanya perlahan. Ia mengerjap-ngerjap. Rupanya ia tertidur. Meski ia tidak merasa mengantuk, bukan hal mustahil ia bisa tertidur. Seperti saat ini. Leora menatap sekelilingnya, bau obat, ruangan yang dingin dan serba putih. Ia melihat banyaknya perban pada kaki dan tangannya.

Dan tatapan Leora terhenti pada sosok Damian yang tengah tertidur di pinggiran kasur rumah sakit, tepat di sebelah kakinya yang tertutup selimut. Damian duduk di kursi dan menumpu kepalanya di atas kedua tangannya. Dan, Damian masih menggunakan seragam SMA Wangsadinata. Itu artinya, Damian menunggunya sampai bangun?

Leora menatap Damian yang tengah tertidur. Begitu lelap, wajahnya terukir sempurna. Garis wajahnya tegas, kulitnya halus dan lagi, bibir Damian adalah nilai tambah bagi  laki-laki itu. Bibirnya merah dan tebal. Tidak heran kalau Damian menjadi kasanova sekolah, ia tampan. Ralat, sangat-amat tampan. Tanpa sadar, tangan Leora tergerak sendiri untuk mengelus rambut Damian. Laki-laki itu bergerak sedikit, seakan sadar ada yang mengelus rambutnya.

Leora buru-buru menarik tangannya, meski ia masih ingin mengelus rambut halus laki-laki itu. Namun baru saja, Leora mau menarik tangannya. Tangan Damian menahan tangannya.

Damian mengamit tangan Leora dan melengkungkan senyum. Leora terdiam membisu. "Enggak baik loh megang-megang orang tanpa izin." Damian berujar dengan masih tersenyum dan mengamit tangan Leora.

"Maaf." Leora berujar.

"Enggak bisa gue terima dengan maaf aja."

"Harus dengan apa gue minta maaf?" Leora bertanya dengan wajah bingung sekaligus bersalah.

Damian memindahkan tangan Leora yang ia amit ke bagian dadanya. "Dengan menghentikan dentuman jantung gue dan rasa gugup gue. Apa lo bisa?"

Leora mengigit bibirnya begitu merasakan detak jantung Damian yang begitu kencang. Apa detak jantung Damian selalu sebegini kencang setiap berhadapan dengannya?

Atau, memang dengan cara inilah Damian menggaet perempuan?

"Tipuan murahan. Baiklah, mari berpura-pura, Leora."

"Maksud lo?" Leora bertanya.

"Apa lo bisa menjawab, kenapa cuma dengan lo, detak jantung gue berdebar kencang?" Damian berkata sambil menatap dalam Leora.

"Enggak," jawab Leora dengan wajah polos.

"Jangan masang wajah polos gitu, Ra."

"Kenapa?"

"Karena gue jadi gemes." Damian menjawab.

"Terus?"

"Enggak ada terusannya lagi Ra, kecuali lo mau nerusin." Damian berkata dengan cengiran. Kedua matanya hilang.

"Oh ya, sampe lupa." Damian berkata sambil melepas tangan Leora dan tersenyum.

"Maaf lupa lepasin. Karena lo enggak bisa jawab, jadi gue jawab sendiri dan kasih tahu jawabannya ke lo ya. Enggak baik megang-megang orang tanpa izin jika orang itu punya rasa sama lo."

"Karena orang itu bakal baper. Bakal mikirin lo terus tiap malam, oh. Bahkan tanpa lo pegang, orang itu udah mikirin lo tiap malam. Masa mau ditambah intensitas mikirin lo nya?" Damian berkata sambil memangku kedua belah tangannya.

Sedangkan Leora meneguk salivanya. "Hahaha. Jadi maksud lo, lo punya rasa sama gue? Dan dengan gue megang-megang lo tadi, lo mikirin gue?"

"Baguslah. Gue dapat perhatian dari banyak orang. Gue senang. Lanjutkan Dam. Lo buat gue bahagia."

"Tapi, kalau orang itu enggak ada rasa sama lo. Ya, enggak ngaruh apa-apa. Kayak tangan lo yang gue pegang tadi. Lo enggak apa-apa kan?" Damian berujar dengan nada pelan. Leora jadi sedikit merasa bersalah namun, ia harus ingat. Mungkin ini lagi-lagi tipuan Damian.

Kalopsia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang